Ekskavator di Rumah Gajah Bentang Alam Seblat
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Ekosistem
Sabtu, 25 Februari 2023
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Rumah gajah sumatera di Bentang Alam Seblat masih terus dirambah. Pada Senin, 20 Februari 2023 kemarin, satu unit alat berat jenis ekskavator ditemukan beraktivitas secara ilegal di kawasan Hutan Produksi (HP) Air Teramang, Kabupaten Mukomuko, Bengkulu. Kawasan hutan ini merupakan bagian dari Bentang Alam Seblat, salah satu habitat gajah yang tersisa di Bengkulu.
Aktivitas perambahan menggunakan alat berat ini ditemukan saat tim patroli kolaboratif, yang terdiri dari Konsorsium Bentang Alam Seblat dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Bengkulu, melakukan kegiatan patroli di kawasan hutan yang terletak di wilayah Desa Retak Mudik, Kecamatan Sungai Rumbai, Senin kemarin.
Kehadiran tim patroli tidak membuat aktivitas perusakan hutan yang dilakukan menggunakan alat berat itu berhenti. Aktivitas membuka hutan untuk membuat terasering di dalam hutan terus berlanjut.
Berdasarkan keterangan anak buah kebun berinisial SU, warga Desa Air Hitam, alat berat itu dioperasikan oleh EK dan dibantu oleh AS, keduanya merupakan warga Desa Air Hitam. Sedangkan alat berat dan lahan yang sedang dibuka berdasarkan keterangan SU adalah milik RS warga Desa Gajah Mati.
Saat sore hari, alat berat tersebut terpantau bergerak meninggalkan area yang dibabat dan berpindah lokasi. Namun karena hari mulai gelap, tim patroli kolaboratif kesulitan mengikuti jejak alat berat tersebut.
Keesokan harinya, tim dari Polsek Sungai Rumbai berangkat ke lokasi dan bersama tim patroli mencari keberadaan alat berat tersebut dan ditemukan di lahan sawit milik BR yang juga berada dalam HP Air Teramang.
Tim kemudian bertemu dengan sejumlah pekerja kebun BR berinisial DS, NR dan PR. Ketiganya mengaku berasal dari Kabupaten Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan. Mereka mengaku tidak mengetahui perihal keberadaan alat berat di kebun BR itu, dan tidak mengetahui siapa pemilik alat berat dimaksud.
Tim patroli bersama anggota kepolisian kemudian melakukan identifikasi terhadap alat berat itu. Hasilnya, ekskavator itu bermerek Caterpillar 320 GC dengan ARGT Number 493-3218, Serial Number 2W208366, Model tahun 2018. Namun sayangnya saat itu polisi tidak memasang police line atau garis polisi di lokasi itu.
Koordinator Perlindungan Hutan dan KSDAE DLHK Provinsi Bengkulu, Jhoni Hendri mengatakan, polisi kehutanan akan membuat Laporan Kejadian (LK) atas temuan tersebut. Penanganan akan dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negri Sipil (PPNS) DLHK Provinsi Bengkulu, untuk selanjutnya akan dilakukan pemanggilan terhadap terduga berdasarkan LK untuk klarifikasi terhadap PPNS.
"Apabila diperlukan, PPNS akan berkoordinasi dengan Penyidik Polda Bengkulu selaku Koordinator Pengawas (Korwas) PPNS DLHK Provinsi Bengkulu," katanya, dalam pernyataan resmi yang diterima, Rabu (22/2/2023).
Penanggung Jawab Konsorsium Bentang Alam Seblat, Ali Akbar mengungkapkan, luas kawasan hutan yang sudah dibuka menggunakan alat berat itu diperkirakan sekitar 1 hektare, dengan titik koordinat 47M X 787094 Y 9682946.
"Informasi yang didapat di lapangan, wilayah itu dibuka untuk kebun sawit dan menurut saksi wilayah hutan itu dikuasai oleh RS. Katanya alat itu disewa oleh RS dengan biaya sekitar Rp750 ribu per jam," ungkap Ali, Rabu (22/2/2023).
Menurut Ali, selama dua tahun terakhir, tidak kurang dari 6.358 hektare Bentang Alam Seblat yang memanjang dari Kabupaten Bengkulu Utara hingga Mukomuko, telah habis dibabat dan ditanami sawit. Itu menandakan lemahnya pengawasan terhadap kawasan penyangga kehidupan dan hidupan satwa liar itu.
Ali juga menambahkan, sebelumnya tim gabungan KPHP Mukomuko, Polres Mukomuko dan Kodim 0428/Mukomuko juga menemukan alat berat jenis bulldozer merk Komatsu Type D 65P-12 dengan No mesin 6d125-64702 melakukan pembukaan jalur dalam kawasan HPT Air Ipuh I pada akhir 2022 lalu, dan temuan ini sudah di-police line.
Perlu Pendekatan Sekaligus Penindakan Hukum
Ali bilang, ada dua pendekatan yang bisa dilakukan terhadap para perambah habitat gajah ini. Terhadap warga yang sudah lama merambah hutan bisa ditangani dengan pendekatan humanis, sedangkan terhadap para perambah baru, mesti ditindak menggunakan mekanisme hukum.
Dia menjelaskan, kegiatan pembukaan kawasan hutan menggunakan alat berat secara ilegal melanggar pasal 17 ayat (2) huruf a. Jo pasal 92 ayat 1 huruf b. UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Kerusakan Hutan. Jo pasal 50 ayat (3) huruf a dan b. Jo pasal 78 ayat (9) UU 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.
"Kami Konsorsium Bentang Alam Seblat mendesak aparat penegak hukum untuk meningkatkan pengawasan dan pengamanan serta menindak tegas pelaku kejahatan kehutanan di Bentang Alam Seblat secara keseluruhan," kata Ali.
"Tapi itu hanya satu pendekatan, pendekatan lainnya adalah mengapa petani masuk ke hutan? Karena tanah di wilayah tempat tinggal mereka habis diberikan kepada perusahaan perkebunan, menjadi wilayah tambang," imbuh Ali.
Menurut Ali, para perambah hutan sebetulnya mengetahui secara jelas lahan yang dirambah itu statusnya kawasan hutan, dan memiliki fungsi penting, terutama sebagai habitat gajah. Begitu pula risiko yang dihadapi dari aktivitas perambahan hutan ini.
Namun, bisa jadi perambahan hutan terjadi karena warga tidak punya pilihan. Sementara di sisi lain situasi itu dimanfaatkan oleh kelompok tertentu untuk mencari keuntungan dan dapat lepas dari jerat hukum, karena tidak adanya keterkaitan secara langsung dalam proses pembukaan lahan.
Perambahan Meningkatkan Potensi Konflik Manusia dan Satwa
Temuan alat berat pada 21 Februari 2023 yang sedang beraktivitas merusak hutan ini, lanjut Ali, menunjukkan bahwa tidak ada peningkatan pengamanan terhadap kawasan Bentang Alam Seblat.
Ali curiga, ada keterlibatan oknum tertentu di balik maraknya aktivitas perambahan kawasan hutan di Bentang Alam Seblat ini. Di sisi pemegang izin usaha kehutanan misalnya, mengaku kewalahan mengamankan wilayah kerjanya. Namun fakta di lapangan justru menunjukkan adanya kecenderungan pembiaran terjadinya perambahan.
"Apalagi sekarang sudah ada perjanjian kerja sama (PKS) antara DLHK dengan mereka (perusahaan pemegang izin), PKS pengamanan ini sepertinya belum efektif dilaksanakan," kata Ali.
Ali menambahkan, aktivitas perambahan hutan di Bentang Alam Seblat, apapun bentuknya, akan sangat mempengaruhi perilaku gajah sumatera yang mendiami kawasan itu. Ali berani memastikan, dengan diubahnya fungsi kawasan hutan ini, akan meningkatkan potensi persinggungan atau konflik manusia dan satwa.
"Ingat, bahwa sejak akhir 2022 setidaknya ada 11 ekor sapi dimangsa harimau, tak terhitung berapa pondok yang dirobohkan gajah," ungkap Ali.
Fakta itu, masih kata Ali, seharusnya bisa dipahami sebagai pertanda bahwa intensitas konflik antara satwa liar dan manusia semakin tinggi. Yang mana ujungnya, dapat dipastikan satwa akan semakin kehilangan ruang hidupnya, dan secara perlahan menuju kepunahan lokal.
SHARE