BRIN Temukan 46 Spesies Baru: Dari Natunamon hingga Clandestine

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Spesies

Sabtu, 27 Januari 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Sepanjang 2023 lalu, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) merilis 49 penemuan taksa baru, yang terdiri dari 1 marga, 46 spesies dan 2 subspesies. Taksa baru tersebut paling banyak ditemukan di Sulawesi (37 persen). Penemuan fauna mendominasi dengan jumlah 1 marga, 38 spesies, dan 2 subspesies. Sisanya adalah flora 7 spesies, dan mikroorganisme 1 spesies.

Dalam pernyataannya, BRIN menyebut penemuan spesies baru ini memiliki arti penting bagi studi taksonomi dan biosistematika. Lebih jauh, penemuan ini menjadi awal dari penelitian biodiversitas selanjutnya, seperti konservasi hingga bioprospeksi.

Penemuan 49 taksa baru oleh para peneliti BRIN ini semakin menambah data keanekaragaman hayati (kehati) Indonesia. Yang mana dari keseluruhan penemuan tersebut, 28 persen spesies baru yang ditemukan merupakan endemik fauna dan flora Indonesia dari masing-masing lokasi penemuannya.

Sekitar 96 persen spesies baru merupakan spesimen yang berasal dari Indonesia. Sedangkan dua spesies baru, yaitu bakteri Spirosoma foliorum berasal dari Korea Selatan dan lalat Colocasiomyia luciphila dari Malaysia. Sementara itu, spesimen lainnya berasal dari Indonesia yang dikoleksi dari Jawa, Kalimantan, Papua, Maluku, Sumatra, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Kepulauan Natuna.

Kolase temuan taksa baru di 2023. Foto: BRIN

Dari 41 taksa fauna baru yang berhasil ditemukan, teridentifikasi satu marga dan enam spesies kepiting, satu spesies udang, dua spesies cacing, sembilan spesies herpetofauna, dua spesies ikan, enam spesies keong, tiga spesies ngengat, lima spesies lalat, empat spesies hewan pengerat, serta satu subspesies kupu-kupu, dan satu subspesies herpetofauna.

Peneliti Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi BRIN bekerja sama dengan periset dari Lee Kong Chian Natural History Museum dan National University of Singapore juga menemukan marga baru kepiting yang hanya ditemukan di Kepulauan Natuna, yaitu Natunamon.

BRIN mengatakan, beberapa spesies taksa baru untuk kelompok fauna merupakan fauna endemik Indonesia, yang berasal dari Maluku, Kepulauan Natuna, Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan. 31 persen kelompok fauna endemik ini adalah spesies baru kepiting, cacing laut, udang, ikan, keong, cecak, dan hewan pengerat.

Kemudian, beberapa fauna endemik spesies baru seperti Pectinaria nusalautensis yang ditemukan di Pulau Nusalaut Maluku, merupakan spesies cacing polychaeta laut ketujuh yang diidentifikasi dari wilayah tersebut. Sementara itu, enam dari delapan taksa baru krustasea yang ditemukan, satu marga dan empat spesies kepiting merupakan endemik dari Pulau Natuna dan Pulau Siantan, sedangkan satu spesies udang endemik Caridina clandestine berasal dari Sulawesi Tengah.

Fauna endemik lainnya, yaitu cecak Cyrtodactylus gonjong ditemukan di Sumatra Barat, ikan Oryzias loxolepis ditemukan di Sulawesi Selatan, keong Palaina motiensis ditemukan di Maluku Utara, dan empat hewan pengerat yaitu Rattus feileri, Rattus taliabuensis, Rattus halmaheraensis, dan Rattus obiensis ditemukan di Maluku.

Selanjutnya, dari tujuh spesies flora yang ditemukan, terdapat lima spesies baru begonia, satu spesies pandan, dan satu spesies anggrek. Kelima begonia ditemukan di Sulawesi, sedangkan pandan dan anggrek berasal dari tanah Papua. Khusus untuk pandan Freycinetia wiharjae adalah flora endemik Papua yang hingga saat ini belum ditemukan di lokasi lainnya.

Khusus untuk penemuan mikroba, peneliti BRIN banyak bekerja sama dengan periset lain dari beberapa negara, yaitu Singapura, Malaysia, Vietnam, Korea Selatan, Taiwan, India, dan Uni Emirat Arab. Penemuan tersebut berhasil dipublikasikan pada Scientific Reports, jurnal dengan jumlah sitasi terbanyak kelima di dunia.

Kepala Organisasi Riset Hayati dan Lingkungan BRIN Iman Hidayat mengatakan, salah satu program prioritas BRIN adalah upaya pengungkapan dan pemanfaatan biodiversitas. Untuk mendukung program ini, BRIN menyediakan platform pendanaan kolaborasi dengan seluruh stakeholder, termasuk perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, dan periset swasta dalam dan luar negeri melalui Riset dan Inovasi Indonesia Maju (RIIM) Ekspedisi dan Eksplorasi, dan didukung oleh platform pendanaan internal rumah program terkait pengungkapan dan pemanfaatan biodiversitas nusantara serta konservasi tumbuhan terancam punah.

“Upaya konservasi keanekaragaman hayati BRIN meliputi pengungkapan biodiversitas nusantara berupa discovery spesies baru beserta data genom dan potensi pemanfaatannya, kajian ancaman dan dampak perubahan iklim global terhadap status biodiversitas nusantara dan ekosistem, rehabilitasi dan peningkatan populasi spesies terancam punah, eksplorasi dan konservasi secara ex situ serta ekologi dan restorasi spesies,” kata Iman, Kamis (25/1/2024) kemarin.

Kepala Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi BRIN, Bayu Adjie menambahkan, pengungkapan 49 taksa baru ini merupakan kerja keras yang luar biasa. Taksonomi, katanya, adalah ilmu dasar untuk mengidentifikasi sesuatu yang ada di sekitar kita. Jika salah identifikasi, maka salah mengambil kesimpulan.

"Itulah pentingnya peran taksonom untuk memastikan prosedur identifikasi sesuai dengan kaidah ilmiah,” ujarnya.

Taksonomi, lanjut dia, tidak hanya tentang spesimen dan herbarium, namun juga dituntut untuk belajar teknologi sequencing DNA, whole genome sequencing, dan teknologi identifikasi lainnya. Hasil riset taksonomi akan menjadi awal dari penelitian biodiversitas selanjutnya, seperti konservasi hingga bioprospeksi, sehingga berkesinambungan.

"BRIN juga memiliki program untuk mencetak generasi baru taksonom, mulai dari program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), Bantuan Riset Talenta Riset dan Inovasi (Barista), degree by research (DbR) untuk S2 dan S3, research assistant, visiting researcher, dan postdoctoral,” ucap Bayu.

SHARE