LIPUTAN KHUSUS:
Bursa Metal Inggris Digugat Atas Produk Kotor Freeport Indonesia
Penulis : Aryo Bhawono
Pertambangan PT Freeport membuang lebih dari 200.000 ton limbah tambang (tailing) ke sungai setiap hari, menyalahi perundangan Inggris.
Tambang
Senin, 25 Maret 2024
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - London Metal Exchange (LME atau Exchange) digugat ke Pengadilan Tinggi Inggris karena metal kotor tambang Freeport. Pertambangan PT Freeport membuang lebih dari 200.000 ton limbah tambang (tailing) ke sungai setempat setiap hari.
Global Legal Action Network (GLAN) telah mengajukan gugatan hukum di Pengadilan Tinggi Inggris terhadap London Metal Exchange (LME atau Exchange) pada pertengahan Februari 2024 lalu. Mereka berpendapat bursa tersebut melanggar undang-undang anti pencucian uang dan hasil kejahatan di Inggris karena berpotensi terlibat dalam penjualan global logam kotor.
Gugatan ini merinci perdagangan logam LME dari tambang Grasberg merusak lingkungan di Papua Barat, Indonesia.
Masyarakat adat menderita dampak pencemaran limbah pertambangan dari tambang Grasberg yang dibuang ke sumber air yang mereka gunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti minum, memasak, dan mandi. Lebih dari 200.000 ton limbah pertambangan beracun dibuang ke sungai setempat setiap hari.
Praktik ini dianggap sangat berbahaya bagi lingkungan sehingga hampir dilarang secara universal di seluruh dunia. Namun selama ini Papua tetap menjadi pengecualian karena menjadi salah satu dari sedikit tempat yang masih menerapkan praktik ini. Lingkungan dan masyarakat adat yang mendiami wilayah tambang dikorbankan.
Mereka telah melihat sungai-sungai yang menjadi pusat kehidupan untuk mencari ikan dan bernavigasi, menghilang. Sedimentasi akibat limbah pertambangan beracun menyebabkan masalah kesehatan yang luas bagi masyarakat. Penyakit kulit dan kondisi kesehatan lainnya akibat pencemaran logam berat di air menyebabkan penderitaan bagi seluruh masyarakat namun anak-anak dan orang tua lebih berisiko.
Masyarakat adat telah menyaksikan hutan di Papua, yang menyediakan makanan bagi mereka, perlahan-lahan menghilang di bawah tumpukan limbah pertambangan.
Adolfina Kuum, tokoh masyarakat Papua, menyatakan kasus ini adalah tentang perjuangan melawan pihak-pihak yang mengambil keuntungan dari perusakan sungai, hutan, dan cara hidup masyarakat. Mereka sudah mengecap dampak pertambangan yang mengancam nyawa.
“Kita tidak punya pilihan selain melakukan perlawanan karena jika kita tetap diam, siapa yang akan berbicara mewakili kita? Kami menyerukan kepada semua pelaku usaha, termasuk bank dan bursa, seperti London Metal Exchange, untuk mengakhiri keterlibatan internasional mereka dalam operasi penambangan ini. Kami menuntut untuk hidup bermartabat, menghormati dan memenuhi hak-hak dasar sebagai manusia yang bermartabat serta dapat menikmati lingkungan alam yang telah dijaga dan diwariskan oleh nenek moyang kita,” kata dia.
GLAN dan London Mining Network selaku penggugat lainnya berpendapat bahwa tembaga yang diperoleh dari tambang tersebut adalah properti kriminal karena diproduksi dalam keadaan yang dapat melanggar hukum pidana Inggris jika hal tersebut terjadi di Inggris. Proses produksi tambang itu pun juga diduga tidak sesuai dengan hukum pidana lingkungan hidup di Indonesia.
Kegagalan LME untuk mengecualikan komoditas terlarang ini akan memicu tanggung jawab berdasarkan Undang-Undang Jasa Keuangan dan Pasar (2002) dan Undang-Undang Hasil Kejahatan (2002), yang mengharuskan bursa untuk segera mengidentifikasi dan menghentikan perdagangan logam-logam ini agar barang-barang tercemar ini dapat memasuki rantai pasokan konsumen. Tindakan hukum tersebut akan berdampak pada perusahaan lain yang operasi penambangannya terkait dengan kejahatan lingkungan hidup di luar negeri yang mengakses Bursa.
Jika gugatan berhasil, kasus ini akan memaksa LME untuk meninjau kembali peraturan yang mengatur pencatatan logam untuk diperdagangkan di Bursa. Hal ini, pada gilirannya, akan memaksa produsen logam untuk menyesuaikan praktik penambangan mereka jika mereka ingin tetap dapat mengakses platform ini.
Khususnya dalam kasus ini, operator tambang di Amerika dan Indonesia harus menghentikan praktik penambangan eksploitatif yang membahayakan lingkungan dan masyarakat adat jika mereka ingin produk mereka tetap tercatat di Bursa.
Pengacara GLAN Leanna Burnard mengatakan gugatan ini merupakan tindakan hukum inovatif, jika berhasil maka akan berdampak pada rantai pasokan di seluruh dunia. LME adalah platform perdagangan logam terbesar di dunia. Jika pengadilan mewajibkan LME untuk mencegah perdagangan logam yang dihasilkan melalui kejahatan lingkungan di platformnya, hal ini dapat memicu perbaikan global dalam praktik pertambangan.
“Hal ini akan memberikan dampak yang besar terhadap masyarakat yang terkena dampak pertambangan di seluruh dunia dan memberikan peningkatan yang signifikan terhadap mata pencaharian dan lingkungan mereka,” kata dia.
Direktur GLAN, Gearóid Ó Cuinn, mengatakan tindakan hukum seperti ini belum pernah dilakukan di Inggris. Hal ini menyoroti bursa dan penyedia layanan ekonomi lainnya bahwa mereka tidak dapat lagi melanjutkan bisnis seperti biasa.
“Bank secara khusus terlibat dalam berfungsinya bursa seperti LME dan kini menyadari bahwa mereka juga mungkin melanggar undang-undang kejahatan,” ucapnya.
Sedangkan Andrew Hickman, dari London Mining Network, menyebutkan tambang Grasberg di Papua Barat, yang menghasilkan tembaga yang diperdagangkan di London Metals Exchange, bagaikan borok yang bernanah di jantung hutan hujan New Guinea.
Setiap hari selama beberapa dekade, tambang ini telah membuang lebih dari 200.000 ton limbah tailing beracun langsung ke Sungai Ajkwa, sehingga menghancurkan tanah dan kehidupan masyarakat yang tinggal di hilir tambang.
“Sudah waktunya bagi mereka yang mengambil keuntungan dari produksi dan perdagangan logam-logam ini dari Papua Barat untuk bertanggung jawab atas kejahatan mereka,“ katanya.