MA Menangkan Warga Sangihe Atas Pencabutan Izin PT TMS

Penulis : Aryo Bhawono

Hukum

Selasa, 17 Januari 2023

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Mahkamah Agung menolak kasasi yang diajukan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)  terkait perpanjangan Kontrak Karya PT Tambang Mas Sangihe (TMS). Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) berpendapat putusan ini menunjukkan operasi tambang di pulau kecil dan perpanjangan kontrak karya tidak mematuhi perundangan.

Dikutip dari CNN Indonesia, majelis hakim yang diketuai oleh Is Sudaryono dengan anggota Yodi Martono Wahyunadi dan Yosran, menolak menolak kasasi perkara nomor: 650 K/TUN/2022 yang diajukan oleh Menteri ESDM RI dan PT TMS. Segala perizinan termasuk izin lingkungan terkait operasi perusahaan tidak berlaku lagi.

"Amar putusan: Tolak," demikian dikutip dari situs Kepaniteraan MA, Senin (16/1).

Putusan pada tingkat kasasi ini menguatkan putusan majelis hakim pada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Jakarta. Majelis hakim PTTUN Jakarta menyatakan Kementerian ESDM, selaku terbanding mencabut Surat Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor: 163.K/MB.04/DJB/2021 tanggal 29 Januari 2021 tentang Persetujuan Peningkatan Tahap Kegiatan Operasi Produksi Kontrak Karya PT Tambang Mas Sangihe.

Ratusan warga Pulau Sangihe yang tersebar di Jabodetabek bersama masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Save Sangihe Island, melakukan aksi massa di Depan Kantor Ditjen Minerba Kementerian ESDM dan Kantor Kedutaan Besar Kanada di Indonesia, Kamis (7/7/2022)./Foto: Save Sangihe Island.

Kasus ini bermula saat warga Kepulauan Sangihe yakni Elbi Pieter dkk menggugat Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor: 163.K/MB.04/DJB/2021 tanggal 29 Januari 2021 ke PTUN Jakarta pada Kamis, 23 Juni 2022.

Dalam putusan yang dibacakan majelis hakim PTUN Jakarta pada 20 April 2022 lalu, gugatan warga Kepulauan Sangihe itu tidak dapat diterima. 

Terpisah, Kepala Divisi Hukum Jatam sekaligus Tim Kuasa Hukum Warga Kepulauan Sangihe, Muh Jamil, menyebutkan, keberadaan PT. TMS di Pulau Sangihe sudah tidak lagi memiliki legitimasi secara hukum, mengingat perizinan usaha berupa Kontrak Karya (KK) yang tidak sesuai dengan UU Minerba 4/2009 maupun hasil revisi UU Minerba 3/2020. 

“Pemerintah harus segera mencabut izin tambang PT TMS, berikut segala aktivitas perusahaan dihentikan, serta lakukan penindakan hukum yang tegas atas segala kejahatan lingkungan dan kemanusiaan yang dilakukan,” ucapnya ketika dihubungi redaksi.

Menurutnya putusan MA ini menjadi tonggak dan yurisprudensi untuk membebaskan pulau-pulau kecil di Indonesia dari aktivitas tambang. Apalagi, jauh sebelum putusan hukum atas sengketa warga Sangihe dengan PT TMS keluar. 

MA juga pernah buat putusan hukum yang sama, atas gugatan warga pulau kecil Bangka di Minahasa Utara, Sulawesi Utara melawan PT Mikgro Metal Perdana (MMP) asal Tiongkok.

Saat itu, gugatan warga pulau Bangka menang berturut-turut, mulai dari Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Nomor 211/G/2014/PTUN-JKT pada 14 Juli 2015, Putusan Pengadilan Tinggi TUN pada tanggal 14 Desember 2015, dan hingga Putusan Mahkamah Agung Nomor 255K/TUN/2016 tanggal 11 Agustus 2016.

Kemenangan warga itu ditindaklanjuti oleh Menteri ESDM saat itu, Ignasius Jonan, dengan mencabut IUP PT MMP melalui Surat Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor: 1361 K/30/MEM/2017 Tentang Pencabutan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 3109 K/30/MEM/2014 Tanggal 17 Juli 2014 tentang Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi PT. Mikro Metal Perdana.

Salah satu pertimbangan penting dari putusan para majelis hakim atas dua perkara itu, adalah ihwal pemanfaatan pulau kecil dan perairannya yang tidak diprioritaskan untuk pertambangan. Hal itu salah satunya termaktub dalam UU No 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang telah diperbarui dengan UU No 1 Tahun 2014[i].

“Kami menuntut pemerintah, terutama Menteri ESDM, agar selain harus segera mencabut izin tambang PT TMS, juga segera melakukan evaluasi dan mencabut seluruh izin tambang di atas pulau-pulau kecil Indonesia,” lanjutnya.

Penelitian JATAM pada 2017 lalu menyebutkan 55 pulau kecil Indonesia, dimana sebagian besar padat penduduk, tengah dibebani industri tambang dan migas. Pada pulau-pulau kecil ini terdapat sekitar 164 izin usaha pertambangan.

Misalnya, pulau Wawonii di Sulawesi Tenggara terdapat PT Gema Kreasi Perdana (GKP) yang merupakan bagian dari Harita Group dan pulau Gag di Papua Barat yang seluruh wilayah pulau diokupasi oleh PT Gag Nikel. 

Demikian juga dengan pulau-pulau kecil lain, seperti Pulau Gebe, Pakal, dan Gee di Maluku Utara, atau pulau-pulau kecil di sekitar Bangka Belitung yang dipenuhi pertambangan timah.

SHARE