Papua: Kejaksaan Tetapkan Satu Tersangka Kasus HAM Berat Paniai
Penulis : Tim Betahita
Aktivis HAM Papua
Jumat, 01 April 2022
Editor :
BETAHITA.ID - Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan seseorang berinisial IS sebagai tersangka kasus dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat di Paniai, Papua. IS berasal dari unsur TNI yang diduga melakukan tindakan hingga menyebabkan 4 orang meninggal dunia dan puluhan lainnya luka-luka.
"Tim jaksa penyidik pada Direktorat Pelanggaran HAM Berat pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung telah menetapkan satu orang tersangka yaitu IS," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Ketut Sumedana dalam keterangan pers tertulisnya, Jumat (1/4).
Ketut menerangkan penetapan tersangka ini dilakukan berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP-01/A/Fh.1/04/2022. Surat penetapan tersangka itu diteken Jaksa Agung hari ini selaku penyidik, sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat (1) UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Kasus dugaan pelanggaran HAM berat di Paniai ini ditangani berdasarkan Surat Perintah Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: Print-79/A/JA/12/2021 yang ditandatangani pada 3 Desember 2021 dan surat Nomor: Print-19/A/Fh.1/02/2022 yang diteken pada 4 Februari 2022 tentang Penyidikan Dugaan Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat dalam Peristiwa Paniai di Provinsi Papua Tahun 2014.
"Penyidik telah berhasil mengumpulkan alat bukti sesuai Pasal 183 juncto 184 KUHAP sehingga membuat terang adanya peristiwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat di Paniai tahun 2014, berupa pembunuhan dan penganiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a dan h jo. Pasal 7 huruf b Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia," ujar Ketut.
Ketut menjelaskan peristiwa pelanggaran HAM berat ini terjadi karena tidak adanya pengendalian yang efektif dari komandan militer. Tak hanya itu, kata Ketut, tidak adanya pencegahan untuk menghentikan perbuatan pasukan dan tidak menyerahkan pelaku kepada pejabat yang berwenang untuk dilakukan penyelidikan.
"Peristiwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat terjadi karena tidak adanya pengendalian yang efektif dari komandan militer yang secara de yure dan/atau de facto berada di bawah kekuasaan dan pengendaliannya, serta tidak mencegah atau menghentikan perbuatan pasukannya dan juga tidak menyerahkan pelakunya kepada pejabat yang berwenang untuk dilakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, sebagaimana dimaksud Pasal 42 ayat (1) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia," ujarnya.
Periksa Puluhan Saksi
Sebelumnya, Sebanyak 18 TNI dan 16 anggota Polri diperiksa sebagai saksi oleh penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung terkait dugaan pelanggaran HAM Berat dalam peristiwa di Paniai Provinsi Papua Tahun 2014.
Totalnya, sudah ada 42 saksi diperiksa. "Adapun 40 orang saksi yang telah diperiksa sebelumnya yaitu 18 orang saksi dari unsur Tentara Nasional Indonesia (TNI), 16 orang saksi dari unsur Kepolisian RI, 6 orang dari unsur sipil dan 4 orang ahli yang terdiri dari ahli Laboratorium Forensik dan Ahli Legal Audit," kata Ketut Sumedana.
Penyidik juga telah menggali pembuktian dengan menghadirkan ahli hukum HAM yang telah diperiksa tanggal 2 Maret 2022 untuk melengkapi pemberkasan dan pemeriksaan ahli militer pada 4 Maret 2022.
SHARE