LIPUTAN KHUSUS:
Anggota DPR Bajak Revisi UU Minerba di Paripurna
Penulis : Aryo Bhawonoi
Proses kilat dan tertutup dari usulan hingga level paripurna menunjukkan revisi UU Minerba merupakan pesanan segelintir orang.
Hukum
Jumat, 24 Januari 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Rapat paripurna DPR menyetujui revisi keempat UU No 4 Tahun 2009 Tentang Mineral dan Batu Bara (Minerba) menjadi RUU usulan DPR. Proses kilat dan tertutup usulan hingga level paripurna ini menunjukkan revisi UU Minerba merupakan pesanan segelintir orang.
Persetujuan atas revisi keempat UU Minerba menjadi RUU usulan DPR ini dilakukan dalam Rapat Paripurna Ke-11 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024-2025 yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, pada Kamis (23/1/2025). Proses persetujuan ini pun sama halnya ketika di Badan Legislasi, kilat dan tertutup.
Pandangan fraksi tidak dibacakan melainkan diberikan secara tertulis kepada pimpinan DPR. Perwakilan fraksi pun hanya mengantre memberikan berkas, lalu pertanyaan persetujuan dilontarkan oleh Dasco.
“Apakah RUU tentang perubahan keempat atas UU No 4 tahun 2009 Tentang Mineral dan Batu Bara menjadi RUU usulan DPR RI disetujui oleh anggota dewan?” ucap Dasco.
Koor setuju memenuhi ruang Paripurna di Gedung Nusantara Komplek Parlemen di Senayan, Jakarta, menjawab pertanyaan itu. Palu lantas diketok, tanda persetujuan selesai.
Pengambilan keputusan ini tak lebih dari tiga menit, kilat.
Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI), Jeirry Sumampow, menyebutkan rangkaian persetujuan DPR atas usulan ini menunjukkan pembajakan terhadap demokrasi. Ia curiga usulan revisi ini cuma dimiliki segelintir orang atau kelompok. Pastinya, kelompok ini punya kuasa besar hingga dapat mendesak DPR untuk menjalankan prosedur pembentukan regulasi demi kepentingan itu.
Pembuatan perundangan mestinya didahului dengan penyerapan aspirasi masyarakat. Namun proses ini tak nampak ketika rapat pleno di Baleg. Alhasil seluruh agenda di DPR membahas usulan revisi keempat UU Minerba, termasuk rapat paripurna, hanya menjadi forum formal yang sekedar digelar tanpa memiliki substansi.
“Jadi (dalam) model seperti ini kesepakatan sudah dibuat di awal karena itu prosedur tidak jadi penting lagi. Jadi forum-forum formal itu untuk mengesahkan sesuatu yang sudah disepakati, seperti paripurna, tidak terlalu penting lagi pandangan dengan mekanisme di dewan. Ini kacau,” kata dia.
Pandangan fraksi, kata dia, mestinya disampaikan secara terbuka supaya masyarakat melihat perilaku anggota dewan pilihannya.
“Kalau prosesnya seperti ini, persetujuan politisi Senayan atas revisi keempat UU Minerba ini tak pernah mempertimbangkan kondisi masyarakat terdampak pertambangan. Mereka seharusnya merupakan stakeholder yang sangat penting aspirasinya. Ini artinya proses legislasi di bypass,” ucapnya.
Manajer Kampanye Tambang dan Energi Wahna Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Rere Christanto, menyebutkan tak mungkin anggota DPR tak mengetahui masyarakat yang kena dampak buruk pertambangan. Mereka pasti mengetahuinya namun tak mau tahu. Ironisnya lagi, ketidakpedulian ini pun ditunjukkan dalam keberpihakan mereka ketika membuat regulasi.
Environmental Outlook 2025 Walhi bertajuk ‘Melanjutkan Tersesat, atau Kembali ke Jalan yang Benar: Untuk Kedaulatan Bangsa dan Lingkungan Hidup yang Lebih Baik’ , menyebutkan masyarakat sekitar tambang terancam bencana dan kriminalisasi.
Data tersebut menyebutkan sepanjang 2024 terjadi 1.088 banjir dan 135 kejadian tanah longsor. Besarnya angka ini telah memberikan gambaran kepada publik bahwa terjadi kerusakan lingkungan hidup yang serius sehingga mempercepat terjadinya bencana.
Sementara soal ancaman pelanggaran HAM sendiri pada kurun waktu 2014–2024, Walhi mencatat setidaknya terdapat 1.131 orang yang terdiri dari 1.086 laki-laki, 34 perempuan, dan 11 anak-anak yang mengalami kekerasan dan kriminalisasi. Bahkan di antaranya tewas akibat tembakan dari aparat keamanan saat memperjuangkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Pelanggaran HAM didominasi oleh perkebunan kelapa sawit dan pertambangan.
“Kabar korban pertambangan ini ada dimana-mana. Dan ironis sekali tidak terdengar dalam usulan revisi keempat UU Minerba,” ucap Rere.