LIPUTAN KHUSUS:

HAkA: Kawasan Ekosistem Leuser Terus Menipis


Penulis : Redaksi Betahita

Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) merupakan hutan hujan yang membentang di 13 kabupaten kota di Provinsi Aceh. Luasnya mencapai 2,25 juta hektar. KEL pun telah ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional oleh pemerintah dikarenakan perannya yang penting. Akan tetapi, hutan nan kaya ini justru tidak dimasukkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Aceh 2013-2033. Emil

Hutan

Rabu, 08 Agustus 2018

Editor : Redaksi Betahita

Betahita.id – Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) merupakan hutan hujan yang membentang di 13 kabupaten kota di Provinsi Aceh. Luasnya mencapai 2,25 juta hektar. KEL pun telah ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional oleh pemerintah dikarenakan perannya yang penting. Akan tetapi, hutan nan kaya ini justru tidak dimasukkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Aceh 2013-2033.

Emil Salim guru besar Universitas Indonesia menyebutkan, pembentukan KEL sudah sejak lama diperjuangkan, sejak 1920, jauh sebelum Indonesia merdeka. “Saat itu, pimpinan lokal di Aceh menentang invansi kolonial Belanda yang ingin mengkonversi hutan untuk menjadikan pertambangan dan perkebunan. Mereka menentang pengrusakan hutan karena keunikan KEL dari segi keanekaragaman hayati.”

Sisa-sisa pohon tampak berserakan di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) antara Kabupaten Aceh Tengah dan Nagan Raya, Aceh, Selasa (10/7). Data Forum Konservasi Leuser (FKL) pertengahan Juli 2018 menyebutkan dari 2,25 juta hektare luas Kawasan Ekosistem Leuser yang terletak di Provinsi Aceh hanya tersisa sekitar 1,790 ribu hektar, selebihnya sudah menyusut akibat alih fungsi untuk permukiman masyarakat, perkebunan, perusahaan maupun program pemerintah seperti pembuatan jalan.

Kerusakan hutan di dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) di Provinsi Aceh terus-menerus terjadi. Pemerintah dan para pihak diajak untuk tetap menjaga hutan terutama KEL sebagai sumber air bagi rakyat Aceh dan juga berjasa untuk mitigasi bencana.

Manager GIS pada Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA), Agung Dwinurcahya, yang aktif melakukan pemantauan menggunakan teknologi penginderaan jarak jauh dari citra satelit, menyebutkan kerusakan hutan di KEL untuk periode Januari hingga Juni 2018 sebesar 3.290 hektare. “Angka ini relatif menurun kalau dibandingkan dengan periode Januari-Juni tahun sebelumnya yaitu 3.780 hektar, tapi meningkat sedikit kalau dibandingkan dengan periode Juli-Desember 2017 dimana angka deforestasinya sebesar 3.095 hektar,” ungkapnya.

Berdasarkan analisa data hasil monitoring dari citra satelit, Agung menjelaskan, lima kabupaten tertinggi angka deforestasi untuk Semester I tahun 2018 ini adalah Nagan Raya mencapai 627 ha, kemudian Aceh Timur 599 ha, Gayo Lues 507 ha, Aceh Selatan 399 ha dan Bener Meriah 274 ha.

“Sementara berdasarkan fungsi hutannya yang mengalami pengrusakan hutan terburuk adalah Hutan Lindung sebesar 615 hektar, kemudian Hutan Produksi 525 hektar dan Taman Nasional 368 hektar,” sebut Agung dalam konferensi pers di Banda Aceh, Senin (23/7).

Data publikasi HAkA sebelumnya, kerusakan hutan di dalam KEL yang terus-menerus terjadi sempat tercatat laju deforestasi hutan menurun di tahun 2017 yang angkanya sebesar 6.875 ha. Dibandikan dua tahun sebelumnya, pada 2016 mencapai 10.351 ha dan bahkan mencapai 13.700 ha pada 2015.

KEL Aceh yang telah ditetapkan menjadi Kawasan Strategis Nasional (KSN) tersebut harus lebih dijaga dan dikelola dengan mengedepankan konsep perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan yang lestari. Luas area KEl ini sendiri mencakup 13 kabupaten/kota di Aceh.

Sekretaris Yayasan HAkA, Badrul Irfan menyebutkan, paparan data lembaganya yang aktif melakukan pemantauan terhadap KEL tersebut diharapkan bisa mendorong Pemerintah Aceh, pemerintah kabupaten/kota dan seluruh komponen masyarakat untuk lebih menjaga hutan terutama KEL. “Karena KEL ini adalah sumber air bagi rakyat Aceh dan juga berjasa untuk mitigasi bencana. Deforestasi di dalam kawasan hutan Aceh terutama KEL harus terus ditekan demi masa depan generasi masyarakat Aceh dan dunia ke depan,” pungkasnya.

Sebanyak 1.892 kasus aktivitas pembalakan liar terjadi di hutan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) Aceh sepanjang Januari-Juni 2018. Ini mengakibatkan, luas hutan KEL makin berkurang menjadi 1,8 juta heketre dari total luas 2,2 juta hektare. Hal tersebut, diungkapkan Coordinator Monitoring Forum Konservasi Leuser (FKL), Tezar Fahlevie kepada awak media di Hotel Kriyad Muraya, Banda Aceh, Aceh (23/7).

Tezar menjelaskan, perihal pembalakan liar itu diketahui pihaknya dari hasil monitoring yang dilakukan 12 tim dan dilaksanakan di 13 kabupaten di Aceh yang masuk dalam KEL. “Total terdapat 1.892 kasus. Aktivitas pembalakan liar, perambahan liar, dan pembukaan akses jalan,” ungkap Tezar.

Berdasarkan monitoring yang dilakukan FKL terungkap bahwa, kawasan Kabupaten Aceh Tamiang dan Kabupaten Aceh Selatan menjadi daerah atau wilayah perambahan dan pembalakan liar dengan kerusakan yang paling tinggi pada Semeter pertama 2018.