LIPUTAN KHUSUS:
MapBiomas Indonesia Fire: Membuat Terang Kasus Karhutla
Penulis : Aryo Bhawono
MapBiomas Indonesia Fire mendeteksi karhutla kumulatif di Indonesia pada rentang 25 tahun mencapai 19,6 juta hektare, setara satu setengah kali Pulau Jawa. Sekitar 4 juta ha diantaranya terjadi berulang. Data ini seharusnya dapat dimanfaatkan pemerintah untuk memitigasi bencana tahunan di Indonesia.
Karhutla
Selasa, 16 Desember 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - MapBiomas Indonesia Fire mendeteksi karhutla kumulatif di Indonesia pada rentang 25 tahun mencapai 19,6 juta hektare, setara satu setengah kali Pulau Jawa. Sekitar 4 juta ha diantaranya terjadi berulang. Data ini seharusnya dapat dimanfaatkan pemerintah untuk memitigasi bencana tahunan di Indonesia.
Auriga Nusantara meluncurkan MapBiomas Indonesia Fire Koleksi 2 pada Selasa (16/12/2025). Platform ini merekam dan memetakan dinamika areal terbakar tahunan Indonesia pada rentang tahun 2000-2024. Hasilnya, kebakaran hutan dan lahan tahunan secara kumulatif mencakup lahan seluas 19,6 juta ha.
Total wilayah yang terbakar mencapai luas 9,5 juta ha, sekitar 4 juta ha teridentifikasi sebagai area yang berulang kali terbakar.
Koordinator Teknis MapBiomas Indonesia Fire, Sesilia Maharani Putri, menyebutkan MapBiomas Indonesia Fire Koleksi 2 ini merupakan pengembangan Koleksi 1, yang dirilis pada 7 Agustus 2024, berisi data dan peta lahan terbakar Indonesia pada rentang 2013-2023.
Akumulasi Luas Kebakaran di Indonesia (2000-2024). Dalam 25 tahun terakhir, kebakaran hutan dan laha
Ia menyebutkan platform ini menyediakan informasi kebakaran tahunan, bulan terjadinya kebakaran, kejadian kebakaran berulang, luas kebakaran kumulatif, serta kondisi tutupan lahan sebelum dan sesudah kebakaran.
Sepanjang 2000-2024, total lahan yang pernah mengalami kebakaran di Indonesia seluas 9,5 juta ha. Kalimantan menjadi wilayah dengan luasan terbakar terbesar 3,7 juta ha (39,1 persen), disusul Sumatera seluas 2,9 juta ha (30,5 persen), Bali–Nusa Tenggara 892.034 ha (9,4 persen), Papua 855.024 ha (9 persen), Jawa 566.615 ha (5,9 persen), Sulawesi 357.691 ha (3,8 persen), dan Maluku 227.115 ha (2,4 persen).
Rata-rata kebakaran per tahun selama 25 tahun mencapai luas 723.961 ha. Jika diurutkan, kebakaran tertinggi terjadi pada 2015 (seluas 2,2 juta ha), 2014 (seluas 1,8 juta ha), 2019 (seluas 1,7 juta ha), 2006 (seluas 1,2 juta ha), 2002 (seluas 1 juta ha), 2023 (seluas 950.030 ha), 2009 (seluas 929.711 ha), 2012 (seluas 929.256 ha), 2018 (seluas 890.596 ha), 2004 (seluas 876.897 ha), 2007 (seluas 845.457 ha), 2016 (seluas 771.541 ha), dan 2005 (seluas 743.497 ha).
Trend terjadinya kebakaran, sebesar 61 persen, terjadi pada September hingga November, dengan puncak pada bulan Oktober. Sedangkan di Sumatera periode kebakaran terjadi dua kali, puncaknya pada Maret dan September.
Lokasi kebakaran berada pada wilayah yang bersinggungan erat dengan aktivitas manusia (antrofik), khususnya di Sumatera, Kalimantan, dan Jawa. Sedangkan dari sisi tutupan lahan, sebesar 63 persen kebakaran terjadi pada vegetasi alami non-hutan, seperti savana, semak belukar, padang rumput, serta gambut dan rawa tidak bervegetasi.
Kebakaran Kumulatif berdasarkan Provinsi dan. Kabupaten/Kota. Data: MapBiomas Fire Indonesia
“Data ini memperlihatkan hanya 1,2% kebakaran terjadi pada tutupan hutan. Artinya, hilangnya tutupan hutan meningkatkan risiko kebakaran secara signifikan,” ujar Sesilia pada peluncuran MapBiomas Fire 2.0: Dua Dekade Kebakaran Indonesia yang diunggah melalui akun youtube Auriga Nusantara pada Selasa (16/12/2025).
Melihat data historikal seperti ini, kata dia, kita bisa lebih memahami kebakaran yang terjadi sehingga memandu kita menemukan cara penanggulangannya.
Selama ini, rujukan utama pemetaan kebakaran di Indonesia berkisar pada data pemerintah dan hotspot dari NASA. MapBiomas Fire, yang data dan petanya dapat diakses publik secara bebas, diharapkan melengkapi dan memperkaya data berikut analisisnya sehingga pemahaman terhadap kebakaran yang terjadi lebih komprehensif.
Ketersediaan data historis kebakaran (dan perubahan tutupan lahan) merupakan tools penting bagi Indonesia merespons fenomena alam sehingga memitigasi bencana. Data jangka panjang memungkinkan identifikasi pola, wilayah rawan, dan hubungan antara kerusakan ekosistem dengan kejadian bencana, sehingga intervensi dapat dilakukan lebih dini dan tepat sasaran.
Pakar Forensik Karhutla dari Institute Pertanian Bogor (IPB), Bambang Hero Saharjo, menyebutkan data-data MapBiomas Indonesia Fire ini dapat membantu untuk mendeteksi kawasan-kawasan rawan, terutama yang mengalami karhutla berulang. Selama ini deteksi ini memakai fire engineering system. Ia berharap MapBiomas Indonesia Fire bisa memberikan masukan ini.
“Saya harap nanti MapBiomas Indonesia Fire ini bisa memberikan masukan-masukan ini sehingga nanti pihak terkait dapat segera melakukan tindakan-tindakan pencegahan,” ucapnya.
Ia menyebutkan langkah pertama ketika melakukan penyelidikan karhutla adalah kebutuhan akan peta. Data MapBiomas Indonesia Fire ini dapat menjadi petunjuk untuk menyusun keperluan ini.
“Ini dapat menjadi tools menyusun scientific evidence,” kata dia.
Mantan penyidik KPK, Novel Baswedan, menyebutkan selama ini kasus karhutla cenderung menjadi ruang tertutup dan gelap. Data MapBiomas Indonesia Fire ini dapat menjadi alat untuk membuatnya menjadi terang.
“Jadi semua, publik, dapat mengawasinya. Makanya yang penting kemudian adalah bagaimana sosialisasi pemanfaatan MapBiomas Fire Indonesia ini dilakukan supaya bisa dipahami,” kata dia.

Share
