
LIPUTAN KHUSUS:
Ibukota Tagih Hak atas Udara Bersih di Jakarta kepada Pemerintah
Penulis : Gilang Helindro
Kami mempertanyakan sejauh mana Menteri Lingkungan Hidup selaku tergugat II telah menjalankan amanat putusan kasasi hak atas udara bersih Jakarta, kata tim hukum Koalisi IBUKOTA.
Iklim
Selasa, 01 Juli 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Koalisi Inisiatif Bersihkan Udara Koalisi Semesta (IBUKOTA) kembali menuntut pemerintah untuk segera menjalankan putusan Mahkamah Agung (MA) terkait hak atas udara bersih di Jakarta dan sekitarnya. Tuntutan ini disampaikan dalam audiensi bersama Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) pada Kamis (25/6), di tengah kondisi polusi udara yang kian memburuk di kawasan Jabodetabek.
Putusan MA No. 2560 K/Pdt/2023 yang memperkuat putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tahun 2021 memerintahkan pemerintah untuk memperketat ambang batas kualitas udara dan melakukan supervisi pengendalian pencemaran. Namun, menurut Koalisi IBUKOTA, hingga kini pelaksanaan putusan tersebut belum terealisasi secara nyata.
“Kami mempertanyakan sejauh mana Menteri Lingkungan Hidup selaku tergugat II telah menjalankan amanat putusan kasasi tersebut,” kata Alif Fauzi tim hukum Koalisi IBUKOTA dalam keterangan tertulisnya, dikutip Senin, 30 Juni 2025.
KLHK mengklaim telah menindaklanjuti putusan itu dengan merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 menjadi PP Nomor 22 Tahun 2021, yang mengadopsi standar ambang batas PM2.5 dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Selain itu, pemerintah juga membentuk Satuan Tugas (Satgas) melalui SK Menteri No. 929/MENLHK/SETJEN/KUM.1/8/2023 untuk menangani pencemaran udara di Jabodetabek.

Namun, menurut Alif, revisi regulasi tersebut belum cukup menjawab tuntutan publik. Data Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA) menunjukkan ambang batas PM2.5 sebesar 15 μg/m³ masih terus terlampaui, dengan rata-rata tahunan di Jabodetabek mencapai 30–55 μg/m³ pada 2024.
Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB), Ahmad Safrudin, menilai belum ada tindakan nyata yang terukur dari pemerintah. Ia menekankan perlunya penerapan bahan bakar rendah sulfur untuk kendaraan bermotor sebagai langkah mitigasi utama emisi sektor transportasi.
“Urgent untuk menerapkan Low Sulfur Fuel dan membatasi penggunaan batu bara di industri serta PLTU Jabodetabek karena keduanya adalah sumber utama pencemaran,” ujar Safrudin.
Peneliti Center for Regulation, Policy, and Governance (CRPG), Dyah Paramita, menyatakan pemerintah daerah juga memiliki peran penting dalam pengendalian polusi udara. Ia menekankan pentingnya rencana aksi yang jelas, transparansi, dan keterlibatan publik. “Dengan partisipasi masyarakat, proses pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pengadilan bisa lebih efektif,” kata Dyah.
Koalisi IBUKOTA menyatakan akan terus mengawal pelaksanaan putusan pengadilan dan menuntut tanggung jawab pemerintah dalam menjamin hak warga atas udara bersih.