LIPUTAN KHUSUS:
Pasar Eropa Tercemar Kayu Deforestasi Habitat Orangutan
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Habitat orangutan di Kalimantan terancam oleh aktivitas perusahaan-perusahaan penghasil kayu deforestasi yang mencemari pasar Eropa.
Deforestasi
Senin, 27 Oktober 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Produk kayu asal Indonesia yang diperdagangkan di pasar Eropa, terindikasi tercemar kayu hasil penebangan hutan habitat orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus). Hal tersebut terungkap dari hasil investigasi Earthsight dan Auriga Nusantara, yang diuraikan dalam laporan berjudul Risky Business: EU timber imports linked to the destruction of Borneo’s forests, yang dirilis pada Selasa (21/10/2025).
Produk-produk kayu tercemar ini terlacak dihasilkan dari aktivitas penebangan hutan alam yang terjadi di sejumlah konsesi perkebunan kayu dan konsesi perkebunan sawit, yang berlokasi di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Konsesi-konsesi tersebut di antaranya yakni PT Industrial Forest Plantation, PT Bumi Hijau Prima, PT Bina Sarana Sawit Utama, dan PT Indosubur Sukses Makmur.
Empat perusahaan ini tercatat sebagai langganan pengisi daftar pelaku deforestasi di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Setidaknya ada 19.320 hektare hutan alam di dalam konsesi 4 perusahaan tersebut hilang dalam rentang waktu 2021 hingga Juni 2025. Terbesar terjadi di konsesi PT Industrial Forest Plantation, yang mencapai 15.307 hektare.
Kayu-kayu yang dihasilkan dari penebangan hutan alam di perusahaan-perusahaan tersebut kemudian dibeli oleh sejumlah perusahaan dalam negeri lainnya, seperti PT Basirih Industrial, PT Wijaya Triutama Plywood Industri, PT Putra Buana Indonesia Wood Industry, PT Kayu Multiguna Indonesia, dan PT Korindo Ariabima Sari.
Penelusuran yang dilakukan Earthsight dan Auriga Nusantara, menunjukkan bahwa kayu-kayu hasil deforestasi tersebut diduga kuat mencemari produk kayu yang diekspor perusahaan-perusahaan itu ke pasar Eropa. Pada 2024, total volume produk kayu yang berlayar dan beredar di pasar Eropa itu mencapai angka 23.272 m³.
Sejumlah perusahaan di Eropa yang tercatat membeli produk kayu dari lima perusahaan itu, di antaranya adalah Fepco International di Belgia, Seiton BV di Belgia, Timber Trade Connection BV di Belanda, Dekker Hout BV di Belanda, International Plywood BV di Belanda, Kurz KG di Jerman, Impan GMBH di Belgia, Swedia, Jerman, Belanda, Italia dan Perancis.
Dugaan tercemarnya produk kayu yang beredar di pasar Eropa oleh kayu hasil pembabatan hutan habitat orangutan ini cukup kuat. Alasannya, karena seluas lebih dari 100 ribu hektare habitat orangutan kalimantan berada di dalam konsesi perusahaan-perusahaan pendeforestasi tersebut.
Peneliti Auriga Nusantara, Jumrio Nakul mengatakan, luas habitat orangutan kalimantan di masing-masing konsesi perusahaan pelaku penebangan hutan alam di Kalimantan itu cukup besar. Beberapa konsesi bahkan hampir seluruh arealnya berada di dalam habitat.
Ia menguraikan, konsesi kebun kayu PT Bumi Hijau Prima misalnya, dari total luas konsesi 20.355 hektare, sekitar 19.304 hektare di antaranya masuk dalam habitat orangutan kalimantan. Kemudian PT Indosubur Sukses Makmur seluas 16.611 hektare, PT Bina Sarana Sawit Utama sebesar 602 hektare dan PT Industrial Forest Plantation seluas 65.918 hektare.
“Jadi kalau ditotal, ada sekitar 102.436 hektare areal konsesi empat perusahaan itu yang tumpang tindih dengan habitat orangutan kalimantan,” kata Jumrio, pada Kamis (23/10/2025)
Peta kondisi lahan konsesi PT Bumi Hijau Prima. Sumber: Auriga Nusantara.
Peta kondisi lahan konsesi PT Indosubur Sukses Makmur. Sumber: Auriga Nusantara.
Peta kondisi lahan konsesi PT Bina Sarana Sawit Utama. Sumber: Auriga Nusantara.
Lebih lanjut Jumrio mengatakan, empat areal konsesi perkebunan kayu dan sawit ini masih didominasi oleh tutupan hutan alam yang luas. Di dalam konsesi PT Bumi Hijau Prima, luas hutan alam tersisa sebesar 17.585 hektare, PT Indosubur Sukses Makmur 20.444 hektare, PT Bina Sarana Sawit Utama 3.185 hektare, dan di PT Industrial Forest Plantation seluas 56.829 hektare.
Hutan alam tersisa di masing-masing konsesi itu, imbuh Jumrio, relatif cukup banyak berada di dalam habitat orangutan. Per 2024 total luasnya sekitar 74.315 hektare. Rinciannya, di konsesi PT Bumi Hijau Prima seluas 16.718 hektare, PT Indosubur Sukses Makmur 14.530 hektare, PT Bina Sarana Sawit Utama 602 hektare, dan di konsesi PT Industrial Forest Plantation seluas 42.463 hektare.
“Sedangkan untuk total luas deforestasi di dalam habitat orangutan di dalam empat konsesi itu, khususnya pada 2024, seluas 2.256 hektare,” ucap Jumrio.
Selain mengancam habitat orangutan, aktivitas perkebunan kayu, khususnya PT Industrial Forest Plantation, juga mengancam ekosistem gambut. Menurut data yang ditunjukkan Jumrio, terdapat sekitar 10.877 hektare areal bergambut di dalam konsesi perusahaan tersebut, dengan fungsi budidaya.
Peta kondisi lahan konsesi PT Industrial Forest Plantation. Sumber: Auriga Nusantara.
Juru Kampanye Auriga Nusantara, Hilman Afif, menyebut kehancuran hutan Kalimantan bukan hanya tragedi Indonesia, tetapi juga global. Ia berpendapat, orangutan yang terusir, masyarakat adat dan komunitas lokal yang kehilangan ruang, dan iklim yang semakin tidak menentu mencerminkan rapuhnya tata kelola hutan di Indonesia.
Deforestasi, lanjut Hilman, bahkan telah mencapai lahan gambut. Padahal gambut merupakan ekosistem penyimpanan karbon raksasa yang seharusnya menjadi garis pertahanan terakhir melawan krisis iklim.
“Setiap hektare hutan yang hilang merupakan langkah lebih dekat untuk menghancurkan masa depan yang aman bagi generasi mendatang,” katanya dalam sebuah pernyataan tertulis, Selasa (21/10/2025).

Share

