Intimidasi Berlanjut di Wadas
Penulis : Aryo Bhawono
Hukum
Jumat, 11 Februari 2022
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Pasukan polisi masih berkeliaran di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Purworejo, Jawa Tengah hingga Kamis (10/2). Warga pun mengaku ada pemaksaan yang dilakukan polisi untuk menyetujui dan melakukan pengukuran tanah.
Kondisi mencekam masih terjadi di Desa Wadas. Laporan warga menyebutkan polisi masih berkeliaran di jalanan desa bersama orang-orang berpakaian preman. Warga tak bisa membedakan apakah mereka aparat atau bukan.
Salah seorang warga yang tak mau disebut namanya menyebutkan warga tak berani keluar rumah karena lalu lalang brimob di jalan desa,. Sedangkan anak-anak tak sekolah karena belum pulih dari trauma kekerasan yang terjadi sejak Selasa lalu (20/2).
“Sampai sekarang sampah-sampah makanan para aparat masih berserakan di rumah warga,” ucap dia dalam konferensi virtual perkembangan kondisi Wadas pada Kamis (10/2).
Warga lain menyebutkan beberapa warga lain yang lari ke hutan karena bersembunyi belum pulang. Mereka masih takut dengan aparat. Polisi pun sempat mengancam akan memburu dengan anjing yang mereka bawa.
Pendamping warga dari Solidaritas Perempuan (SP) Kinasih yang tak mau menyebutkan nama mengaku kondisi mencekam desa tak berubah sejak polisi melakukan pengepungan. Ibu-ibu yang sempat berdoa di masjid desa baru bisa keluar sore dan mendapat cecaran pertanyaan. Saking takutnya beberapa keluarga berkumpul dalam satu rumah.
Ia bahkan harus bersembunyi di rumah warga pada Rabu malam. Ketika pulang pada keesokan harinya ia melihat Brimob masih menjaga jalan-jalan masuk menuju Desa Wadas, diantaranya di Kaliancar dan Krajan. Penjagaan ini dilakukan dua lapis.
Sulaiman, salah seorang warga yang ditangkap dan kemudian mengungsi usai dilepaskan mengaku mendapat laporan bahwa pada Rabu malam rombongan bermotor berkeliling desa dan menyerukan agar warga membawa SPPT PBB, memberikan tanda tangan persetujuan, dan mengumpulkannya ke rumah warga yang pro tambang. Beberapa warga khawatir sampai tidak bisa tidur sampai ada yang pergi keluar desa.
Pendamping dari LBH Yogyakarta, Yogi Zul Fadhli, menyebutkan 3 dari sekitar 60-an warga yang ditangkap ditetapkan sebagai saksi atas tindak pidana pasal 28 UU ITE dan Pasal 14 UU No.1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana. Polisi telah melakukan penyitaan terhadap telepon genggam mereka.
“Pasal yang disangkakan lebih banyak polisi mencari kegiatan yang dilakukan di media sosial. Menurut kami berupaya menggembosi perlawanan masyarakat di medsos,” ucap Budi Hermawan, pendamping warga yang juga dari LBH Yogyakarta.
Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Trisno Raharjo, menyebutkan tindakan berlebihan polisi juga dilakukan dengan mematikan akses informasi dan komunikasi serta listrik. Hal ini sudah sangat berlebihan dan menyalahi prosedur.
Menurutnya seluruh tindakan polisis menggugurkan proses hukum terhadap warga yang dijadikan saksi tindak pidana itu.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menyebutkan konflik yang terjadi di Wadas bukan horisontal, antara warga melawan warga, melainkan vertikal antara warga dengan pemerintah. Ia menyebutkan fakta lapangan yang ada, pasukan yang dikerahkan justru ditujukan untuk pengepungan, bukan pengawalan.
Terbukti mereka merangsek sampai ke rumah penduduk, melakukan penyitaan, penangkapan, dan teror. Personel polisi pun beragam, ada yang membawa anjing, pakaian preman, bersenjata lengkap, hingga berseragam resmi.
“Tindakan aparat melanggar hukum, HAM, dan demokrasi. Ada dari mereka tidak ada pakaian resmi dan tanda pengenal, dan mengapa aparat berpakaian resmi malah membiarkan melakukan tindakan dan ucapan intimidatif. Cara ini seolah Indonesia bukan negara hukum,” ucap dia.
Ia menekankan pengepungan yang dilakukan polisi ini untuk PSN makanya pertanggungjawaban insiden Wadas ini harus sampai ke presiden. Artinya pengerahan pasukan ini merupakan pelaksanaan dari PSN. Kepolisian sendiri mengaku bahwa ada permintaan pengawalan dan malah mendatangkan pasukan dan melakukan pengepungan.
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Yogyakarta menyebutkan negara gagal melindungi warga Wadas dan malah mengancam kehidupan mereka. Sementara secara terpisah, Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) menyampaikan keprihatinan dan bersimpati pada warga Wadas. Mereka juga meminta polisi segera menarik pasukannya dari Desa Wadas.
Warga sendiri menuntut penghentian rencana tambang dan meminta pengusutan atas tindakan kepolisian di desanya.
SHARE