LIPUTAN KHUSUS:

Permen 26 Tahun 2016 Perlu Diatur Kembali


Penulis : Redaksi Betahita

Perlu mengatur kembali ketentuan mengenai pengadaan bahan bakar nabati jenis biodiesel, verifikasi, pengawasan, dan sanksi.

Analisis

Jumat, 31 Agustus 2018

Editor : Redaksi Betahita

Betahita.id – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memandang perlu mengatur kembali ketentuan mengenai pengadaan bahan bakar nabati jenis biodiesel, verifikasi, pengawasan, dan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2016.

Menindaklanjuti Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit,

Atas pertimbangan tersebut pada 23 Agustus 2018, Menteri ESDM Ignasius Jonan telah menandatangani Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 41 Tahun 2018 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel Dalam Kerangka Pembiayaan Oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.

Dalam Permen ini disebutkan, Badan Usaha BBM wajib melakukan pencampuran Bahan Bakar Nabati (BBN) Jenis Biodiesel dengan BBM jenis Minyak Solar sesuai dengan penahapan kewajiban minimal pemanfaatan BBN Jenis Biodiesel yang ditetapkan oleh Menteri.

Ilustrasi mesin pengisian bahan bakar minyak

"Badan Usaha BBM sebagaimana dimaksud, meliputi: a. Badan Usaha BBM yang memiliki kilang dan menghasilkan BBM jenis Minyak Solar, dan b. Badan Usaha BBM yang melakukan impor BBM Jenis Minyak Solar," bunyi Pasal 3 ayat (2) Permen ini.

Pengadaan BBN Jenis Biodiesel, menurut Permen ini, dilaksanakan untuk pencampuran: a. Jenis Bahan Bakar Minyak (BBM) tertentu; dan b. Jenis Bahan Bakar Minyak Umum, dan diselenggarakan dengan periode setiap 12 (dua belas) bulan, dimulai bulan Januari dan proses persiapan pengadaannya paling lambat 90 (sembilan puluh) hari sebelum periode pengadaan.

Ditegaskan dalam Permen ESDM ini, Dirjen Migas menyampaikan Badan Usaha BBM yang akan melaksanakan pengadaan BBN Jenis Biodiesel dalam kerangka pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit yang disebut Badan Pengelola Dana kepada Dirjen EBTKE Kementerian ESDM.

Selanjutnya, setelah melalui verifikasi dari Tim Evaluasi Pengadaan BBN Jenis Biodiesel, Menteri akan menetapkan daftar Badan Usaha BBM dan Badan Usaha BBN Jenis Biodiesel beserta alokasi volume BBN Jenis Biodiesel untuk masing-masing Badan Usaha BBM.

"Badan Usaha BBN Jenis Biodiesel yang telah mendapatkan penetapan wajib menyalurkan BBN Jenis Biodiesel kepada Badan Usaha BBM sesuai dengan: a. alokasi volume BBN Jenis Biodiesel; dan b. waktu dan spesifikasi BBN Jenis Biodiesel yang disepakati dalam kontrak," bunyi Pasal Pasal 10 ayat (10b) Permen ini.

Badan Usaha BBN Jenis Biodiesel yang telah menandatangani kontrak dengan Badan Usaha BBM dan telah menyalurkan BBN Jenis Biodiesel, menurut Permen ESDM ini, berhak memperoleh Dana Pembiayaan Biodiesel dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit.

"Pembayaran Dana Pembiayaan Biodiesel kepada Badan Usaha BBN Jenis Biodiesel sebagaimana dimaksud dilakukan paling lambat setiap 1 (satu) bulan setelah Badan Pengelola Dana menerima hasil verifikasi," bunyi Pasal 15 Permen ini.

Menyangkut sanksi. Ditegaskan dalam Permen ESDM ini, Badan Usaha BBM yang tidak melakukan pencampuran Bahan Bakar Nabati (BBN) Jenis Biodiesel dengan BBM jenis Minyak Solar dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar Rp6.000,00 per liter volume BBN Jenis Biodiesel yang wajib dicampur, dan/atau pencabutan izin usaha.

Saksi administratif sebagaimana dimaksud, menurut Permen ini, ditetapkan oleh Menteri melalui Dirjen Migas.

Dalam hal terjadi peningkatan penjualan BBM jenis minyak solar, menurut Permen ini, alokasi volume BBN Jenis Biodiesel yang telah ditetapkan oleh Menteri dapat disesuaikan.

Terkait terbitnya Peraturan Menteri ESDM ini, maka periode pelaksanaan pengadaan BBN Jenis Biodiesel oleh PT Pertamina (Persero) dan PT AKR Corporindo Tbk dalam kerangka dana pembiayaan Biodiesel untuk bulan Mei sampai dengan Oktober 2018, disesuaikan menjadi periode bulan Mei 2018 sampai dengan Desember 2018.

"Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan," bunyi Pasal 28 Peraturan Menteri ESDM Nomor 41 Tahun yang telah diundangkan oleh Dirjen Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM Widodo Ekatjahjana pada 24 Agustus 2018.

Program mandatory biodiesel 20 persen (B20) yang sekarang sudah dijalankan akan ditingkatkan menjadi biodiesel 30 persen (B30). Rencananya, penggunaan B30 akan dipercepat pada 2019 di mana sebelumnya, program tersebut akan diberlakukan pada 2020.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengatakan minyak sawit (biodisel) mulai 1 September 2018 akan dicapmur dengan semua jenis solar.

Rida Mulayan, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM mengatakan, penerapan pencampuran 20 persen biodiesel dengan Solar (B20) berlaku untuk Solar subsidi dan non-subsidi yang dijual di Indonesia.

"B20 nanti semuanya, PSO (Pubcli Service Obligation) Non-PSO, jadi hanya single product," kata Rida, seperti dilansir katadata, di Jakarta, Rabu (8/8).

Menurutnya, Peraturan Presiden yang menetapkan penerapan B20 sedang dalam tahap finalisasi, kemudian akan disusul dengan Peraturan Menteri ESDM sebagai turunannya. Setelah payung hukum tersebut terbit, mulai 1 September 2018 seluruh jenis Solar akan tercampur 20 persen minyak sawit.