LIPUTAN KHUSUS:
Perempuan Ras Terkuat: Lebih Mau Berkorban Demi Mitigasi Iklim
Penulis : Kennial Laia
Dibanding laki-laki, perempuan lebih mempunyai kemungkinan untuk peduli terhadap kesejahteraan generasi mendatang dan lebih mungkin bersedia menanggung biaya kebijakan mitigasi iklim yang mahal.
Perubahan Iklim
Sabtu, 16 Maret 2024
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Keputusan yang kita ambil sekarang menentukan prospek generasi mendatang. Jadi mengatasi masalah jangka panjang seperti perubahan iklim menimbulkan dilema moral antargenerasi: haruskah kita berinvestasi pada solusi yang mungkin tidak menguntungkan diri kita sendiri namun akan membantu generasi mendatang mencapai net zero—atau haruskah uang dibelanjakan untuk memastikan semua orang saat ini mendapatkan kualitas hidup terbaik?
Sebuah penelitian menemukan bahwa beberapa pilihan yang diambil orang mungkin bergantung pada gender. Dibandingkan laki-laki, perempuan mempunyai kemungkinan untuk lebih peduli terhadap kesejahteraan generasi mendatang dan lebih mungkin menanggung biaya kebijakan mitigasi iklim yang mahal.
Penelitian baru mengenai altruisme antargenerasi ini meneliti sikap dan perilaku 1.600 warga Swedia, dan menemukan perbedaan yang signifikan antara perempuan dan laki-laki. Hasil riset ini juga dibahas pertama kali di The Conversation.
Berdasarkan penelitian sebelumnya, perempuan cenderung membuat pilihan yang lebih ramah iklim dibandingkan laki-laki. Sebuah studi berdasarkan jajak pendapat Gallup yang melibatkan lebih dari 6.000 warga AS menemukan bahwa perempuan lebih khawatir dibandingkan laki-laki mengenai masalah lingkungan yang berhubungan dengan kesehatan. Namun, penelitian sebelumnya tidak banyak menjelaskan apakah perempuan menghadapi dilema lingkungan hidup antargenerasi secara berbeda dibandingkan laki-laki.
Untuk mengetahui apakah perempuan lebih cenderung menyukai tindakan lingkungan yang mahal dan bermanfaat bagi generasi mendatang, para peneliti yang terdiri dari Hanna Bäck, Emma A. Renström, Gustav Agneman, dan Sofia Henriks, meminta peserta untuk menyatakan berapa banyak anak yang mereka miliki atau ingin mereka miliki. Kemudian mereka diberi tahu berapa banyak keturunan yang bisa mereka miliki dalam 250 tahun dan diminta untuk mendistribusikan sumber daya imajiner antar generasi.
Peserta diajak untuk merenungkan fakta bahwa jika kita menggunakan semua sumber daya saat ini, tidak akan ada lagi yang tersisa untuk generasi mendatang. Terakhir, mereka ditanya apakah mereka akan mendukung kebijakan iklim yang akan meningkatkan biaya penerbangan, makanan, bahan bakar, dan pakaian.
Sementara itu kelompok kontrol yang terdiri dari sejumlah responden hanya ditanyai tentang sikap mereka terhadap kebijakan iklim yang mahal ini tanpa diberi tahu perkiraan jumlah keturunan atau bagaimana mereka dapat mendistribusikan sumber daya. Dukungan terhadap kebijakan iklim dibandingkan antara kedua kelompok ini.
Hasilnya menunjukkan perbedaan gender yang jelas. Perempuan akan lebih mendukung kebijakan mitigasi perubahan iklim yang memakan banyak biaya ketika mereka telah diberitahu mengenai proyeksi jumlah keturunan mereka dan telah mendistribusikan sumber daya dari generasi ke generasi. Laki-laki cenderung tidak mendukung kebijakan mitigasi iklim yang mahal ketika diminta memikirkan generasi masa depan.
Perempuan mengekspresikan lebih banyak kekhawatiran mengenai dampak perubahan iklim, yang menunjukkan bahwa ketika perempuan memikirkan generasi masa depan, mereka menjadi lebih peduli terhadap perubahan iklim dan dampaknya terhadap planet ini, dan lebih bersedia berinvestasi dalam solusi iklim saat ini.
Sejumlah besar penelitian psikologi sosial mengenai stereotip gender menunjukkan bahwa perempuan dipandang, dan memandang diri mereka sendiri, sebagai orang yang lebih peduli dan mengasuh dibandingkan laki-laki. Perbedaan gender yang ditemukan dalam penelitian tersebut dapat dijelaskan dengan mengaktifkan sifat pengasuhan secara lebih signifikan pada perempuan dibandingkan laki-laki ketika mempertimbangkan risiko iklim yang mungkin dihadapi keturunan mereka.
Implikasi di masa depan
Para peneliti mengatakan bahwa beberapa warga tampaknya bersedia menanggung biaya kebijakan mitigasi iklim demi memberikan manfaat bagi generasi mendatang.
“Studi tersebut menunjukkan bahwa menyadarkan masyarakat akan konsekuensi perilaku mereka dan membantu mereka terhubung secara psikologis dengan generasi mendatang dapat membuat mereka lebih bersedia mengambil pilihan yang ramah lingkungan. Hal ini menunjukkan bahwa kampanye politik yang menekankan dampak lingkungan tidaklah sia-sia,” tulis para peneliti.
Namun perempuan bukanlah satu-satunya pihak yang mungkin akan menanggapi seruan altruisme antargenerasi di masa depan. Stereotip gender sedang berubah di masyarakat. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa perubahan dalam angkatan kerja memengaruhi cara pandang dan sosialisasi terhadap laki-laki dan perempuan. Jika anak laki-laki didorong sejak usia dini untuk lebih peduli terhadap orang lain, sifat-sifat yang secara tradisional diasosiasikan dengan feminitas bisa menjadi lebih luas di kalangan laki-laki.
Mungkin dengan begitu akan lebih banyak pria yang mendukung tindakan lingkungan yang bermanfaat bagi generasi mendatang. Sampai saat itu tiba, suara perempuan dalam perdebatan mitigasi iklim harus benar-benar didengarkan.