Desak Tutup PT TPL, Tiga Aktivis Aksi Jalan ke Jakarta

Penulis : Tim Betahita

Lingkungan

Selasa, 15 Juni 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Tiga aktivis lingkungan melakukan aksi jalan kaki dari Toba, Sumatera Utara menuju Jakarta untuk bertemu dengan Presiden Joko Widodo. Mereka meminta Jokowi menutup PT Toba Pulp Lestari (TPL) yang kerap terlibat konflik lahan dengan masyarakat Natumingka.

Abdon Nababan, dari Aliansi Gerak Tutup TPL mengatakan tiga aktivis itu mulai melakukan aksi jalan kaki sejak kemarin, Senin (14/6). Mereka diperkirakan akan tiba di Jakarta 40-50 hari mendatang.

"Sejak tadi pagi jam 8, ini untuk menyampaikan aspirasi dari masyarakat korban TPL untuk disampaikan kepada presiden dan minta Presiden untuk menutup TPL," kata Abdon seperti diberitakan CNNIndonesia.com.

Ia mengatakan aktivis yang jalan kaki itu didampingi tim pendukung yang membawa logistik. Ada sekitar 8-11 orang yang mendampingi.

Upaya PT TPL melakukan penanaman eukaliptus di wilayah adat Huta Natumingka di Kabupaten Toba berujung bentrok, Selasa (18/5/2021)./Foto: AMAN Tano Batak

Abdon menyebut pihaknya dari Aliansi Gerak Tutup TPL akan berusaha menghubungi Sekretariat Presiden. Abdon ingin para aktivis bisa langsung difasilitasi setibanya di Jakarta.

"Harapannya karena sudah beberapa kali Pak Jokowi juga bicara tentang ini, jadi sebenarnya aksi ini mendukung apa yang pernah dijanjikan presiden untuk mengembalikan hutan yang ada di Toba itu ke masyarakat adat," kata dia.

Sebelum aksi jalan kaki ini, pada akhir Mei lalu, masyarakat dan karyawan PT TPL sempat terlibat bentrok terkait lahan di Desa Natumingka, Kecamatan Borbor, Kabupaten Toba, Sumatera Utara.

Bentrokan itu dipicu rencana pihak PT TPL yang ingin menanam eukaliptus di atas tanah adat masyarakat Natumingka. Akibat bentrokan itu, puluhan masyarakat setempat mengalami luka-luka.

Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak, Roganda Simanjuntak, mengatakan bentrokan antara masyarakat dengan pihak PT TPL, sudah lama berlangsung.

Bahkan sepanjang 2020-2021, kata dia, sekitar 70 warga dilaporkan PT TPL ke polisi. Konflik lahan konsesi TPL pun terjadi di Toba, Simalungun, Taput, Humbahas.

Sebelumnya, segudang konflik agraria yang puluhan tahun tak terselesaikan di Tano Batak (tanah Batak) antara masyarakat adat melawan perusahaan PT Toba Pulp Lestari (TPL), akhirnya membuat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya beserta para direktur jenderal (dirjen) bawahannya merasa perlu turun ke lapangan. Insiden terbaru bentrok antara Masyarakat Adat Huta Natumingka dengan PT Toba Pulp Lestari (TPL), akhir bulan lalu, berujung pada munculnya gerakan Aliansi Tutup PT TPL.

Ahad siang, Menteri Siti beserta rombongan datang ke Kecamatan Parapat, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara (Sumut), untuk bertemu dengan perwakilan masyarakat adat di Hotel KHAS Parapat. Kedatangan rombongan Menteri Siti ini disambut cukup ramai oleh masyarakat adat Tano Batak dengan seruan dan bentangan sejumlah spanduk yang bertuliskan Cabut Izin Konsesi PT TPL.

Dalam pertemuan tersebut Menteri Siti menyebut akan melakukan sejumlah hal terkait konflik agraria di Tano Batak. Salah satunya, melakukan evaluasi atau preliminary audit terhadap keberadaan perusahaan penghasil bubur kertas atau pulp yang lokasi pabriknya berada di Porsea tersebut.

Dalam pertemuan itu, tujuh perwakilan masyarakat adat di Tano Batak hadir dan menyampaikan aspirasinya kepada Menteri Siti. Natal Simanjuntak, yang hadir mewakili Masyarakat Adat Huta Natumingka menuturkan, PT TPL sudah banyak menimbulkan penderitaan kepada masyarakat Natumingka. Bahkan perusahaan satu ini juga dituding telah merusak makam leluhur masyarakat Natumingka. Dirinya meminta perusahaan tersebut ditutup.

CNNINDONESIA| BETAHITA

SHARE