LIPUTAN KHUSUS:

Apel Green Berharap Tambang Ilegal di Nagan Raya Ditindak


Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Aktivitas tambang ilegal hanya akan memperburuk tata kelola sumber daya alam di Aceh.

Tambang

Senin, 21 April 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Sejumlah perusahaan tambang batu bara yang beroperasi di Gampong Krueng Mangkom dan Gampong Paya Udeung, Kecamatan Seunagan, Nagan Raya, diduga keras tidak memiliki izin eksplorasi maupun izin eksploitasi yang sah. Yayasan Apel Green Aceh berharap lembaga legislatif di Nagan Raya segera melaporkan perusahaan-perusahaan tersebut ke penegak hukum.

Direktur Apel Green Aceh, Rahmad Syukur, menjelaskan, pada Rabu (16/4/2025), sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Nagan Raya melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke lokasi tambang yang dikelola oleh PT AJB dan PT MIFA Bersaudara di Gampong Krueng Mangkom dan Gampong Paya Udeung, Kecamatan Seunagan.

Hasil sidak tersebut memperlihatkan indikasi kuat bahwa kegiatan pertambangan yang dilakukan oleh kedua perusahaan berlangsung tanpa kejelasan dokumen perizinan. Hal ini menimbulkan kekhawatiran besar akan dampak sosial dan ekologis yang dapat ditimbulkan, terlebih lagi wilayah tersebut berada dekat dengan kawasan permukiman, lahan pertanian, serta sumber air masyarakat.

Rahmad mengatakan apabila benar dua perusahaan tambang itu tidak memiliki izin eksplorasi dan eksploitasi, maka aktivitas mereka merupakan bentuk pelanggaran serius terhadap hukum negara. Ini bukan sekadar masalah administrasi, tapi bentuk kejahatan lingkungan dan perampasan ruang hidup masyarakat.

Sejumlah anggota DPRK Nagan Raya melakukan sidak ke lokasi tambang yang berlokasi di Gampong Krueng Mangkom dan Gampong Paya Udeung, Kecamatan Seunagan. Foto: Apel Green Aceh.

“DPRK (Dewan Pertimbangan Rakyat Kabupaten) jangan hanya datang melihat, tapi harus berani mengambil sikap dan segera melaporkan perusahaan-perusahaan ini ke aparat penegak hukum,” kata Rahmad, dalam sebuah rilis, Sabtu (19/4/2025).

Menurut Rahmad, pembiaran terhadap aktivitas tambang ilegal hanya akan memperburuk tata kelola sumber daya alam di Aceh, serta mencederai semangat otonomi daerah yang seharusnya digunakan untuk melindungi kepentingan masyarakat, bukan korporasi.

Rahmad bilang, mengingat temuan di lapangan dan desakan publik yang semakin kuat, DPRK Nagan Raya tidak bisa lagi bersikap pasif. Sidak yang telah dilakukan harus segera ditindaklanjuti dengan pelaporan resmi kepada pihak berwenang, agar proses penegakan hukum berjalan transparan dan adil.

“Jika ditemukan unsur pelanggaran hukum, maka PT AJB dan PT MIFA Bersaudara harus diberi sanksi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, serta peraturan lingkungan hidup lainnya,” katanya.

Langkah ini, imbuh Rahmad, penting untuk memastikan bahwa praktik pertambangan di Nagan Raya tidak berlangsung di luar kerangka hukum dan etika. Rahmad berpendapat, DPRK sebagai representasi rakyat dituntut untuk menunjukkan keberpihakan yang jelas terhadap lingkungan dan kesejahteraan masyarakat, bukan tunduk pada kepentingan bisnis yang merugikan.