LIPUTAN KHUSUS:
Tertangkap di Palembang, Buron Mangrove Belitung Di-Salemba-kan
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Tersangka kasus perusakan mangrove di Belitung Timur tertangkap setelah buron selama hampir dua tahun.
Lingkungan
Jumat, 17 Mei 2024
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Pelarian SA, tersangka kasus dugaan tindak pidana lingkungan hidup di Desa Sukamandi, Kecamatan Damar, Kabupaten Belitung Timur, Kepulauan Bangka Belitung, harus berakhir. Buronan kasus perusakan mangrove ini akhirnya ditangkap Satgas DPO Gakkum KLHK bersama Polrestabes Palembang, di rumah kontrakannya di pinggiran Pasar Jakabaring, Kota Palembang, Sumatera Selatan.
Gakkum KLHK menjelaskan, SA yang beralamat di Jalan Lubung Panjang, Desa Slingsing, RT 009, Kecamatan Gantung, Kabupaten Belitung Timur, ini masuk daftar pencarian orang (DPO) alias buron, sejak sekitar dua tahun lalu. Penyidik KLHK bersama Biro Korwas PPNS melakukan pencarian SA sejak Juni 2022 hingga berhasil ditangkap pada 6 Mei 2024.
Selama jadi buronan, SA diketahui bersembunyi di Desa Talang Betutu, Kota Palembang dan Sungai Menang, Kabupaten Ogan Komering Ilir. Setelah tertangkap ia kemudian dibawa ke markas Gakkum KLHK di Jakarta, untuk dilakukan pemeriksaan dan penitipan penahanan di Rutan Kelas I Salemba, Jakarta Pusat.
Gakkum mengungkapkan, SA merupakan salah satu koordinator lapangan kegiatan penambangan pasir timah ilegal di Kecamatan Damar, Kabupaten Belitung Timur. Dugaan kejahatan lingkngan yang SA lakukan ini terbongkar bermula dari laporan tim intelijen tentang adanya aktivitas penambangan timah ilegal dalam Kawasan Hutan Lindung Mangrove DAS Manggar dan Ekosistem Hutan Mangrove (APL) DAS Manggar yang secara masif.
Kemudian pada 1-2 Maret 2022, tim operasi gabungan dari Penyidik Gakkum KLHK, Polri, dan TNI serta didukung Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Gunung Duren dan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Belitung Timur melakukan operasi penertiban penambangan timah ilegal itu, dan berhasil menghentikan aktivitas serta mengamankan para pelaku penambangan ilegal. Dalam operasi itu, tim berhasil mengamankan 45 pelaku penambangan dengan beberapa orang koordinator lapangan penambangan, termasuk tersangka SA, MR, dan RA.
Direktur Penegakan Hukum Pidana LHK, Yazid Nurhuda, menyebut SA ditetapkan sebagai tersangka pada 3 Maret 2022. SA merupakan koordinator lapangan kegiatan penambangan pasir timah ilegal dengan lokasi penambangan yang berbeda dengan MR dan RA. Tersangka RA, SA, dan MR masuk dalam DPO setelah diterbitkan permintaan penerbitan DPO dari Bareksrim Polri oleh Direktur Penegakan Hukum Pidana pada 13 Juni 2022.
”Kami tidak akan berhenti menindak pelaku kejahatan lingkungan hidup. Untuk penguatan penegakan hukum LHK, saat ini Dirjen Gakkum telah membentuk Satgasus Cakra KLHK untuk memperkuat pencarian para DPO termasuk tersangka SA,” kata Yazid, Rabu (15/5/2024).
Saat ini, katanya, telah terbit 58 DPO dengan status saksi ataupun tersangka. Untuk itu, Yazid meminta para tersangka yang masuk dalam DPO yang masih bersembunyi, untuk segera menyerahkan diri dan kooperatif dalam proses penyidikan untuk membuat terang kasus tersebut.
Dirjen Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani, menambahkan, tindakan tegas harus dilakukan sebagai upaya penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan lingkungan hidup. Ia menganggap para pelaku kejahatan tidak boleh dibiarkan mendapatkan keuntungan dengan mengorbankan lingkungan, masyarakat, dan merugikan negara.
"Pelaku kejahatan seperti ini harus dihukum maksimal agar ada efek jera dan keadilan. Kami sudah membawa 1.498 kasus pidana lingkungan hidup ke pengadilan," kata Rasio Sani.
Berkaitan dengan penanganan kasus ini, Rasio mengatakan, Gakkum KLHK akan mendalami pihak-pihak lain yang terlibat dalam kasus penambangan pasir timah secara ilegal di Kawasan Lindung Mangrove DAS Manggar dan Ekosistem Hutan Mangrove (APL) DAS Manggar itu.
”Mengingat tersangka SA tidak koperatif dan bersembunyi cukup lama, saya sudah perintahkan para Penyidik PNS KLHK untuk mendalami pihak-pihak yang diduga menghalangi proses penyidikan yang sedang dilakukan Penyidik,” tuturnya.
Dalam kasus ini, SA dijerat dengan Pasal 98 atau Pasal 99 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup atas perbuatannya yang dengan sengaja dan/atau karena kelalaiannya melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu air, baku mutu udara ambien, baku mutu air laut dan baku kerusakan lingkungan dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.