LIPUTAN KHUSUS:

Krakatau Semburkan Abu Berwarna Hitam Pekat, PVMBG: Tergolong Biasa


Penulis : Redaksi Betahita

Letusan Gunung Anak Krakatau pada hari Selasa, 6 November 2018 pukul 10.00 WIB menghasilkan kolom abu berwarna hitam pekat condong ke arah utara. Kolom abu teramati lebih kurang 600 meter dari atas puncak atau sekitar 938 meter dari atas permukaan laut. Peralatan seismogram merekam erupsi tersebut terjadi dengan amplitudo maksimum 58 milimeter selama 54

Konservasi

Kamis, 08 November 2018

Editor : Redaksi Betahita

Betahita.id – Letusan Gunung Anak Krakatau pada hari Selasa, 6 November 2018 pukul 10.00 WIB menghasilkan kolom abu berwarna hitam pekat condong ke arah utara. Kolom abu teramati lebih kurang 600 meter dari atas puncak atau sekitar 938 meter dari atas permukaan laut.

Peralatan seismogram merekam erupsi tersebut terjadi dengan amplitudo maksimum 58 milimeter selama 54 detik.

Kepala Bidang Mitigasi Gunung Api, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Wawan Irawan, mengatakan asap hitam tebal yang keluar bersama letusan Gunung Anak Krakatau terhitung biasa.

“Kolom asap antara abu-abu dan hitam itu merupakan material magmatik. Hanya kandungan magmatiknya banyak atau tidak,” kata dia saat dihubungi Tempo, Rabu, 7 November 2018.

Gunung Anak Krakatau (Dok.PVMBG)

Wawan mengatakan, letusan terakhir Gunung Anak Krakatau terhitung terekam jelas. Pengamatan visual relatif sulit karena jarak dua pos pengamatan gunung itu, masing-masing berada di Banten dan Lampung relatif jauh.

“Saat itu nampak jelas. Karena seringnya tertutup kabut. Bayangkan jarak pos itu 40 kilometer, pengamatan visual agak sulit,” kata dia.

Menurut Wawan, kolom asap hitam menandai tebalnya konsentrasi material magmatik yang dilepaskan saat erupsi Gunung Anak Krakatau. “Asap hitam itu biasa karena Krakatau fase erupsinya sudah magmatik,” kata dia. “Kalau asap putih, itu uap air saja.”

Wawan mengatakan, Gunung Anak Krakatau sejak beberapa bulan terakhir terus meleuts. “Dia terus mengeluarkan, memproduksi letusan strombolian, disertai material pijar, sampai sekarang. Aktivitasnya turun naik,” kata dia.

Kolom asap letusan yang dihasilkan Gunung Anak Krakatau bervariasi. “Kadang sampai ketinggian seribu meter. Tapi pemantauan di kita terlalu jauh. Di Pos Pasauran (Banten) itu jaraknya 40 kilometer, di Lampung 40 kilometer. Ada keterbatasan untuk pengamatan visual,” kata Wawan.

PVMBG menempatkan dua alat untuk mengamati aktivitas kegempaan Gunung Anak Krakatau. Satu alat berada di Pulau Gunung Anak Krakatau, alat kedua di Pulau Sertung. “Hanya peralatan di Sertung itu merekam gempa vulkaniknya kurang peka. Tapi saat ini hasil rekaman aktivitas gunung itu dominan tremor letusan,” kata Wawan.

Wawan mengatakan, PVMBG masih mempertahankan status aktivitas Gunung Anak Krakatau di level II atau Waspada dengan larangan mendekat dalam radius 2 kilometer dari kawah gunung itu, atau mendarat di pantainya.

“Masih Waspada karena ancaman bencananya masih di sekitar situ. Ancaman terhadap manusia boleh dikatakan tidak ada karena di sana tidak ada penghuninya,” kata dia.

TEMPO.CO | TERAS.ID