LIPUTAN KHUSUS:

Darurat Mangrove: Petambak Pantura Khawatir Sabuk Hijau Hilang


Penulis : Aryo Bhawono

Petambak pesisir utara Karawang, Jawa Barat, meresahkan rencana revitalisasi tambak dengan membabat hutan mangrove.

Kelautan

Kamis, 24 Juli 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Petani tambak pesisir utara Karawang, Jawa Barat, mengaku resah oleh rencana revitalisasi tambak dengan membabat kawasan hutan mangrove. Selain masih belum terang soal pelibatan masyarakat, dampak ekologis pembukaan kawasan sabuk hijau pesisir akan berisiko bencana. 

Petani tambak yang tergabung dalam Jaringan Masyarakat Pantai dan Pesisir (Jampasir) Karawang, Erik Ramdani, mengaku was-was dengan rencana revitalisasi tambak di Pesisir  Pantai Utara Jawa Barat yang tengah dipersiapkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Pasalnya program itu akan memanfaatkan kawasan hutan lindung dan hutan produksi di empat kabupaten -- Bekasi, Karawang, Subang, dan Indramayu. 

“Meski kondisi hutan mangrove di pesisir utara Karawang ini kondisinya tak sebaik seperti yang ideal, tapi kalau itu dibuka makan risikonya rob dan abrasi akan semakin parah. Dan kami lah warga pesisir yang kena dampaknya,” ucap dia dalam perbincangan melalui telepon pada Rabu (23/7/2025).

Ia menyebutkan saat ini saja rob dan abrasi sudah menggerus wilayah desa di pesisir Karawang. Misalnya saja Desa Cemara Jaya Kecamatan Cibuaya, yang wilayahnya sudah tergerus abrasi dan rutin menghadapi rob. Abrasi ini pun sudah mencapai kawasan permukiman. 

Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) menegaskan dukungan terhadap upaya pelestarian mangrove di Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur. Foto: Istimewa

Menurutnya rob merupakan fenomena rutin yang terus menjadi ancaman. Pada bulan Mei dan Juni biasanya banjir rob sering terjadi. air masuk hingga permukiman yang berjarak sekitar satu kilometer. 

“Apalagi dengan wacana alih fungsi hutan mangrove. Mungkin pemerintah tidak sampai mengkaji dampak yang terjadi. Kalau kawasan sabuk hijau  dijadikan tambak, dampaknya sepertinya tidak mereka pikirkan,” kata dia. 

Penetapan kawasan lindung ini sendiri dilakukan melalui SK Kementerian Kehutanan No 274 Tahun 2025 tentang Penetapan Kawasan Hutan untuk Ketahanan Pangan untuk Revitalisasi Tambak Pantai Utara Jawa Barat atas nama Kementerian Kelautan dan Perikanan pada Kawasan Hutan Produksi dan Hutan Lindung di Kabupaten Bekasi, Kabupaten Karawang, Kabupaten Subang, dan Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat.

Menteri Raja Juli Antoni menetapkan alokasi kawasan hutan di pesisir utara Jawa Barat seluas total 20.413,25 ha sebagai kawasan hutan ketahanan pangan (KHKP). 

Alokasi KHKP Kabupaten Karawang seluas 6.979,51 ha berada pada kawasan hutan lindung, Kabupaten Subang seluas 2.369,76 ha berada pada kawasan hutan lindung, dan Kabupaten Indramayu seluas 2.875,48 Ha berada pada kawasan Hutan Lindung.

Alokasi KHKP Kabupaten Bekasi seluas 8.188,49 ha terdiri dari hutan lindung seluas  3.853,28 ha dan hutan produksi tetap seluas 4.335,21 ha.

Sehingga total kawasan hutan lindung yang dijadikan sebagai KHKP mencapai 16.078,03 ha. 

Erik menyebutkan sejauh ini belum ada sosialisasi dari KKP atau Dinas Kelautan dan Perikanan Karawang terkait revitalisasi ini. 

Keterangan KKP sendiri menyebutkan sosialisasi tengah dilakukan dalam rangka Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) tahap I dan II. Mereka memastikan  program ini ramah lingkungan dan mampu mendukung pertumbuhan ekonomi.

Hingga pertengahan Juni 2025 sosialisasi telah dilakukan. Mereka  melibatkan 18 camat dan 49 kepala desa serta kepala dinas kelautan dan perikanan dari empat kabupaten di Jawa Barat, yaitu Bekasi, Karawang, Subang, dan Indramayu.

Erik sendiri masih mencari tahu seberapa jauh petambak rakyat akan dilibatkan dalam program ini. Sejauh informasi yang ia dapatkan program ini justru menyasar pemodal besar, bukan masyarakat. 

Peneliti Kelautan Auriga Nusantara, Parid Ridwanuddin, menyebutkan revitalisasi tambak ini akan memperburuk daya dukung ekologis Pulau Jawa, khususnya bagian utara yang selama ini hanya memiliki hutan alam kurang dari 9 persen. Menurutnya pembangunan di Pulau Jawa seharusnya diarahkan untuk memulihkan daya dukung ekologis bukan sebaliknya. 

“Jika tidak dihentikan, proyek ini akan memicu bencana ekologis lebih buruk pada masa yang akan datang," ucapnya.