LIPUTAN KHUSUS:

Setahun Emisi, 20 Tahun Diobati, Jika Menanam 25 Pohon


Penulis : Kennial Laia

Sektor transportasi, makanan, dan rumah tangga menjadi pemicu tingginya emisi individu di kota-kota Pulau Jawa. Mengobatinya lama.

Lingkungan

Kamis, 24 Juli 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Masyarakat yang hidup di wilayah perkotaan di Pulau Jawa menghasilkan jejak karbon individu yang lebih tinggi dibandingkan wilayah semi perkotaan maupun pedesaan. 

Rata-rata total emisi individu di perkotaan mencapai 3,4 ton setara karbon dioksida per tahun. Untuk menyerap jumlah karbon tersebut membutuhkan sekitar 25 pohon yang dipelihara selama 20 tahun, menurut penelitian terbaru dari Institute for Essential Services Reform (IESR). 

“Tingginya emisi individu wilayah perkotaan berasal dari sektor transportasi, makanan dan rumah tangga. Informasi ini penting untuk membantu pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya merancang strategi yang tepat, seperti penerapan kebijakan terpadu di sektor transportasi,” kata Manajer Transformasi Sistem Energi IESR, Deon Arinaldo. 

Kajian ini dilakukan di sembilan wilayah, yaitu Jakarta Selatan, Bandung, dan Yogyakarta yang dianggap mewakili karakteristik perkotaan. Sementara itu untuk semi perkotaan dan pedesaan, peneliti mengambil sampel dari Bogor, Cirebon, dan Serang; serta kabupaten Purworejo, Banjarnegara, dan Cianjur. Total responden berjumlah 483 orang. 

Kondisi Jakarta yang tampak berkabut asap akibat polusi udara. Foto: Trend Asia.

Hasil kajian menunjukkan bahwa emisi individu di wilayah perkotaan mencapai 3,39 ton setara karbon dioksida per kapita per tahun. Angka ini lebih tinggi dibandingkan wilayah semi perkotaan sebesar 2,81 ton, dan perdesaan 2,33 ton setara karbon dioksida per kapita per tahun.

Koordinator Clean Energy Hub IESR Irwan Sarifudin mengatakan, tiga sektor utama yang berkontribusi terhadap emisi total per individu di Pulau Jawa adalah transportasi (43,34%), makanan (34,91%), dan rumah tangga (21,08%). Menurutnya, tingginya emisi dari sektor transportasi mencerminkan dominasi penggunaan kendaraan pribadi, keterbatasan transportasi publik yang efisien, serta meningkatnya mobilitas di wilayah perkotaan. 

Sementara itu, konsumsi makanan olahan dan produk hewani menyumbang emisi tinggi karena proses produksi dan distribusinya. Di sisi lain, emisi dari sektor rumah tangga berasal dari penggunaan listrik dan bahan bakar seperti gas alam cair untuk kebutuhan domestik.

“Secara umum, kelompok dengan tingkat pendapatan dan konsumsi lebih tinggi berkontribusi lebih besar terhadap emisi gas rumah kaca akibat pola konsumsi yang intensif, penggunaan kendaraan pribadi, dan konsumsi energi yang tinggi,” kata Irwan. 

“Namun, dampak dari emisi tersebut justru lebih dirasakan oleh masyarakat dengan akses terbatas terhadap layanan kesehatan dan perlindungan sosial, dan lebih rentan terhadap risiko perubahan iklim,” katanya. 

Deon mengatakan, jejak karbon individu ini dapat diturunkan dengan membangun kesadaran kolektif. Namun inisiatif dan kebijakan dari pemerintah sangat penting. Di sektor transportasi, misalnya, pemerintah dapat mengembangkan transportasi ramah lingkungan dan terintegrasi untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi. Perluasan jalur sepeda dan penambahan stasiun pengisian kendaraan listrik umum juga penting. 

Sementara, untuk wilayah semi perkotaan, pemerintah perlu memperluas akses transportasi publik yang menghubungkan pusat kota dengan kawasan penyangga, serta membangun fasilitas parkir terintegrasi. Adapun di desa-desa, pemerintah perlu memberikan insentif untuk motor listrik dan peningkatan akses transportasi umum.