LIPUTAN KHUSUS:
AKSIBRANTAS Berakhir 2024, Ecoton Usulkan Replikasi
Penulis : Gilang Helindro
Kolaborasi AKSIBRANTAS perlu dikembangkan dan direplikasi agar masyarakat dapat berpartisipasi aktif menjaga sungai di wilayahnya.
Lingkungan
Selasa, 28 Mei 2024
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Pelibatan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya air belum mendapat ruang yang cukup. Thara Bening Sandrina, Koordinator River Warrior Ecoton mengatakan, pengelolaan sumber daya air masih didominasi oleh kepentingan korporasi. Adapun pembangunan infrastruktur pengairan, ujarnya, seringkali mengabaikan pelibatan masyarakat dalam semua tahapan pelaksanaan program pengelolaan sumber daya air, sehingga memicu ketidakadilan dan pelanggaran hak asasi manusia serta dampak kerusakan lingkungan yang merugikan masyarakat lokal.
Menurut Thara, kelompok masyarakat yang penting untuk dilibatkan dalam penyelamatan sungai adalah perempuan dan anak. “Pelibatan perempuan dan anak adalah kunci pemulihan kerusakan sungai Indonesia. Perempuan memegang kendali pengelolaan sampah yang menjadi masalah utama polusi sampah di Sungai, Gen Z memegang pengaruh untuk perubahan,” kata Thara, dikutip Senin, 27 Mei 2024.
Daru Setyorini, Direktur Ecoton menambahkan, perempuan dan anak ini juga merupakan kelompok yang rentan terdampak polusi lingkungan namun belum mendapat akses informasi dan partisipasi dalam pengelolaan sumber daya air.
Untuk menghadapi polusi ini, menurut Daru, kapasitas masyarakat komunitas peduli lingkungan penting ditingkatkan agar mampu berpartisipasi aktif dalam pengelolaan sumber daya air, pemulihan kualitas air dan kerusakan sungai serta mengembangkan solusi lokal yang efektif mengurangi ancaman kerusakan sungai di daerahnya. Karena itulah, sejak 2018-2024, Ecoton menggelar program AKSIBRANTAS untuk memulihkan kualitas air dan sungai di kali Brantas. Dalam aksi ini Ecoton berkolaborasi dengan 5 lembaga di Belanda dan Indonesia. “Salah satu tujuan proyek ini adalah meningkatkan partisipasi masyarakat di Sungai Brantas, khususnya perempuan dan anak dengan memberikan pelatihan pemantauan pencemaran dan kerusakan sungai melalui program Citizen Science dan menjalin koordinasi dan kolaborasi untuk menjalankan aksi solusi dengan pemerintah, lembaga pendidikan dan komunitas,” kata Daru.
Emily Kroft, peneliti kualitas air danau dari Kanada menyebut, progra,m AKSIBRANTAS adalah model yang sangat bagus dan mereka mendapat inspirasi aksi yang dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemulihan kualitas air. “Program ini sangat bagus, dan dapat menginspirasi masyarakat dalam meningkatkan partisipasi pemulihan air,” katanya.
Program AKSIBRANTAS yang telah dilaksanakan selama 6 tahun ini diklaim telah memperkuat 15 kelompok komunitas peduli Sungai Brantas terdiri dari kelompok perempuan, mahasiswa dan pelajar. Komunitas Aliansi Lereng Wilis (ALWI) Tulungagung dan Hijau Daun Kediri melakukan aksi rutin penghijauan dan perawatan pohon, serta membersihkan sampah di Gunung Wilis dan mendorong kebijakan pemerintah untuk membatasi penggunaan plastik sekali pakai di Kabupaten Tulungagung dan Kediri. Pelajar dan mahasiswa membentuk kelompok pemantau sungai seperti kelompok Polisi Air SMPN 1 Wonosalam Jombang, Trash Control Community UINSA dan Envigreen UIN Malang. Kelompok perempuan juga dibekali dengan keterampilan mengembangkan green business untuk mengurangi timbulan sampah plastik, dengan Toko Refill dan produk guna ulang tas belanja, popok dan pembalut wanita berbahan kain katun, serta mengembangkan ekowisata konservasi hutan KTH Kepuh Jombang dan Kelompok Nelayan Sekarmulya Megaluh Jombang.
Daru menambahkan, Program AKSIBRANTAS menghasilkan kolaborasi dengan pemerintah terkait pengelolaan sungai antara lain BBWS Brantas, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak, Dinas Pendidikan, Dinas Pariwisata, Dinas Perikanan dan Kelautan serta Dinas Kesehatan. “Kolaborasi ini perlu dikembangkan dan direplikasi agar masyarakat dapat berpartisipasi aktif menjaga sungai di wilayahnya,” ungkap Daru.