LIPUTAN KHUSUS:

Jangan Bakar Sampah Plastik Sembarangan


Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Mikroplastik adalah potongan kecil plastik berukuran kurang dari 5 milimeter.

Polusi

Senin, 27 Oktober 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Berdasarkan hasil identifikasi polimer mikroplastik di udara, diketahui bahwa pembakaran sampah plastik menjadi sumber aktivitas paling dominan, terdeteksi di 55,6% dari 18 kota yang diteliti. Demikian menurut penelitian yang dilakukan Ecological Observation and Wetland Conservations (Ecoton) dan Society of Indonesian Environmental Journalist (SIEJ).

Temuan ini mengindikasikan bahwa praktik pembakaran sampah terbuka masih menjadi permasalahan serius di kawasan perkotaan Indonesia, terutama di daerah padat penduduk, kawasan industri, dan lingkungan perumahan yang tidak memiliki sistem pengelolaan sampah yang memadai.

“Proses pembakaran menghasilkan partikel mikroplastik jenis polyolefin termasuk PE (Polyethylene), PP (Polypropylene) dan PB (polybutene), PTFE, dan polyester yang terdispersi di udara melalui jelaga dan abu ringan,” tulis Ecoton dalam sebuah keterangan siaran pers, Sabtu (24/10/2025).

Selain pembakaran sampah plastik, aktivitas rumah tangga dan penggunaan kemasan plastik sekali pakai juga memberikan kontribusi besar (33,3%), terutama di kota-kota dengan konsumsi tinggi produk plastik seperti Jakarta, Denpasar, dan Sidoarjo. Menurut Ecoton, hal ini memperlihatkan keterkaitan langsung antara perilaku konsumsi masyarakat dan peningkatan beban mikroplastik di atmosfer.

Pembakaran sampah plastik memicu kontaminasi mikroplastik di udara. Foto: Ecoton, 2023.

Selanjutnya, aktivitas industri dan konstruksi berkontribusi sebesar 27,8%, terutama di kota dengan kawasan industri besar seperti Bandung, Surabaya, Palembang, dan Pontianak. Emisi mikroplastik dari sektor ini berasal dari penggunaan resin sintetis, cat berbasis polimer, serta bahan bangunan yang mengandung plastik.

Sumber dari laundry dan tekstil domestik (22,2%) menunjukkan bahwa pelepasan serat sintetis dari pakaian selama proses pencucian, pengeringan, dan penjemuran berperan signifikan dalam pencemaran udara mikroplastik di lingkungan domestik.

Sementara itu, aktivitas transportasi seperti gesekan ban, aspal, dan rel KRL menyumbang sekitar 16,7%, mencerminkan hubungan antara kepadatan lalu lintas dengan peningkatan emisi mikroplastik ke atmosfer.

Aktivitas pariwisata (11,1%), perikanan dan pesisir (5,6%), serta pertanian (5,6%) turut menjadi sumber spesifik di wilayah tertentu. Di daerah wisata seperti Denpasar dan Gianyar, penggunaan kemasan sekali pakai dan laundry hotel meningkatkan emisi mikroplastik.

Di wilayah pesisir seperti Bulukumba dan Sumbawa, aktivitas perikanan dan penggunaan plastik pertanian (mulsa) berkontribusi terhadap pelepasan partikel mikroplastik ke udara melalui pembakaran terbuka dan angin permukaan.

”Mikroplastik adalah potongan kecil plastik berukuran kurang dari 5 milimeter. Permukaannya mudah mengikat zat beracun di sekitarnya, seperti logam berat dan bahan kimia berbahaya lainnya. Karena itu, mikroplastik bisa menjadi hingga 106 kali lebih beracun dibandingkan logam berat tunggal, sebab membawa campuran berbagai polutan sekaligus,” ujar Rafika Aprilianti, Kepala Laboratorium Mikroplastik Ecoton.

Ecoton mendorong Kementrian Lingkungan Hidup untuk mengambil langkah-langkah strategis berikut:

  1. Melarang pembakaran sampah terbuka dan memperkuat penegakan hukum lingkungan di tingkat kelurahan.
  2. Meningkatkan fasilitas pemilahan sampah dari sumber serta memperluas jaringan zero waste cities di setiap kecamatan.
  3. Mengembangkan sistem pengolahan organik (kompos dan biodigester) untuk mengurangi volume sampah yang berpotensi dibakar.
  4. Melakukan pemantauan berkala kandungan mikroplastik di udara dan air hujan Jakarta sebagai dasar kebijakan berbasis sains.
  5. Menguatkan kampanye publik dan pendidikan lingkungan untuk mengubah perilaku masyarakat terhadap pembakaran sampah dan penggunaan plastik sekali pakai.

Sebelumnya, penelitian Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkap bahwa air hujan di Jakarta mengandung partikel mikroplastik. Menurut Peneliti Brin, M. Reza Cordova, mikroplastik dalam air hujan berasal dari serat sintetis pakaian, debu kendaraan dan ban, sisa pembakaran sampah plastik serta degradasi plastik di ruang terbuka.

Mikroplastik yang ditemukan umumnya berbentuk serat sintetis dan fragmen kecil plastik, terutama polimer seperti poliester, nilon, polietilena, polipropilena, hingga polibutadiena dari ban kendaraan. Rata-rata, peneliti menemukan sekitar 15 partikel mikroplastik per meter persegi per hari pada sampel hujan di kawasan pesisir Jakarta.

Reza mengatakan, temuan ini menimbulkan kekhawatiran karena partikel mikroplastik berukuran sangat kecil, bahkan lebih halus dari debu biasa, sehingga dapat terhirup manusia atau masuk ke tubuh melalui air dan makanan.

Plastik juga mengandung bahan aditif beracun seperti ftalat, bisfenol A (BPA), dan logam berat yang dapat lepas ke lingkungan ketika terurai menjadi partikel mikro atau nano. Partikel ini juga bisa mengikat polutan lain seperti hidrokarbon aromatik dari asap kendaraan di udara.

“Yang beracun bukan air hujannya, tetapi partikel mikroplastik di dalamnya karena mengandung bahan kimia aditif atau menyerap polutan lain,” kata Reza, saat diwawancarai, Kamis (17/10/2025).