Kehadiran Harimau Bikin Resah Warga Nagari Lubuk Gadang Tenggara
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Biodiversitas
Selasa, 08 Agustus 2023
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Warga yang tinggal di Jorong Tandai Simpang 3, Nagari Lubuk Gadang Tenggara, Kecamatan Sangir, Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat (Sumbar), sejak beberapa beberapa pekan terakhir resah terhadap keberadaan harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) yang berkeliaran di sekitar pemukiman warga. Warga setempat berharap pihak otoritas pengelolaan satwa liar dapat mengevakuasi satwa terancam punah itu jauh dari pemukiman.
Warga setempat, Antoni Putra mengungkapkan, kemunculan harimau di sekitar pemukiman warga Nagari Lubuk Gadang Tenggara itu pertama kali disaksikan pada 11 Juli 2023 lalu. Saat itu warga tak sengaja melihat harimau berukuran besar melintas di jalan raya di wilayah Jorong (kampung) Tandai Simpang 3. Kemunculan harimau itu sempat didokumentasikan warga menggunakan kamera.
"Tapi sebelum itu, penemuan jejaknya sudah terjadi sejak seminggu sebelumnya. Sejak saat itu, harimau yang bersangkutan sepertinya tidak pernah pergi dari perkampungan," kata Antoni, Senin (7/8/2023).
Dugaan harimau dimaksud masih berkeliaran di pemukiman warga ini, lanjut Antoni, dibuktikan dengan suara auman harimau yang menurut beberapa warga masih terdengar, tidak jauh dari pemukiman. Tak hanya itu, warga juga masih menemukan jejak harimau di halaman rumah dan ladang warga.
Antoni menyebut, harimau yang berkeliaran di Jorong Tandai Simpang 2, Nagari Lubuk Gadang Tenggara, diperkirakan lebih dari satu individu. Pendapat Antoni ini didasarkan jumlah jejak kaki harimau yang ditemukan warga.
Antoni ragu bila harimau yang berkeliaran di kampungnya itu disebut masih kecil atau muda. Sebab berdasarkan dokumentasi foto kamera dari warga, ukuran harimau tersebut sangat besar dan diperkirakan sudah dewasa.
"Kalau dilihat dari jekaknya, kemungkinan bukan 1 ekor, tapi beberapa ekor dan ada yang masih kecil. Keinginan warga agar harimau itu dievakuasi dan dijauhkan dari pemukiman," ujar Antoni.
Antoni mengakui, saat awal kemunculan harimau itu, ada beberapa petugas BKSDA Sumbar yang datang ke nagari. Namun pihak BKSDA tidak pernah berhasil menemukan harimau itu, dan menganggap satwa dilindungi itu sudah pergi.
"Masalahnya orang BKSDA hanya percaya informasi dari wali nagari, bukan dari masyarakat yang menemukan jejak terbaru. Seperti apapun ada pengaduan langsung dari masyarakat, mereka tidak akan percaya dan akan selalu bertahan dengan alasan tidak ada laporan dari wali nagari," kata Antoni.
Antoni mengakui, memang tidak ada ternak warga yang dimangsa harimau itu. Tapi bukan karena tidak ada serangan harimau, melainkan karena masyarakat di kampungnya memang sudah lama tidak memiliki ternak, lantaran sejak 2013 ternak warga selalu dimangsa beruang.
"Kalau serangan ke ternak, itu malahan datangnya dari beruang. Kalau dihitung, sudah lebih dari 200 ekor kambing masyarakat yang menjadi korban sejak 2013. Dan setahu saya, tidak pernah juga (serangan terhadap ternak oleh beruang) dapat respon dari BKSDA," ucap Antoni.
Menurut Antoni, kemunculan harimau di pemukiman warga di Lubuk Gadang Tenggara ini bukan tanpa sebab. Antoni berpendapat, besar kemungkinan harimau tersebut terpaksa keluar dari hutan dikarenakan habitatnya terganggu.
"Kemungkinan karena adanya praktek illegal logging di kawasan tersebut dan sudah berlangsung dalam waktu yang lama," katanya.
Meskipun belum ada bukti kuat, lanjut Antoni, illegal logging di habitat harimau ini didalangi oleh pihak luar nagari. Bahkan menurut warga dan pengakuan pelaku illegal logging, lanjut Antoni, ada keterlibatan oknum penegak hukum.
BKSDA: Harimau Diperkirakan Masih Anak
Terpisah, pihak Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumbar menyebut belum berencana melakukan evakuasi terhadap harimau yang meneror warga Jorong Tandai Simpang 3, Nagari Lubuk Gadang Tenggara itu. Alasannya, karena harimau dimaksud diperkirakan usianya masih muda dan cenderung tidak menyerang.
Kepala BKSDA Sumbar, Ardi Andono mengatakan, pihaknya sudah mengirimkan tim ke lapangan untuk melakukan verifikasi. Hasilnya harimau itu diperkirakan masih muda atau masih usia anak. Perkiraan tersebut didasarkan dari ukuran jejak kaki harimau yang tim temukan di lapangan.
"Ini (informasi) simpang siur. Ada yang bilang 3, 2, 1 (individu). Padahal tapaknya (yang ditemukan) hanya 1. Jadi diidentifikasi lagi. Kalau dari ukuran tapak (kaki) itu di bawah 10 cm. Itu artinya masih kecil, sedang belajar berburu," kata Ardi, Senin (7/8/2023).
Ardi mengatakan, sejauh ini belum ada laporan ternak ataupun hewan peliharaan warga yang menjadi korban mangsa harimau. Hal tersebut semakin menguatkan dugaan bahwa harimau yang berkeliaran di Nagari Lubuk Gadang Tenggara itu masih kecil, dan tidak memiliki niat untuk menyerang.
"Areal itu memang koridornya harimau. Menyebrang dari TNKS (Taman Nasional Kerinci Seblat) ke hutan lindung. Jadi setiap ada anak pasti keluar. Evakuasi harimau (dilakukan) apabila harimau dewasa yang muncul dan sudah ada ternak yang korban. Dewasa itu tapaknya di atas 15 cm," terang Ardi.
Ardi bilang, saat ini BKSDA Sumbar masih melakukan identifikasi secara menyeluruh, terutama terhadap jejak tapak harimau, baik ukurannya maupun titik lokasi mana saja tapak jejak harimau itu ditemukan.
Selain itu, Ardi mengatakan, pihaknya juga akan melakukan aktivitas perondaan bersama masyarakat untuk menggiring harimau itu ke dalam hutan. Penggiringan harimau ini bisa dilakukan menggunakan bunyi-bunyian, misalnya meriam karbit.
"Membentuk nagari ramah harimau, dengan tim patroli anak nagari yang kita latih. Dengan demikian masyarakat dapat dengan sendirinya mengelola konfliknya (manusia dan satwa). Seperti di 6 nagari yang sudah ada," ujar Ardi.
SHARE