Kembang Api Malam Tahun Baru Berdampak Buruk bagi Burung
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Biodiversitas
Minggu, 31 Desember 2023
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Pesta kembang api yang biasa jadi hiburan malam tahun baru ternyata membawa dampak buruk bagi burung liar. Bunyi ledakan dan cahaya kembang api membuat burung ketakutan dan terpaksa menjauh untuk mencari habitat baru.
Dampak kembang api terhadap burung liar itu terungkap dalam penelitian di Universitas Amsterdam. Para peneliti menggunakan radar cuaca dan penghitungan jumlah burung secara sistematis, untuk mengukur perbedaan respons penerbangan antarhabitat dan komunitas burung, serta menentukan ketergantungan jarak dalam hubungan ini.
Penelitian menunjukkan, pada malam tahun baru rata-rata ada 1.000 kali lebih banyak burung terbang dibandingkan malam-malam lainnya. Mereka juga menemukan gangguan akibat kembang api menurun seiring bertambahnya jarak.
Yang paling parah terjadi pada 5 km pertama, namun aktivitas penerbangan secara keseluruhan tetap meningkat sepuluh kali lipat pada jarak hingga sekitar 10 km. Kelompok burung berbadan besar menunjukkan respons yang lebih kuat dibandingkan kelompok burung berbadan kecil.
"Kami sudah mengetahui bahwa banyak burung air bereaksi dengan kuat, tetapi sekarang kami juga melihat efeknya pada burung-burung lain di seluruh Belanda," kata penulis utama Dr. Bart Hoekstra, seorang ahli ekologi di University of Amsterdam, dilansir dari Scinews.
Dr. Hoekstra menerangkan, burung lepas landas sebagai hasil dari respons penerbangan yang akut, akibat suara dan cahaya yang tiba-tiba. Di negara seperti Belanda, dengan banyak burung musim dingin, jutaan burung terpengaruh oleh kembang api.
Sebelumnya, pada 2022, para ilmuwan menemukan bahwa angsa sangat terpengaruh oleh kembang api sehingga mereka menghabiskan waktu rata-rata 10% lebih lama untuk mencari makanan daripada biasanya selama setidaknya 11 hari setelah pesta kembang api.
Menurut para peneliti, burung-burung itu tampaknya membutuhkan waktu tersebut untuk mengisi kembali energi yang hilang atau untuk mengimbangi area pencarian makan yang tidak diketahui ketika mereka hinggap lagi, setelah melarikan diri dari kembang api.
Dalam studi baru yang diterbitkan dalam jurnal Frontiers in Ecology and the Environment ini, Dr. Hoekstra dan rekan-rekannya mengamati spesies mana yang lepas landas setelah kembang api dan kapan hal ini terjadi.
Mereka menggunakan informasi dari radar cuaca Royal Netherlands Meteorological Institute pada saat malam tahun baru yang cerah dan pada malam-malam normal lainnya. Mereka menggabungkannya dengan data distribusi dari Sovon, Pusat Ornitologi Lapangan Belanda, berdasarkan jumlah burung yang dihitung oleh ratusan sukarelawan.
"Tetapi masih belum jelas bagaimana burung di luar perairan bereaksi terhadap kembang api. Melalui penghitungan, kami tahu persis di mana burung-burung itu berada dan dengan menggunakan gambar radar, kami dapat melihat di mana mereka benar-benar lepas landas karena kembang api," kata Dr. Hoekstra.
Para penulis dapat menghitung berapa banyak burung yang lepas landas segera setelah kembang api dinyalakan, pada jarak berapa jauh dari kembang api hal ini terjadi, dan kelompok spesies mana yang paling banyak bereaksi.
Analisis ini memperjelas bahwa di area studi di sekitar radar di Den Helder dan Herwijnen saja, hampir 400.000 burung segera lepas landas saat kembang api dimulai pada malam tahun baru. Selain itu, burung-burung yang lebih besar di area terbuka khususnya terbang selama berjam-jam setelahnya dan pada ketinggian yang luar biasa.
"Burung-burung yang lebih besar seperti angsa, bebek, dan camar terbang hingga ketinggian ratusan meter karena pelepasan kembang api berskala besar dan tetap berada di udara hingga satu jam. Ada risiko bahwa mereka akan berakhir di cuaca musim dingin yang buruk, atau mereka tidak tahu ke mana mereka terbang karena panik dan kecelakaan bisa terjadi," ucap Dr. Hoekstra.
Karena 62% dari semua burung di Belanda hidup dalam radius 2,5 km dari daerah yang dihuni, maka konsekuensi dari kembang api sangat besar bagi semua burung di seluruh negeri.
Menurut Dr. Hoekstra, terbang membutuhkan banyak energi, sehingga idealnya burung harus diganggu sesedikit mungkin selama bulan-bulan musim dingin. Langkah-langkah untuk memastikan hal ini, katanya, sangat penting terutama di daerah terbuka seperti padang rumput, tempat banyak burung yang lebih besar menghabiskan musim dingin.
"Efek kembang api pada burung kurang terasa di dekat hutan dan habitat semi terbuka. Selain itu, burung-burung yang lebih kecil seperti burung dada dan kutilang hidup di sana, yang cenderung tidak terbang menjauh dari gangguan," ujarnya.
Tim berpendapat perlu ada zona bebas kembang api di daerah di mana burung-burung besar hidup. Zona penyangga ini bisa lebih kecil di daerah di mana cahaya dan suara tidak terlalu jauh, seperti di dekat hutan. Selain itu, kata Dr. Hoekstra, kembang api sebaiknya dinyalakan di lokasi-lokasi yang dibangun sejauh mungkin dari burung.
"Akan lebih baik bagi burung jika kita beralih ke pertunjukan cahaya tanpa suara, seperti pertunjukan drone atau kembang api hias tanpa dentuman yang sangat keras," kata Dr. Hoekstra.
SHARE