LIPUTAN KHUSUS:

Paksu, Bumil dan Pemanasan Global Nggak Temenan


Penulis : Aryo Bhawono

Data kesehatan menunjukkan cuaca panas membebani jantung, ginjal, dan organ-organ lainnya.

Iklim

Minggu, 26 Oktober 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Ibu hamil perlu mewaspadai cuaca panas ekstrim. Data akademis kesehatan menyebutkan cuaca panas membebani jantung, ginjal, dan organ-organ lainnya. Risiko tersebut diperburuk bagi ibu hamil, karena proses tubuh mereka membutuhkan suhu yang lebih sejuk. 

Pemanasan global, yang disebabkan penggunaan bahan bakar fosil, kian memburuk. Cuaca panas ekstrem semakin intensif, suhu tinggi hingga larut malam, dan catatan cuaca berkali-kali memecahkan rekor peningkatan suhu. Hal ini berarti lebih banyak paparan bagi ibu hamil, terutama di negara-negara berkembang.

Berikut hal-hal yang perlu diketahui tentang ilmu kehamilan dan panas ekstrem, seperti dikutip dari AP

  1. Kehamilan membuat panas lebih sulit ditangani 

Direktur Project HEATWAVE sekaligus profesor madya di Fakultas Kedokteran Grossman Universitas New York, Anna Bershteyn, menyebutkan kehamilan mengubah tubuh dalam berbagai cara, yang dapat membuatnya lebih sulit dan tidak nyaman dalam menghilangkan panas. 

Panas ekstrem di Eropa. Dok. WHO/Sarah Tyler

“Yang jelas, ibu hamil memiliki perut buncit, tergantung usia kehamilannya, dan itu merupakan perubahan rasio permukaan terhadap volume mereka,” katanya.

Project Heatwave sendiri merupakan sebuah inisiatif yang bertujuan untuk meningkatkan penelitian tentang pencegahan kematian akibat panas ekstrem. 

Panas meninggalkan tubuh melalui kulit, sehingga ketika perut membesar maka panas harus menempuh jarak lebih jauh untuk keluar. Seiring bertambahnya usia kehamilan, tubuh membakar lebih banyak kalori, sehingga menciptakan panas internal. Jantung harus bekerja lebih keras, yang dapat menjadi tegang karena panas ekstrem. 

Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (Environmental Protection Agency/ EPA), menyebutkan wanita hamil juga membutuhkan lebih banyak cairan agar tetap terhidrasi, sehingga mereka mungkin lebih mudah mengalami dehidrasi. 

Salah satu cara tubuh mendinginkan diri adalah dengan mengalihkan darah ke kulit dan menjauh dari organ-organ sentral, sehingga kulit seseorang dapat memerah dan memerah saat kepanasan.

Penelitian yang sedang berkembang menunjukkan bahwa berkurangnya aliran darah ke plasenta dapat memengaruhi perkembangan janin. 

Wanita hamil juga lebih berisiko terpapar zat-zat kuat seperti pestisida, peningkatan aliran darah juga dapat meningkatkan penyerapan bahan kimia.

  1. Risiko sebelum, selama, dan setelah kehamilan

Peneliti di University of California Berkeley dan lembaga nirlaba Climate Rights International yang mempelajari kesehatan ibu dan panas, Cara Schulte, menyebutkan penelitian menunjukkan bahwa paparan panas ekstrem, bahkan pada bulan-bulan sebelum hamil, dapat memengaruhi kehamilan di masa mendatang.

EPA sendiri mencatat selama kehamilan, paparan panas jangka pendek sekalipun dapat meningkatkan risiko komplikasi kesehatan ibu yang parah, seperti gangguan tekanan darah tinggi selama kehamilan, menurut EPA. Hal ini termasuk preeklamsia, suatu kondisi yang dapat berakibat fatal bagi ibu dan anak. Panas juga dapat memperburuk kecemasan, depresi, dan perasaan terisolasi. 

Setelah bayi lahir semua hal tersebut diperparah oleh kesulitan yang dialami ibu pasca persalinan dalam merawat anak-anak mereka di tengah cuaca panas. 

Seiring pertumbuhan, anak-anak yang terpapar panas ekstrem di dalam rahim mungkin berisiko lebih tinggi menghadapi tantangan perkembangan sepanjang hidup mereka. Hal ini berpotensi terkait dengan hasil yang merugikan seperti kelahiran prematur atau berat badan lahir rendah.

Lebih lanjut Bershteyn menyebutkan dampak cuaca panas ekstrim terhadap kehamilan kurang diteliti. Selama ini penelitian masih dirangkum dari studi yang merekrut atlet, tentara, atau kaum muda yang bugar. 

"Belum ada tingkat komitmen yang sama terhadap penelitian kesehatan perempuan," kata dia.