Pengesahan Perppu Cipta Kerja: Pengkhianatan terhadap Hutan
Penulis : Aryo Bhawono
Hutan
Selasa, 28 Maret 2023
Editor : Raden Ariyo Wicaksono
BETAHITA.ID - Tepat saat perayaan Hari Hutan Sedunia pada Selasa 21 Maret lalu, DPR mengesahkan Perppu Cipta Kerja menjadi undang-undang. Pengesahan ini dilakukan pada Rapat Paripurna ke-19 masa sidang IV tahun sidang 2022-2023 di kompleks parlemen, Selasa (21/3).
"Berkenaan dengan itu apakah RUU tentang penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 Cipta Kerja bisa disetujui?" ujar Ketua DPR Puan Maharani saat memimpin rapat.
Meski dua fraksi, Fraksi Partai Demokrat dan PKS, menolak namun kata setuju mendominasi suara. Alhasil Perppu Cipta Kerja sah menjadi perundangan.
Juru Kampanye Auriga Nusantara, Hilman Afif, beranggapan pengesahan ini menjadi langkah mundur pelestarian hutan di Indonesia. Beberapa pasal dalam perppu itu justru membuka peluang kerusakannya signifikan.
Ia menyebutkan setidaknya terdapat 10 poin bermasalah terkait hutan yang ada dalam UU Cipta Kerja dan tertera dalam Perppu Cipta Kerja, yakni:
1. Ketentuan batasan minimal 30% yang harus dipertahankan pada pasal 18 ayat 2 Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 dihapus
2. Perubahan diksi didasarkan menjadi mempertimbangkan pada Pasal 19 ayat 1 Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 juga berpotensi menimbulkan ancaman bagi hutan melalui alih fungsi Kawasan hutan
3. Partisipasi masyarakat melalui komisi penilai AMDAL yang diakomodir pada pasal 30 ayat 1 huruf e dan f Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup No.32 Tahun 2009 dihapus.
4. Pada UU No.26 Tahun 2007 tentang penataan ruang, ketentuan minimal batasan 30% ini juga dihapus.
5. Penyisipan pasal 110A dan 110B pada Undang-Undang Cipta Kerja juga menjadi kabar buruk bagi perlindungan lingkungan hidup. Sebab pasal ini memberikan keringanan bagi entitas yang melakukan kegiatan dalam Kawasan hutan. Kehadiran pasal ini mengesampingkan sanksi pidana pada UU PPLH No.32 Tahun 2009.
6. Melalui aturan turunan UU Cipta Kerja, Pasal 84 PP Nomor 23 Tahun 2021 membolehkan pelepasan kawasan hutan lindung dan hutan konservasi.
7. Pengembang PSN dapat menggunakan kawasan hutan meski di suatu provinsi berstatus kekurangan. Artinya, luas kawasan hutan yang ada di daerah tersebut tidak mampu menjadi penopang daya dukung lingkungan, daerah aliran sungai, maupun keanekaragaman hayati.
8. Pengembang proyek, berdasarkan Pasal 94 PP No. 23 Tahun 2021, dibebaskan dari kewajiban menyetor penerimaan negara bukan pajak (PNBP) penggunaan kawasan hutan dan PNBP kompensasi.
9. Dalam PP Nomor 23 Tahun 2021, pemerintah mengatur kebijakan penanganan tumpang tindih kawasan hutan dengan lahan PSN membolehkan pengurangan luas izin kehutanan jika tumpang tindih dengan izin perkebunan yang berstatus strategis.
10. Keistimewaan lainnya yang diperoleh PSN termaktub dalam Pasal 10 PP Nomor 43 Tahun 2021. Pasal ini membolehkan proses perizinan dan konsesi PSN dapat dilanjutkan meski masih ada persoalan kesesuaian rencana tata ruang wilayah kabupaten dan provinsi belum selesai.
Sedangkan tren deforestasi selama 2 dekade (2001-2021) menunjukkan rata-rata deforestasi yang terjadi pertahun yaitu sebesar 510,736 hektare. Ia khawatir pengesahan Perppu Cipta Kerja bakal meningkatkan deforestasi, terutama di beberapa provinsi kaya hutan.
“Ini juga bisa diproyeksikan dari banyaknya program ataupun proyek strategis nasional berbasis lahan. Dan melihat pengesahannya tepat di Hari Hutan Sedunia, boleh dikatakan bahwa pengesahan ini merupakan pengkhianatan terhadap hutan,” ucap Hilman.
Kontroversi Pengesahan Perppu Cipta Kerja
Perppu Cipta Kerja sendiri dikeluarkan Presiden Jokowi pada akhir 2022 lalu menggantikan UU Cipta Kerja yang telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 pada November 2021. Alasan keluarnya Perppu ini pertimbangan mendesak ekonomi global yang perlu segera direspon, salah satunya karena imbas perang Rusia dan Ukraina.
Perppu juga ditolak oleh oleh kelompok masyarakat sipil karena tidak menjawab putusan MK terkait UU Cipta Kerja. alasan presiden pun dianggap hanya akal-akalan saja.
Dikutip dari CNN Indonesia, Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Denny Indrayana menganggap pengesahan ini melanggar konstitusi. Ia menyebutkan Pasal 22 Ayat 2 UUD 1945 menyebutkan Perppu harus dibahas terlebih dahulu dalam Rapat Paripurna untuk kemudian diputuskan diterima menjadi undang-undang atau ditolak pada sidang berikutnya.
"Karena pengesahan ini sudah terlambat. Syarat sebuah Perppu disahkan itu adalah pada masa sidang DPR setelah Perppu diterbitkan yang berakhir 16 Februari 2023," ujar Denny.
Pada 16 Februari 2022, DPR menggelar Rapat Paripurna yang menutup masa sidang III 2022-2023. Perppu Ciptaker yang disahkan menjadi UU pada Sidang Paripurna di DPR 21 Maret 2023 itu seharusnya dicabut karena melewati batas waktu yang ditentukan.
"Dalam UUD Pasal 22 ada tiga hal; Perppu dikeluarkan untuk kegentingan yang memaksa, harus disetujui DPR, dan kalau tidak disetujui harus dicabut," ucapnya.
SHARE