LIPUTAN KHUSUS:
Heboh Akademisi Hutankan Sawit, Pakar: Paradoks
Penulis : Redaksi Betahita
Usulan IPB menjadikan sawit menjadi salah satu tanaman kehutanan ditanggapi Pakar Lingkungan DR Elviriadi. “Ketika hutan kita terang terangan mengalami deforestasi, seharusnya yang terpikir bagaimana memulihkan ekosistem hutan alami melalui reboisasi dan rehabilitasi lahan kritis,” katanya ketika dihubungi Kamis, 21 Maret 2019. Baca juga: Kawasan Hutan Produksi Bergambut di Kotawaringin Barat Rusak Akibat Perkebunan
Analisis
Senin, 25 Maret 2019
Editor : Redaksi Betahita
Betahita.id – Usulan IPB menjadikan sawit menjadi salah satu tanaman kehutanan ditanggapi Pakar Lingkungan DR Elviriadi. “Ketika hutan kita terang terangan mengalami deforestasi, seharusnya yang terpikir bagaimana memulihkan ekosistem hutan alami melalui reboisasi dan rehabilitasi lahan kritis,” katanya ketika dihubungi Kamis, 21 Maret 2019.
Baca juga: Kawasan Hutan Produksi Bergambut di Kotawaringin Barat Rusak Akibat Perkebunan Sawit
Sebelumnya, Beritasatu.com melaporkan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) akan menyusun naskah akademik sebagai dasar pertimbangan dan usulan untuk menjadikan sawit sebagai salah satu tanaman kehutanan.
“Mengubah definisi hutan itu demi kepentingan pragmatis, saya kira sangat paradoks. Mulai dari kurikulum, buku teks, kesepakatan masif dari ilmuwan se-dunia atau minimal yang punya hutan tropis, dan pembatalan teori melalui trianggulasi interdisipliner.”
Pembatalan teori ilmu eksakta (kehutanan, lingkungan) tidak semudah ilmu sosial humaniora. Baik pakai Thomas Khun dengan “the structure of scientific revolution”, atau Marxis, prasyarat “anomali” jarang dijumpai dalam eksakta.
Dari dulu fungsi hidro-orologis hutan tak bisa digantikan dengan habitat buatan. “Ini jelas justifikasi reaktif demi motif dangkal, sebagai akademisi yang bekerja demi konstelasi pragmatis, bukan membangun epistemologi kebenaran,” katanya.
Pegiat Society of Ethnobiology Ohio State University itu menambahkan, ia dan beberapa anggota di Sayogyo Institute Bogor sedang membangun gerakan buka topeng (un-masking) para akademis semacam itu.
Terjadinya krisis lingkungan seperti kasus Tambang di Yogya, Teluk Benoa di Bali, HTI (Hutan Tanaman Industri) di Riau, HPH di Kalimantan karena hujah (AMDAL) dari kaum akademisi.
“Kita berharap media massa dan pemerintah jangan salah mengambil rujukan dan narasumber. Ide melegitimasi sawit sebagai “hutan” itu dikhawatirkan dapat mengancam habitat satwa Harimau Sumatera (Pantera Tigris Sumatera), Gajah, Primata (Orang Utan), Ular Phyton, suku “orang asli”, reptil, siklus energi, siklus materi, jasad renik, avertebrata dan biota air tawar. Selain itu juga membuka narasi permissive terhadap penebangan kayu alam.
Interaksi empirik masyarakat dengan hutan melahirkan ilmu ethnobiology dan ethnosains yg saya pelajari di negara Amerika dan eropa. Alam ini sudah diciptakan Tuhan dengan seimbang, apakah kamu tidak memikirkannya, ” kata Elv.