LIPUTAN KHUSUS:

Gajah Sumatera Mati di Kebun Warga di Pidie


Penulis : Betahita.id

Seekor gajah sumaetra (Elephas maximus sumatramus) ditemukan mati di perkebunan masyarakat di Kecamatan Mila, Kabupaten Pidie

Biodiversitas

Kamis, 10 September 2020

Editor :

BETAHITA.ID - Satwa dilindungi Gajah sumatera (Elephas maximus sumatramus) ditemukan mati di perkebunan masyarakat di Kecamatan Mila, Kabupaten Pidie, Aceh. Balai Konservasi Sumber Daya Alam Aceh menurunkan tim dokter untuk memeriksa penyebab kematiannya.

Kepala BKSDA Aceh, Agus Arianto di Banda Aceh, Rabu, 9 September 2020, mengatakan, penyebab kematian gajah belum bisa dipastikan karena harus menunggu hasil pemeriksaan tim medis.

Baca juga: 2 Gajah Sumatera Muda Tewas Misterius di Aceh Timur


"Tim dokter BKSDA sudah diturunkan ke lokasi. Informasi kematian gajah kami terima pada Rabu sekitar pukul 11-an. Kapan gajah tersebut mati dan apa penyebabnya, kami masih menunggu pemeriksaan tim media," kata Agus Arianto.

Agus Arianto menyebutkan dari informasi diterima berdasarkan tampilan fisik gajah, ada luka di kaki kanan. Namun, luka tersebut belum bisa disimpulkan menjadi penyebab kematian satwa dilindungi tersebut.

"Untuk memastikan penyebab kematian gajah apakah diracun atau faktor lainnya harus dilakukan pemeriksaan tim medis. Tim dokter sudah diberangkatkan ke lokasi temuan gajah mati tersebut," kata Agus Arianto.

Berdasarkan data organisasi konservasi alam dunia, IUCN, gajah sumatra hanya ditemukan di Pulau Sumatra. Satwa tersebut masik spesies terancam kritis dan berisiko tinggi untuk punah di alam liar.

Warga melihat kondisi Gajah Sumatera yang ditemukan mati di kebun milik warga di Desa Tuha Lala, Kecamatan Mila, Kabupaten Pidie, Aceh, Rabu, 9 September 2020. ANTARA/Joni Saputra

Oleh karena itu, BKSDA Aceh mengimbau masyarakat untuk bersama-sama menjaga kelestarian alam khususnya satwa liar gajah sumatra dengan cara tidak merusak hutan yang merupakan habitatnya.

"Kerusakan habitat gajah dapat menimbulkan konflik dengan manusia. Konflik ini bisa menimbulkan kerugian ekonomi dan korban jiwa bagi manusia maupun keberlangsungan hidup satwa dilindungi tersebut," kata Agus Arianto.

TEMPO.CO | TERAS.ID