Konsesi APP Dinilai Momok Satwa Dilindungi dan Masyarakat Adat
Penulis : Gilang Helindro
Hutan
Rabu, 27 Mei 2020
Editor :
BETAHITA.ID - Pada 18 Mei 2020, bertepatan dengan majelis hakim Pengadilan Negeri Bengkalis menghukum anggota masyarakat adat Sakai, Bongku Jelodan yang dilaporkan oleh PT Arara Abadi telah menyerboto ;ahan mereka, seekor Harimau sumatera (Panthera Tigris) ditemukan tewas di areal konservasi distrik gelombang perusahaan itu di Siak atau di Bentang Suaka Margasatwa Giam Siak Kecil (SM GSK).
Koordinator Jikalahari Made Ali, mengatakan, pada masa pandemi Covid-19 ini mustinya PT Arara Abadi dan induk perusahaan APP Grup benar-benar menjaga habitat satwa liar harimau sumatera dan gajah sumatera yang masuk dalam hewan dilindungi.
“Tapi mengapa PT Arara Abadi tidak berani melawan pemburu satwa liar? Tapi dengan gagah berani mengkriminalkan masyarakat adat Sakai?,” katanya melalui keterangan resminya, Selasa 26 Mei 2020.
Majelis Hakim PN Bengkalis menghukum Bongku setahun penjara, denda Rp 200 juta karena menebang akasia-ekaliptus seluas setengah hektar di dalam konsesi PT Arara Abadi. Padahal Bongku menebang akasia itu untuk ditanami ubi menggalo.
Areal yang ditebang Bongku milik masyarakat adat Sakai, termasuk areal konsesi PT Arara Abadi merupakan milik masyarakat adat Sakai. Saat Bongku menebang pohon akasia, karyawan PT Arara Abadi melaporkan Bongku ke Polisi.
Jikalahari mencatat, satwa khas Riau yang dilindungi selain Harimau Sumatera, gajah sumatera juga kerap ditemukan mati di dalam konsesi PT Arara Abadi di bentang Giam Siak Kecil di Kabupaten Siak dan Bengkalis.
Pada 2016 seekor gajah betina umur 25 tahun mati dalam kubangan air di Distrik II Duri. November 2019 seekor gajah jantan umur 40 tahun mati dengan kepala terpisah dari badannya di konsesi PT Arara Abadi Distrik II Duri.
Di Riau, selain Taman Nasional Tesso Nilo, Taman Nasional Bukit Tiga Puluh dan SM Kerumutan, juga merupakan kantong gajah dan harimau sumatera. Luas Suaja Margasatwa Giam Siak Kecil sekitar 77.971 hektare sedangkan blok GSK seluas 888.965 hektare.
SM GSK dikelilingi oleh tujuh anak perusahaan APP grup. Perusahaanya, PT Arara Abadi, PT Balai Kayang Mandiri, PT Bukit Batu Hutani ALam, PT Riau Abadi Lestari, PT Rimba Mandau Lestari, PT Satria Perkasa Agung dan PT Sekato Pratama Makmur. Total luas konsesi APP grup di blok GSK seluas 287.204 hektar.
Menurut Made, Keberadaan korporasi APP grup mengakibatkan deforestasi di blok GSK dan menghancurkan habitat Harimau Sumatera dan Gajah yang ada. “Hasil analisis Jikalahari pada 2019, dari 888.965 hektare luas blok GSK, saat ini tinggal 137.265 hektare hutan alam,” kata Made.
“Secara langsung maupun tak langsung, PT Arara Abadi termasuk APP Grup turut serta melakukan pemusnahan satwa liar dilindungi oleh hukum Indonesia berupa membiarkan pemburu masuk ke konsesinya, juga telah merusak hutan alam sebagai habitat satwa liar,” katanya.
Menurut data Jikalahari, sebelum kematian harimau sumatera di konsesi PT Arara Abadi pada 18 Mei 2020, di lokasi APP grup sering terjadi konflik antara manusia dan harimau.
Pertama pada 23 Mei 2019, M Amri meninggal di kanal sekunder 41 konsesi PT Riau Indo Agropalma (RIA) APP Grup, Desa Tanjung Simpang, Pelangiran, Indragiri Hilir.
Kedua, pada 25 Agustus 2019, Darmawan alias Nang berusia 36 tahun tewas diterkam harimau di areal PT Bhara Induk (APP Grup), Dusun Sinar Danau, Desa Tanjung Simpang, Kecamatan Pelangiran.
Ketiga pada 24 Oktober 2019, Wahyu Kurniadi asal Aceh yang bekerja di perusahaan kontraktor PT Kencholin Jaya rekanan PT RIA (APP Grup), kena terkam di areal kerja PT RIA, Kecamatan Pelangiran, Indragiri Hilir.
Keempat, pada 30 Januari 2020, Darmawan, 42 tahun tewas dimangsa harimau sumatera saat mencari kayu di konsesi PT Bhara induk (APP Grup), Desa Tanjung Simpang, Kecamatan Pelangiran, Inhil.
Kejadian berulang tiap tahun ini perlu segera direspon oleh Menteri LHK berupa mereview perizinan HTI APP grup di Riau berupa IUPHHKHT, Izin Lingkungan, AMDAL, lalu, “mengeluarkan seluruh izin HTI APP grup dari wilayah masyarakat adat,” kata Made.
Dolly Priatna, Head of Conservation APP Sinar Mas, mengatakan satwa langka dilindungi tersebut ditemukan dalam kondisi mati terjerat pada Senin, 18 Mei 2020 oleh salah satu staff PT Arara Abadi yang berada di area konservasi Distrik Gelombang, wilayah konsesi PT Arara Abadi.
"Kami turut prihatin atas kematian seekor harimau di Desa Minas Barat yang terjadi akibat perburuan ilegal," katanya dalam siaran pers Selasa, 19 Mei 2020.
Selanjutnya, kata Dolly, pihak perusahaan langsung melaporkan temuan harimau mati kepada Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau.
Terkait kejadian ini, perusahaan sudah bekerja sama dengan tim BKSDA Riau dan terus memberikan dukungan dalam proses investigasi lebih lanjut.
Menurutnya, perburuan ilegal satwa kunci, termasuk dengan menggunakan jerat, merupakan praktik yang merugikan lingkungan hidup dan komunitas di sekitarnya.
"Oleh karena itu, APP Sinar Mas beserta berbagai unit bisnis dan pemasoknya, termasuk PT Arara Abadi, senantiasa berupaya untuk berkontribusi menekan praktik tersebut oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab di sekitar wilayah konsesi kami," ungkapnya.
APP Sinar Mas sudah bekerja sama dengan Forum Harimau Kita (FHK), serta pihak berwenang seperti BKSDA Riau, BKSDA Jambi, Balai Taman Nasional Berbak-Sembilang serta unsur TNI dan Polri, untuk menjalankan operasi sisir jerat di wilayah konservasi dan sekitar wilayah konsesi kami.
Operasi tersebut telah dijalankan bersama para pihak dan juga rutin, setidaknya sebulan sekali secara mandiri, di sejumlah wilayah di Riau, Jambi, dan Sumatra Selatan.
"Melalui operasi patroli ini, tim berhasil menemukan dan membongkar pondok-pondok liar yang menyimpan alat pikat, perangkap atau jerat untuk spesies burung dan spesies mamalia besar, serta mengamankan seluruh alat jerat yang ditemukan. Menurut catatan kami selama program ini berlangsung sudah ditemukan sebanyak 70 jerat yg sudah diamankan oleh tim," katanya.
SHARE