LIPUTAN KHUSUS:

RTRW Riau Dinilai Dorong Perusakan Lingkungan, Walhi dan Jikalahari Ajukan Judicial Review


Penulis : Redaksi Betahita

Jikalahari bersama Walhi Riau telah mendaftarkan Permohonan Keberatan (Judicial Review) ke Mahkamah Agung 8 Agustus 2019, terhadap Perda 10 Tahun 2018 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Riau. Permohonan JR didaftarkan langsung ke Mahkamah Agung melalui kuasa hukum dan diterima oleh Supriadi, SH, MH Kepala Seksi Penelaahan Berkas Perkara Hak Uji Materil Mahkamah

Hukum

Rabu, 14 Agustus 2019

Editor : Redaksi Betahita

Betahita.id – Jikalahari bersama Walhi Riau telah mendaftarkan Permohonan Keberatan (Judicial Review) ke Mahkamah Agung 8 Agustus 2019, terhadap Perda 10 Tahun 2018 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Riau.

Permohonan JR didaftarkan langsung ke Mahkamah Agung melalui kuasa hukum dan diterima oleh Supriadi, SH, MH Kepala Seksi Penelaahan Berkas Perkara Hak Uji Materil Mahkamah Agung.

“Ini upaya untuk menghentikan perusakan lingkungan yang terjadi hari ini yang mengakibatkan bencana asap dan banjir yang terjadi hingga hari ini,” kata Okto Yugo Setiyo, Wakil Koordinator Jikalahari memalui rilis resminya, “Asap akibat karhutla sudah terjadi 2 minggu terakhir dengan nilai ISPU 153 ini artinya tidak sehat dan menyebakan 7.160 warga menderita ISPA. Kita tidak mau kejadian 2015 kembali terulang.”

Hasil analisis Jikalahari melalui satelit Terra-Aqua Modis 5 hingga 11 Agustus 2019 hotspot di Riau berjumlah 424 titik dengan confidance diatas 70% ada 211 titik. “Hotspot paling banyak di konsesi HTI dan sawit, Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRWP) Riau mesti dicabut sebagai jalan memperbaiki buruknya tata kelola lingkungan hidup dan koreksi kejahatan korporasi,” kata Okto

Ilustrasi

Empat alasan mengapa Jikalahari dan Walhi Riau perlu melakukan JR Perda RTRWP Riau ke MA.

Pertama, Perda 10 Tahun 2018 mengalokasikan kawasan lindung gambut hanya 21.615 hektare (0,43%) dari 4.972.482 hektare lahan gambut di Riau sangat jauh di bawah ketentuan PP No. 71 Tahun 2014 jo PP No 57 Tahun 2016 tentang perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut dimana Provinsi harus mengalokasikan minimal 30% menjadi kawasan lindung. Hal tersebut juga bertentangan dengan  Penetapan Peta Fungsi Ekosistem Gambut Nasional, dimana Riau ditetapkan fungsi lindung seluas 2.378.108 hektare.

Kedua, usulan perhutanan sosial seluas 112.330 Ha di Riau belum ditindaklanjuti Dirjen PSKL dengan alasan Perda RTRW Riau harus mendapat rekomendasi dari DPRD Riau, padahal merujuk UU 41 No 1999 tentang Kehutanan jo Permen LHK No 83 Tahun 2016 tentang perhutanan sosial izin ini kewenangan MenLHK, tidak membutuhkan rekomendasi Gubernur dan pembahasan bersama DPRD.

Ketiga, mengambil kewenangan menteri LHK atas kawasan hutan. Perda RTRW Riau mengalokasikan 405.874 ha kawasan hutan ke dalam outline. Padahal perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan merupakan otoritas menteri LHK yang tidak dibatasi oleh outline selama itu berada dalam kawasan hutan merujuk pada UU No 41 tahun 1999 tentang kehutanan.

Keempat, Perda 10 tahun 2018 tidak diterbitkan berdasarkan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang telah diberikan persetujuan validasi oleh KLHK.

“Kita berharap Permohonan Keberatan terhadap Perda 10 Tahun 2018 ini diterima oleh Mahkamah Agung dan diputuskan dengan seadil-adilnya. kita sudah mengumpulkan bukti-bukti yang cukup,” kata Riko Kurniawan, Direktur Walhi Riau