LIPUTAN KHUSUS:

KSBAS Desak Cabut Izin 4 Perusahaan di Bentang Alam Seblat


Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Rumah gajah sumatra di Bentang Alam Seblat telah mengalami kehilangan banyak hutan akibat perambahan, kegiatan eksploitasi hutan dan konversi lahan.

Biodiversitas

Selasa, 13 Agustus 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Koalisi Selamatkan Bentang Alam Seblat (KSBAS) Bengkulu menuntut pemerintah mencabut izin empat perusahaan yang mengeksploitasi Bentang Seblat yaitu PT Inmas Abadi, PT Anugrah Pratama Inspirasi (API), PT Bentara Arga Timber (BAT), PT Alno Agro Utama (AAU). Langkah ini demi menyelamatkan gajah sumatra (Elephas maximus sumatranus) dari kepunahan.

Desakan tersebut disampaikan KSBAS Bengkulu yang beranggotakan organisasi terdiri dari mahasiswa, komunitas, siswa dan organisasi masyarakat sipil pada peringatan Hari Gajah Sedunia 2024 yang digelar di Pusat Latihan Gajah (PLG) Seblat di Bengkulu Utara pada 10-11 Agustus 2024. Peringatan hari gajah 2024 dirangkai dengan diskusi, eksplore habitat gajah, hingga penyampaian desakan penyelamatan gajah Seblat.

“Koalisi menuntut Kementerian ESDM mencabut izin pertambangan batubara PT Inmas Abadi di atas areal seluas 4.050 hektare yang berada di habitat kunci gajah Seblat,” kata Suarli Sarim , koordinator kemah lingkungan peringatan Hari Gajah Sedunia, di PLG Seblat, Minggu (11/8/2024).

Anggota koalisi juga mendesak Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) mencabut Izin PT Anugrah Pratama Inspirasi (PT API), PT Bentara Arga Timber (PT BAT) yang memiliki hak pengusahaan hutan seluas 44.476,15 ha di Bentang Seblat. Mereka juga menuntut Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) agar mencabut hak guna usaha (HGU) perkebunan PT Alno Agro Utama (AAU) yang membelah habitat gajah.

Koalisi Selamatkan Bentang Alam Seblat (KSBAS) Bengkulu menggelar aksi kemah lingkungan memperingati Hari Gajah Sedunia di Pusat Latihan Gajah (PLG) Seblat, 10-11 Agustus 2024. Foto: KSBAS

“Kami mendesak KLHK untuk lebih serius menyelamatkan gajah sumatra dengan menyelamatkan habitat satwa terancam punah ini,” kata Suarli.

Koalisi mencatat, populasi gajah sumatra di Bengkulu mengalami penurunan drastis dari 100-150 pada 2008 menjadi tidak lebih dari 50 ekor pada 2024. Mamalia darat besar tersebut tersebar hanya di dua kantong, yaitu kantong Air Rami dan Air Teramang wilayah Bengkulu Utara dan Mukomuko.

Menurut Koalisi, penurunan populasi ini salah satunya akibat kehilangan hutan sebagai “rumah” satwa langka itu. Konsorsium Bentang Alam Seblat mencatat ditemukan tiga ekor gajah mati dalam kurun 2020-2022.

Padahal satwa gajah masuk ke dalam daftar merah spesies terancam punah (critically endangered) yang dikeluarkan Lembaga Konservasi Dunia-IUCN. Gajah sumatra juga masuk dalam satwa dilindungi menurut Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan diatur dalam peraturan pemerintah yaitu PP No 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.

Selain menjadi rumah terakhir gajah, Bentang Seblat seluas 323 ribu hektare juga memiliki fungsi layanan alam bagi kehidupan dan penghidupan rakyat di Kecamatan Putri Hijau dan Marga Sakti Seblat, terutama sebagai sumber air.

Berdasarkan pantauan Konsorsium Bentang Alam Seblat, periode 2020-2023, dari 80.978 hektare area kunci habitat gajah di Bentang Seblat, seluas 31,1 ribu hektare sudah rusak akibat perambahan hutan untuk dijadikan kebun sawit.

“Ini menunjukkan keseriusan menyelamatkan hutan Seblat juga dipertanyakan,” kata Jorgi Samudra Triananda dari Kelompok Aktivis Mahasiswa Pecinta Alam (MAHUPALA) Universitas Bengkulu.