LIPUTAN KHUSUS:

Besok, PP Jokowi Soal Izin Tambang Ormas Agama Digugat ke MA


Penulis : Aryo Bhawono

Sejumlah aktivis NU dan Muhammadiyah ikut rombongan penggugat.

Hukum

Senin, 30 September 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Koalisi Masyarakat Sipil mengajukan permohonan hak uji materiil terhadap regulasi tambang untuk ormas ke Mahkamah Agung. Regulasi ini tak hanya cacat hukum namun juga berpotensi suap politik. 

Sebanyak enam lembaga dan 10 perorangan yang tergabung dalam Tim Advokasi Tolak Tambang akan mengajukan hak uji materiil Peraturan Pemerintah No 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP No 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Mereka akan mendaftarkan permohonan ke Mahkamah Agung pada 1 Oktober, bertepatan dengan Hari Kesaktian Pancasila.

Pemohon dari lembaga adalah Perkumpulan Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Nasional, Yayasan Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Nasional, Trend Asia, Perserikatan Solidaritas Perempuan, Perkumpulan Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulawesi Tengah, dan Lembaga Naladwipa Institute for Social and Cultural Studies.

Sedangkan pemohon individu di antaranya adalah Asman Aziz (Wakil Sekretaris Tanfidziyah PWNU Kalimantan Timur), Buyung Marajo (Koordinator FH Pokja 30), Dwi Putra Kurniawan (Dewan Pengurus Wilayah Serikat Petani Indonesia Kalimantan Selatan), Inayah Wahid (Warga Masyarakat Peduli Lingkungan), Kisworo Dwi Cahyono (Direktur Eksekutif Walhi Kalimantan Selatan), Mareta Sari (Koordinator Jatam Kalimantan Timur), Rika Iffati Farihah (Wakil Ketua I Pengurus Pimpinan Wilayah Fatayat NU Daerah Istimewa Yogyakarta), Sanaullaili (anggota Bidang IV Kajian Politik Sumber Daya Alam, Lembaga Hikmah, dan Kebijakan Publik, PP Muhammadiyah), Siti Maemunah (Anggota Badan Pengurus Jatam), dan Wahyu Agung Perdana (Kepala Bidang Kajian Politik Sumber Daya Alam LHKP PP Muhammadiyah). 

Corat-coret di tembok soal izin tambang untuk ormas keagamaan. Sumber: X/ @BudhyNurgianto

Pemberian izin tambang bagi ormas keagamaan didasarkan pada Pasal 83 A PP No  25 Tahun 2024. Pasal itu berisi tujuh butir mengenai pemberian prioritas bagi badan usaha milik ormas keagamaan untuk mengelola wilayah eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B). 

Anggota Tim Kuasa Hukum, Wasingatu Zakiyah, menerangkan pasal ini bertentangan dengan UU No 3 Tahun 2020 Tentang Pertambangan Mineral Batu Bara. Pasal 75 ayat 3 dan 4 UU itu menyebutkan prioritas pemberian Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) diberikan kepada BUMN dan BUMD. Sedangkan Badan Usaha swasta mendapatkan IUPK melalui lelang. 

“Jadi PP No 25 Tahun 2024 ini bertentangan dengan perundangan di atasnya, yakni UU No 4 Tahun 2020 Tentang Pertambangan Minerba. Bisa dikatakan pasal 83 A PP 25 Tahun 2024 itu cacat hukum,” ucap dia dalam diskusi pada Jumat (27/9/2024).

Hingga saat ini sudah ada tiga ormas keagamaanyang menerima tawaran pemerintah ini, yakni Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, dan Pimpinan Pusat Persatuan Islam (Persis).

Sikap ini menjadi ironi karena sebelumnya mereka, NU dan Muhammadiyah, menjadi salah satu garda yang mendukung pelestarian lingkungan. NU misalnya, pada Muktamar ke-34 merekomendasikan pemerintah untuk fokus dan serius mengambil langkah-langkah mengurangi deforestasi menjadi nol hektare pada 2023 serta mengakselerasi transisi ke energi terbarukan. 

Muhammadiyah sendiri juga telah sejak lama bergerak di bidang advokasi lingkungan hidup, salah satunya dengan membentuk Majelis Lingkungan Hidup dan Muhammadiyah Climate Center, serta menerbitkan buku ‘Teologi Lingkungan: Etika Pengelolaan Lingkungan dalam Perspektif Islam’. 

Kuasa hukum lainnya dari YLBHI, Muhamad Isnur menyebutkan pemberian izin tambang untuk ormas keagamaan sebagai kebijakan buruk. Produk hukum kebijakan ini pun amburadul.  

Kerancuan beleid itu nampak dari nihilnya definisi ormas keagamaan. Hal ini mengakibatkan bias dan sangat tidak jelas dari segi peraturan.

“Kerancuan ini patut diduga tidak muncul begitu saja, tetapi sejak 2021 sudah ada janji dari Presiden untuk membagi izin pertambangan. Lalu tiga tahun kemudian ada pemilu dan sekarang kita mendekati pilkada serentak. Patut dicurigai ada ijon di sini,” ucap dia.  

Akademisi Hukum Tata Negara UGM, Herlambang Perdana Wiratraman menjelaskan tingginya potensi kerusakan lingkungan dan ketidakadilan sosial akibat pemberian izin tambang ormas keagamaan. Konflik sosial pun berpotensi merebak setelahnya.  

Menurutnya pemberian izin tambang untuk ormas keagamaan lebih besar keburukan ketimbang manfaatnya. Ormas keagamaan akan diseret ke bisnis pertambangan yang merusak lingkungan. Padahal, lingkungan hidup yang bersih dan sehat semestinya dijaga dan dilestarikan khusus oleh ormas keagamaan sesuai dengan ajaran agama. 

“Ormas keagamaan semestinya tidak boleh memikirkan kepentingan ormasnya saja, melainkan harus juga memikirkan dan menyiapkan lingkungan yang bersih dan sehat untuk generasi mendatang (intergenerational equity),” kata Herlambang.

Salah seorang pemohon, Hema Situmorang dari Jatam, menyebutkan dirinya sehari-hari bekerja mengadvokasi warga lingkar tambang. Tiap hari pula dirinya menyaksikan kerusakan lingkungan dan kesulitan yang dirasakan oleh warga lingkar tambang.    

Selama di Kalimantan Timur ia tak bisa melupakan derita hidup di lingkar tambang. "Pengalaman yang tidak bisa saya lupakan adalah melihat bagaimana kegiatan pertambangan benar-benar merusak lingkungan. Bayangkan, untuk mencari 1 gram emas saja, kita membutuhkan lebih dari 100 liter air. Dampaknya tentu warga di sekitar lingkungan tambang sangat sulit untuk mendapatkan air bersih karena akan dikooptasi oleh perusahaan tambang,” ucap Hema. 

Pemohon lain yang merupakan warga Kalimantan Timur, Mareta Sari, menceritakan kehancuran yang dialami kampungnya. Ia tinggal di Bengalon, Kutai Timur, yang berada di dekat konsesi Kaltim Prima Coal. 

Pada 2011 Desa tetangganya yang hanya berjarak 3 km dipaksa pindah dan menempati rumah kayu dengan fasilitas dua kamar. Warga menolak tetapi sungai sumber air mereka diduga diracuni dengan limbah tambang. Alhasil mereka terpaksa pindah dan hanya mendapat jatah hidup untuk keperluan sehari-hari. 

“Jatah hidup itu sarden, indomie, dan beras saja. Ini jauh dari perolehan mereka sebelumnya,” ungkapnya. 

Itu, kata dia, belum seberapa. Fasilitas kesehatan berupa posyandu dan sekolah berhenti karena petugas dan guru dilarang masuk oleh pihak perusahaan. 

Ironisnya lagi kini lahan bekas PKP2B milik PT KPC itu akan dikelola oleh ormas keagamaan NU. 

“Jadi soal tambang yang ramah lingkungan itu omong kosong saja. Lingkungan sudah rusak dan ormas datang untuk menambang. Siapapun yang protes bakal memicu konflik horizontal,” katanya.