LIPUTAN KHUSUS:

Gubernur Pulang, Bank Tanah Datang, Warga Kembali Tak Tenang


Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Badan Bank Tanah disebut kembali mendatangi warga sehari setelah Gubernur Sulteng melakukan kunjungan ke desa-desa yang berkonflik dengan Badan Bank Tanah.

Agraria

Selasa, 30 Desember 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Konflik agraria antara warga di Kecamatan Lore Peore, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah (Sulteng) dengan Badan Bank Tanah, terkait lahan eks HGU PT Hasfarm, masih belum ada tanda-tanda selesai. Badan Bank Tanah bersama aparat kepolisian dikabarkan kembali mendatangi warga, memicu kekhawatiran akan eskalasi intimidasi di tengah konflik agraria yang belum usai.

Menurut informasi yang terhimpun, operasi Bank Tanah ini terjadi sehari setelah pada 21 Desember 2025 Gubernur Sulteng melakukan kunjungan lapangan ke lembah Pakurehua, khususnya ke lima desa yang berkonflik dengan Badan Bank Tanah, yakni Alitupu, Kalimago, Winowanga, Maholo dan Watutau. Dalam sebuah dialog yang berlangsung di Desa Watutau, setiap perwakilan masing-masing desa menyampaikan aspirasinya langsung kepada orang nomor satu di Sulteng tersebut.

Dalam Temu Rakyat dengan agenda dialog bersama rakyat tersebut, Gubernur Sulteng Anwar Hafid yang didampingi oleh Satgas Penyelesaian Konflik Agraria (PKA), secara tegas menyatakan siap mengawal dan berkomitmen untuk menyelesaikan konflik agraria di lima desa yang beririsan langsung dengan Badan Bank Tanah. Dalam kesempatan yang sama juga, Anwar Hafid juga menyerukan bahwa dalam proses penyelesaian konflik agraria ini, masyarakat diharapkan untuk mengumpulkan data subjek dan objeknya, jenis perkebunan, sejarah penguasaan tanah, dan sejarah situs Pekurehua.

Gubernur juga menyatakan akan segera melakukan koordinasi dengan Kapolda Sulteng agar Christian Toibo—pejuang agraria yang dianggap dikriminalisasi karena melawan Badan Bank Tanah dalam konflik agraria ini—segera dibebaskan. Gubernur juga menyebutkan akan menyampaikan permasalahan agraria ini ke Presiden Republik Indonesia.

Ilustrasi konflik agraria. Foto: Internet

Gubernur berharap agar masyarakat tetap bersabar dan mempercayakan konflik agraria ini kepada pemerintah daerah. Terakhir ia meminta kepada Badan Bank Tanah agar menghentikan segala bentuk intimidasi maupun kriminalisasinya dalam proses penyelesaian kasus ini.

Namun, belum genap 24 jam setelah Gubernur Sulteng meninggalkan lokasi, ketegangan kembali menyelimuti warga. Alih-alih mendengarkan seruan Gubernur, Badan Bank Tanah yang didampingi oleh aparat kepolisian justru kembali mendatangi salah satu warga yang ada di desa Maholo, Kecamatan Lore Timur. Kehadiran aparat kepolisian yang mendampingi Badan Bank Tanah pada Minggu (21/12/2025) itu justru melahirkan kekhawatiran ditengah-tengah masyarakat yang saat ini tengah mempertahankan tanahnya.

Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulteng, Wiwin Matindas, menganggap pendekatan dengan menggunakan aparat kepolisian adalah upaya yang coba dilakukan oleh Badan Bank Tanah, yang pada dasarnya adalah sebuah upaya intimidasi. Wiwin bilang penguasaan dan klaim sepihak Badan Bank Tanah atas lahan-lahan milik warga di 5 desa di Tampo Lore merupakan bentuk penyerobotan wilayah hidup rakyat.

“Praktik ini melanggar prinsip keadilan agraria, mengabaikan sejarah penguasaan dan pengelolaan lahan oleh masyarakat, serta bertentangan dengan mandat konstitusi yang menempatkan tanah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,” katanya, dalam sebuah keterangan tertulis, Selasa (23/12/2025).

Wiwin menambahkan, Badan Bank Tanah tidak boleh dijadikan instrumen baru perampasan tanah atas nama investasi dan proyek strategis. Menurutnya, negara seharusnya hadir melindungi petani dan masyarakat adat, bukan justru memfasilitasi penghilangan hak-hak mereka melalui pendekatan administratif dan kekuasaan.

“Walhi Sulawesi Tengah berharap besar upaya penyelesaian konflik agraria ini bisa terselesaikan dengan baik tanpa ada intimidasi atau kriminalisasi terhadap rakyat,” ujarnya.

Sebelumnya, konflik agraria antara warga lima desa di Kecamatan Lore Peore, Kabupaten Poso, ini muncul setelah adanya dugaan penyerobotan lahan pertanian milik warga oleh Badan Bank Tanah. Dalam kasus ini, Badan Bank Tanah disebut mengklaim penguasaan tanah melebihi batas eks HGU Hasfarm, hingga masuk ke wilayah lahan-lahan warga.

Namun menurut Sekretaris Badan Bank Tanah, Jarot Wahyu Wibowo, pihaknya sudah memastikan tidak mengambil tanah milik warga. Ia menyebut seluruh proses perolehan tanah oleh Badan Bank tanah dilakukan sesuai dengan mekanisme yang berlaku.

Ia menjelaskan perolehan tanah Badan Bank tanah di wilayah Poso berasal dari eks HGU PT Sandabi Indah Lestari. Eks HGU seluas 7.749 hektare tersebut sebelumnya tercatat atas nama PT Hasfarm Napu. Namun eks HGU ini kemudian beralih kepada PT Sandabi Indah Lestari, berdasarkan risalah lelang pada 9 Februari 2011 Nomor 019/2011. Masa berlaku HGU PT Sandabi ini kemudian telah berakhir pada 2021 sebagai mana Sertipikat HGU Nomor 00001/Poso.

Konflik ini belakangan memanas memanas dan berujung pada upaya kriminalisasi sejumlah warga. Salah satu warga bernama Christian Toibo belakangan telah ditetapkan sebagai tersangka dengan tuduhan melakukan penghasutan orang lain untuk melakukan tindak pidana dalam sebuah aksi damai pada 31 Juli 2024. Kasus Christian saat ini telah disidangkan di Pengadilan Negeri Poso.