Mapbiomas Indonesia Luncurkan Koleksi Data Termutakhir

Penulis : Kennial Laia

Hutan

Selasa, 24 Oktober 2023

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Dua tahun setelah peluncuran pertama pada 2021, Mapbiomas Indonesia kembali memutakhirkan data tutupan lahan di nusantara. Platform pemetaan ekosistem tutupan lahan ini datang dengan analisis dan koleksi data yang lebih lengkap. Data terbaru juga telah melalui uji akurasi dari pakar dari berbagai universitas sehingga kredibilitasnya lebih teruji.

Data termutakhir yang disebut Mapbiomas Indonesia Koleksi 2.0 ini mencakup pembaruan periode tahun dari 2000-2019 menjadi 2000-2022. Tim jaringannya juga memetakan satu kelas baru (sawah), menambah kelas tutupan yang sebelumnya 10, yakni hutan alam, mangrove, hutan tanaman, tumbuhan alami non- hutan, sawit, pertanian lainnya, tambang, nonvegetasi lainnya, tambak, dan tubuh air. 

Berdasarkan data pada platform terlihat bahwa 56% wilayah Indonesia masih berupa hutan. Namun dari data ini juga dapat terlihat bahwa wilayah Indonesia sudah banyak perubahan yang signifikan,” kata Ketua Yayasan Auriga Nusantara, Timer Manurung, pada peluncuran Mapbiomas Indonesia Koleksi 2.0 di Sanur, Bali, Senin, 23 Oktober 2023. 

“Data Mapbiomas Indonesia Koleksi 2.0 menyebutkan bahwa sepanjang tahun 2000-2022, sebanyak 9 juta hektare vegetasi alami hilang. Pada periode tersebut juga ternyata perluasan kebun sawit menjadi ekspansi terbesar dengan penambahan lahan luas 10,52 juta hektare dan secara persentase terbesar diduduki oleh lubang tambang yakni sebesar 334%,” ujarnya.

Mapbiomas Indonesia dibangun untuk transparansi data tutupan lahan di Indonesia

Mapbiomas Indonesia dirintis sejak 2017. Diinisiasi oleh Auriga Nusantara dan pengembangannya dilakukan bersama sembilan jejaring organisasi masyarakat sipil lingkungan di Indonesia, mulai dari Aceh hingga Papua. Platform ini dibangun untuk melihat dinamika perubahan fungsi lahan dan tutupannya di Indonesia. 

Platform tidak berbayar ini memungkinkan pengguna mengetahui kondisi hutan dan lahan di wilayah Indonesia mana pun tanpa turun ke lapangan. Sebagai contoh, pengguna dapat melihat bagaimana fungsi hutan dan lahan di pedalaman Kabupaten Boven Digoel, Papua Selatan, mengalami perubahan dalam kurun waktu tertentu. Lewat aplikasi ini, pengguna juga dapat mengetahui perubahan hutan, yang kenyataannya terdapat pembukaan lahan hutan menjadi kebun sawit. 

Pembaruan lain di Koleksi 2.0 ini adalah keberadaan aspek proses uji akurasi pada peta Mapbiomas Indonesia. Sebanyak 10 pakar kredibel dan 14 tim interpreter dari 10 universitas di Indonesia menguji sampel data. Perguruan tinggi ini meliputi Universitas Syiah Kuala, Universitas Bengkulu, dan Universitas Lampung di Sumatera; Universitas Muhammadiyah Palangkaraya dan Universitas Mulawarman di Kalimantan; Universitas Tadulako di Sulawesi Tengah; dan Universitas Papua. Sementara di Jawa berkolaborasi dengan Universitas Indonesia, Institut Pertanian Bogor, dan Universitas Gajah Mada. 

Prof. Projo Danoedoro, Ketua Uji Akurasi Mapbiomas Indonesia Koleksi 2.0 dan pakar penginderaan jauh Universitas Gajah Mada, mengatakan dalam uji akurasi tersebut, terdapat 12.957 poin sampel independen yang digunakan sebagai data referensi. 

“Dari proses validasi dan perhitungan nilai akurasi, nilai akurasi sebesar 75%,” ucap Prof. Projo. 

Di koleksi terbaru ini juga terdapat penambahan layer sebagai batas penyajian informasi administrasi dari level nasional hingga desa. Kemudian tematik penataan ruang seperti kawasan hutan dan kawasan konservasi. Dilanjutkan tematik perizinan komoditas berbasis lahan dan juga perhutanan sosial. 

Peta adalah kekuatan

MapBiomas pertama kali dikembangkan di Brasil pada 2015. Inisiatif ini kemudian disebarluaskan ke negara-negara lainnya termasuk Indonesia melalui Auriga Nusantara. Pertukaran pengetahuan antara Indonesia dan Brasil dimulai sejak 2017. 

Tasso Azevedo, Founder dan General Coordinator MapBiomas mengatakan bahwa peta adalah kekuatan. “Dengan Mapbiomas, kita dapat melihat deforestasi secara detail. Apa yang terjadi sebelum dan sesudahnya (pada tutupan lahan), termasuk informasi tanggalnya,” ucapnya. 

“Di Brasil, di negara awal Mapbiomas lahir dan dikembangkan. Sejak 2019, data Mapbiomas Brasil kerap dijadikan dasar untuk peringatan yang valid dan bahan pelaporan,” kata Tasso.

Menurut Tasso, sejak 2019 terdapat 346.578 peringatan yang valid dan telah dilaporkan melalui Mapbiomas Indonesia. Platform tersebut juga mencatat pelaporan lahan seluas 7,65 juta hektare dan kurang dari 200 deforestasi per hari. 

Mengadopsi sistem dan teknologi Mapbiomas ini, pengembangan petanya di Indonesia juga bertujuan membangun kapasitas lokal. Jalan kolaborasi bersama lembaga swadaya masyarakat yang fokus pada isu lingkungan pun terjalin. Di antaranya HAkA (Aceh), HaKI (Sumatera Selatan), Genesis (Bengkulu), Sampan (Kalimatan Barat), Save Our Borneo (Kalimantan Tengah), Green of Borneo (Kalimantan Utara), Auriga Nusantara (Jawa), Komiu (Sulawesi Tengah), Mnukwar (Papua Barat), dan Jerat (Papua). Kolaborasi ini didukung oleh Woods & Wayside International sebagai penasihat teknis.

Data untuk kampanye hingga advokasi

Farwiza Farhan, Ketua HAkA, organisasi yang fokus pada konservasi di kawasan hutan Leuser, Aceh, mengatakan selain menjadi referensi pemantauan dinamika dan tutupan lahan,  peta Mapbiomas Indonesia dapat digunakan sebagai data untuk kampanye hingga advokasi lingkungan.

“HAkA memanfaatkan Mapbiomas untuk kampanye dan advokasinya. Sebagai contoh 13 tahun lalu terdapat perusahaan yang melakukan land clearing tanpa izin di daerah hijau. Namun tidak dapat ditindak karena kepolisian menganggap bukan tindakan kejahatan karena perusahaan tersebut sedang mengurus izin,” kata Farwiza. 

“Namun izin yang diajukan berbeda dengan lahan yang dimaksud, akhirnya digugat. Di tengah proses, lahan yang dimaksud terbakar seluas 1.000 hektare. Pada 2013, untuk pertama kalinya negara mengatakan bahwa perusahaan tersebut harus bertanggung jawab untuk restorasi atas rusaknya hutan. Semua itu berkat peta Mapbiomas yang menyediakan data lahan tersebut. Artinya peta dan data adalah kekuatan. Tanpa informasi yang dihasilkan, maka kita akan terus berasumsi di lapangan,” kata Farwiza.

Kebakaran hutan dan lahan terjadi setiap tahun di Indonesia. Salah satu peristiwa kebakaran terbesar terjadi pada 2015, dengan luas lahan terbakar 2,6 juta hektare dan kerugian ekonomi diperkirakan mencapai Rp 220 triliun. 

Technical Coordinator Mapbiomas Indonesia, Deddy Sukmara, mengatakan pihaknya sedang mengembangkan Mapbiomas Fire di tanah air. Data-data di sini nantinya menyajikan data kebakaran hutan secara bulanan dan tahunan. Kemudian Mapbiomas Alerta yang berfungsi sebagai sistem peringatan dini deforestasi di Indonesia.

Deddy mengatakan, perbaikan akurasi peta Mapbiomas di Indonesia terus ditingkatkan agar petanya dapat menjadi rujukan pengambil keputusan atau perencanaan pembangunan. Ini termasuk menjalin kolaborasi dengan lingkup yang lebih luas dan besar agar sejalan dengan misi Mapbiomas yakni peningkatan kapasitas lokal. 

SHARE