LIPUTAN KHUSUS:

Suku Tehit Minta Bupati Selamatkan Hutan Adat


Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Masyarakat adat Tehit menyatakan bahwa tanah adat, hutan adat, dan kekayaan alam di wilayah adat mereka hanya diwariskan untuk kesejahteraan dan keberlangsungan hidup generasi mereka.

Masyarakat Adat

Kamis, 20 November 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Keberadaan izin dan rencana pembangunan perkebunan sawit oleh PT Anugerah Sakti Internusa, dianggap sebagai ancaman bagi masyarakat adat suku besar Tehit, sub suku Mlaqya, sub suku Gemna, sub suku Afsya, sub suku Nakna, dan Suku Yaben yang berdiam di Distrik Konda dan Distrik Teminabuan, Kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat Daya.

Mereka meminta Bupati Sorsel menolak investasi perusahaan besar swasta tersebut demi menyelamatkan wilayah adatnya. Aspirasi tersebut disampaikan perwakilan masyarakat adat secara langsung kepada Bupati Sorsel, pada 14 November 2025.    

Dalam sebuah pernyataan tertulis, masyarakat adat suku besar Tehit mengatakan pemerintah nasional, pemerintah daerah dan perusahaan belum pernah secara terbuka bertemu masyarakat dan meminta persetujuan dari mereka sebagai tuan dan pemilik tanah adat. Mereka menyebut tidak pernah memberikan sejengkal tanah adat dan hutan adatnya kepada perusahaan dan pemodal untuk bisnis perkebunan sawit dan bisnis komoditas lainnya.

“Kami tolak kelapa sawit dengan resmi, karena mengingat generasi kami 10, 20 tahun ke depan mereka mau hidup dimana? Kami juga ingatkan kepada bupati bahwa tanah Tehit adalah Tanah Beradapan,” kata Abner Kondororik dari masyarakat adat Sub Suku Mlaqya, Jumat (14/11/2025).

Perwakilan masyarakat adat suku besar Tehit berfoto usai melakukan pertemuan dan penyampaian aspirasi dengan Bupati Sorsel, pada 14 November 2025. Foto: Istimewa.

Masyarakat adat menilai, perizinan dan rencana operasi perusahaan perkebunan sawit di wilayah adatnya akan menghancurkan dan menghilangkan hak masyarakat adat atas tanah dan hutan adat, menghilangkan mata pencaharian dan pekerjaan tradisional, yang telah menghidupkan mereka turun temurun.

Yulian Kareth dari masyarakat adat Sub Suku Afsya, mengatakan ia dan masyarakat adatnya memiliki hak adat, dan tidak akan menyerahkan tanah dan hutan di wilayah adatnya kepada perusahaan. Yulian bilang, meski hutan di wilayah adat mereka kecil, tapi hutan tersebut menyediakan makanan, dan juga sumber rezeki masyarakat adat.

“Maka kami nyatakan sikap tolak sawit, jika pemerintah akui kami masyarakat adat maka kami juga tidak akui pemerintah,” kata Yulian.

Yulian mengatakan, apabila perusahaan sawit masuk maka ia pastikan hutan di wilayah adat mereka akan hancur. Begitu pula dengan budaya-budaya mereka, gunung, dan tempat keramat juga akan hilang.

“Lalu nanti kami hidup di mana? Kami punya komitmen Negara jika paksakan keadaan maka kami siap bertahan dan berlawan sampai mati di tempat, ini demi generasi kami,” ucapnya.

Presiden RI, Prabowo Subianto dalam pidatonya pada Sidang Umum ke-80 Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di New York, pada 23 September 2025, menyampaikan bahwa Indonesia berkomitmen untuk memenuhi kewajiban Perjanjian Paris 2015 dan menargetkan pencapaian emisi nol bersih pada 2025 atau lebih cepat, melalui pengurangan kerusakan hutan dan memberdayakan masyarakat.

Perizinan dan rencana operasi perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Anugerah Sakti Internusa bertentangan dengan komitmen negara, bertentangan dengan konstitusi dan peraturan-perundangan, serta tujuan prinsip pembangunan berkelanjutan, yang seharusnya menghormati dan melindungi hak-hak masyarakat adat dan lingkungan hidup.

Masyarakat adat menyatakan dan mendesak kepada pejabat Bupati Kabupaten Sorsel untuk mengeluarkan pernyataan dan rekomendasi bahwa pemerintah punya kewajiban menghormati dan melindungi hak dan keputusan masyarakat adat dengan tidak mengeluarkan izin usaha perkebunan dan pemanfaatan sumber daya apapun di atas tanah adat dan wilayah adat mereka.

Mereka juga meminta pejabat Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Sorsel untuk mengeluarkan pernyataan kepada publik bahwa pemerintah tidak akan menerima dan memproses penerbitan Hak Guna Usaha di atas tanah adat milik masyarakat adat kepada perusahaan PT Anugerah Sakti Internusa.

Masyarakat adat menegaskan bahwa tanah adat, hutan adat, dan kekayaan alam di wilayah adat mereka hanya diwariskan untuk kesejahteraan dan keberlangsungan hidup generasi mereka. Mereka menyebut bahwa pengetahuan dan komitmen masyarakat melindungi hutan adat telah memberikan sumbangan bagi kehidupan dan keselamatan masa depan bumi yang berkeadilan dan berkelanjutan.

Dalam pertemuan dengan perwakilan masyarakat adat, Bupati Sorsel, Petronela Krenak, mengatakan sejak ia dilantik sampai dengan saat ini, belum pernah ada investor sawit yang datang kepadanya berbicara untuk masuk di wilayah adat di Konda. Sehingga ia mengaku tidak tahu bagaimana menjawab tuntutan masyarakat adat.

“Kecuali di wilayah Moswaren itu sudah jalan dan masyarakat adatnya menerima. Jadi sepanjang hak ulayat menolak, maka kami pemerintah juga tidak mengizinkan,” ujarnya.

“Kemarin saat di Jakarta, beberapa waktu lalu, kami sudah batalkan semua rencana sawit yang masuk ke Konda. Sepanjang masyarakat adat pemilik hak ulayat tidak menerima, maka saya tidak akan pernah menandatanganinya,” imbuh Petronela.