LIPUTAN KHUSUS:

2 Pembela Lingkungan Torobulu Diminta Dibebaskan


Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Tim Advokasi beranggapan, menjatuhkan pidana kepada mereka yang memperjuangkan lingkungan hidup, sama dengan membiarkan kerusakan lingkungan terus terjadi.

Hukum

Minggu, 25 Agustus 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Tim Advokasi Rakyat Torobulu meminta Andi Firmansyah (41) dan Hasilin (31), dua pembela lingkungan Desa Torobulu, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (Sultra), dibebaskan. Tim Advokasi beranggapan, memidanakan mereka yang memperjuangkan lingkungan hidup, sama dengan membiarkan kerusakan lingkungan terus terjadi.

Andi dan Hasilin didakwa merintangi aktivitas pertambangan, atas laporan PT Wijaya Inti Nusantara (WIN), dan tengah menjalani persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Andoolo. Pemeriksaan saksi dari jaksa penuntut umum (JPU) dan dari kuasa hukum terdakwa telah selesai. Dalam waktu dekat, JPU akan membacakan tuntutan. Persidangan semakin mendekati pembacaan putusan.

"Kita semua akan menjadi saksi, apakah majelis hakim yang memeriksa perkara ini berpihak pada keadilan dan lingkungan hidup, atau sebaliknya, membuat putusan yang secara langsung membuat kerusakan lingkungan terus terjadi," kata Muhammad Ansar dari Lembaga Bantuan Hukum Makassar, sekaligus Kuasa Hukum Andi dan Hasilin, dalam sebuah rilis, Jumat (23/8/2024).

Ansar mengatakan, jika para penegak hukum melihat aspek perlindungan hukum bagi pejuang lingkungan hidup, Andi dan Haslilin yang merupakan warga Desa Torobulu tak diadili di persidangan. Laporan polisi yang dibuat PT WIN, yang menuduh kedua terdakwa merintangi aktivitas pertambangan hanyalah mengada-ada.

Warga Torobulu dan mahasiswa mengelar aksi di depan PN Andoolo, Rabu (7/8/2024). Foto: Istimewa.

Laporan polisi yang dibuat oleh perusahaaan, lanjut Ansar, yang kini berujung pada persidangan merupakan bentuk kriminalisasi terhadap pejuang lingkungan. Pelaporan yang berujung pada persidangan merupakan perintangan, pembungkaman oleh perusahaan atas upaya warga untuk berpartisipasi, menggunakan atau meminta haknya untuk menjaga dan melindungi lingkungan hidup.

"Tindakan perusahaan tersebut masuk dalam kategori SLAPP (Strategic Lawsuit Against Public Participation). SLAPP merupakan bentuk pembungkaman yang seringkali dijadikan senjata untuk menyerang pembela HAM dan pejuang lingkungan," kata Ansar.

Ansar menuturkan, kedua terdakwa merupakan masyarakat yang terdampak langsung aktivitas pertambangan PT WIN yang beroperasi di desa mereka. Sumber mata air mereka ditambang, debu beterbangan masuk ke rumah-rumah mereka, kebisingan akibat aktivitas alat berat, lubang tambang yang menganga yang sangat membahayakan warga serta dugaan pencemaran di wilayah pesisir Pantai.

Di dalam konstitusi Indonesia, sambung Ansar, lingkungan hidup disebut secara jelas dan merupakan hak konstitusional dan hak asasi manusia setiap orang. Pengaturan tentang lingkungan hidup di dalam konstitusi dapat dimaknai bahwa negara melihat perlindungan terhadap lingkungan hidup dalam hal ini hak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat merupakan aspek yang fundamental.

Ansar menerangkan, perlindungan terhadap lingkungan hidup juga dijabarkan di dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH). Di dalamnya mengatur tentang perlindungan terhadap pejuang lingkungan hidup yang tak bisa digugat secara perdata maupun dituntut pidana.

"Pengaturan tersebut merupakan Anti SLAAP yang menjadi tameng hukum pelindung para pejuang lingkungan, termasuk kedua terdakwa yang memperjuangkan lingkungan hidup di kampung mereka sendiri," katanya.

Di lingkungan penegak hukum, imbuh Ansar, seperti Kejaksaan dan Mahkamah Agung, terdapat aturan internal untuk melindungi pembela lingkungan dari ancaman kriminalisasi. Misalnya, Pedoman Jaksa Agung Nomor 08 Tahun 2022 yang secara jelas memberi kewenangan kepada jaksa untuk meminta penyidik agar melakukan penghentian penyidikan jika melihat perbuatan tersangka merupakan upaya memperjuangkan lingkungan hidup.

Sementara itu, terdapat Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2023, yang pada intinya mewajibkan hakim untuk memeriksa apakah terdapat unsur SLAPP, jika menemukan unsur SLAPP hakim berwenang menghentikan kasus dalam putusan sela.

"Sangat terang di persidangan bahwa aksi protes mereka (Andi dan Hasilin) mendatangi aktivitas perusahaan di dekat pemukiman warga merupakan bentuk partisipasi yang dilakukan warga dengan tidak melawan hukum dan dengan itikad baik demi menjaga lingkungan hidup sehingga tidak bisa dipidana," ujar Ansar.

Ansar mengungkapkan, di persidangan terungkap bahwa perusahaan tak pernah menunjukkan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Amdal) yang diminta oleh warga sebagai dokumen yang harus diberikan perusahaan kepada warga sebagai dasar untuk memantau dan mengelola lingkungan.

Ansar bilang, semua saksi yang dihadirkan di persidangan, baik saksi yang dihadirkan JPU maupun saksi yang dihadirkan oleh kuasa hukum terdakwa, mengakui bahwa berulang kali warga termasuk terdakwa meminta dokumen Amdal perusahaan lewat pertemuan yang dimediasi oleh Pemerintah Desa Torobulu, sampai Pemerintah Kabupaten Konawe Selatan, tapi perusahaan tak bisa menunjukkan.

"Berulang kali warga melaporkan dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan. Namun, laporan tersebut tak pernah ditindaklanjuti," kata Ansar.

Di persidangan, Ansar melanjutkan, semua ahli yang dihadirkan oleh jaksa maupun kuasa hukum menyatakan bahwa hak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat merupakan hak setiap orang, termasuk terdakwa. Semua ahli sepakat bahwa masyarakat punya hak untuk berpartisipasi dan partisipasi masyarakat tak bisa dipidana maupun digugat secara perdata.

Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sultra, Andi Rahman, mengatakan, di tengah kerusakan lingkungan yang terus terjadi dan ancaman kerusakan di depan mata akibat aktivitas pertambangan, kehadiran pejuang lingkungan menjadi penting untuk menyampaikan kritik dan pendapat agar kerusakan lingkungan dan dampak buruk lainnya tidak meluas.

"Terlebih jika kritik dan penyampaian pendapat itu dilakukan oleh mereka yang terdampak langsung. Memidanakan pejuang lingkungan sama saja dengan membiarkan kerusakan lingkungan terjadi. Pengawasan dan dukungan masyarakat luas menjadi sangat penting. Terkhusus pengawasan terhadap persidangan yang sedang berlangsung," kata Andi Rahman.

Tim Advokasi Rakyat Torobulu, lanjut Andi Rahman, menyampaikan sejumlah permintaan, yakni meminta Komisi Yudisial cq. Kantor Penghubung Komisi Yudisial Wilayah Sultra melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap hakim yang memeriksa perkara kriminalisasi pejuang lingkungan Torobulu.

Kemudian, meminta PN Andoolo cq. majelis hakim yang memeriksa perkara ini memutus bebas (vrijspraak) atau lepas (ontslag) kedua terdakwa pejuang lingkungan Torobulu. Selanjutnya, meminta PT WIN dan penegak hukum menghentikan kriminalisasi dan segala bentuk intimidasi kepada warga yang memperjuangkan lingkungan.

"Meminta pemerintah dan penegak hukum untuk memeriksa, mengaudit dan mendorong penegakan hukum atas dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PT Wijaya Inti Nusantara, dan mencabut izin usaha pertambangan PT Wijaya Inti Nusantara," kata Andi Rahman.

Tim Advokasi Rakyat Torobulu sendiri merupakan aliansi berbagai organisasi masyarakat sipil, termasuk di antaranya LBH Makassar, Trend Asia, Walhi Sultra, LBH Kendari, dan Torobulu Melawan.