Rencana Penghapusan IMB dan Amdal, Dinilai Hilangkan Perlindungan Lingkungan
Penulis : Redaksi Betahita
Agraria
Kamis, 21 November 2019
Editor : Redaksi Betahita
Betahita.id – Rencana pemerintah menghapus Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dari daftar syarat yang dibutuhkan dalam proses pengurusan izin investasi, mendapat tanggapan negatif dari penggiat lingkungan.
Pertengahan September 2019, Menteri Agraria dan Tata Ruang / Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil menyampaikan rencana menghapus Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dari daftar syarat yang dibutuhkan dalam proses pengurusan izin investasi.
Baca juga: Koalisi Anti-Mafia Hutan: Industri Pulp Perparah Risiko Karhutla
Arip Yogiawan, Ketua Kampanye dan Jaringan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), mengatakan upaya menghapus IMB dan AMDAL dengan sendirinya akan menghapus perlindungan kepada masyarakat, menghapus perlindungan lingkungan hidup, dan melanggar hak atas informasi dan partisipasi masyarakat.
“Sejatinya, negara memiliki otoritas untuk memastikan segala pembangunan sesuai dengan perencanaan tata ruang dan prinsip-prinsip perlindungan lingkungan hidup, dan perlindungan hak atas partisipasi masyarakat,” kata Yogi saat dihubungi Selasa, 19 November 2019.
Sofyan Djalil menjelaskan, salah satu alasan penghapusan IMB karena banyak keluhan soal temuan pelanggaran di lapangan selama kepengurusan izin tersebut. Selain proses perizinan semakin lama, biaya pun meroket. Investor pun urung menanamkan modalnya.
Ia juga memastikan bahwa penghapusan IMB bukan berarti pendirian bangunan bakal serampangan. Nantinya pengawasan akan tetap dilakukan oleh pihak ketiga yang tersertifikasi, terutama pada bangunan yang terletak di daerah yang belum memiliki rencana detail tata ruang (RDTR).
“Idenya kan ada di RDTR. Kalau RDTR sudah ada, artinya semua sudah dipertimbangkan. Tapi karena ada kontroversi kemarin, akhirnya kita harus teliti lebih lanjut,” kata Sofyan seperti dikutip Tempo.co, Senin, 11 November 2019.
Yogi menjelaskan dalam peraturan perundang-undangan, IMB diatur dalam Peraturan Pemerintah No36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Berdasarkan pasal 14 ayat 1 dan 2 PP No. 36 Tahun 2005, setiap orang yang ingin mendirikan bangunan gedung harus memiliki Izin Mendirikan Bangunan yang diberikan oleh pemerintah daerah melalui permohonan izin.
Adapun permohonan IMB, kata Yogi, harus dilengkapi dengan tanda bukti status kepemilikan hak atas tanah atau tanda bukti perjanjian pemanfaatan tanah, data pemilik bangunan gedung, rencana teknis bangunan gedung, dan analisis mengenai dampak lingkungan bagi bangunan gedung yang menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan (pasal 15 ayat (1) PP No. 36 Tahun 2005.
Kemudian katanya, pengaturan IMB tersebut merupakan bentuk persetujuan pemerintah atas rencana pembangunan dengan memperhatikan aspek-aspek keselamatan masyarakat dan lingkungan hidup. Artinya siapapun yang berencana melakukan aktivitas pembangunan harus memenuhi syarat-syarat tertentu baik dari aspek legalitas perolehan tanah, peruntukan tanah, teknis bangunan gedung, dan dampak lingkungan hidup.
“Dalam kegiatan atau usaha yang berdampak besar dan penting bagi lingkungan hidup, IMB dikeluarkan setelah perencana usaha memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. Melalui IMB, masyarakat dapat terlibat secara aktif untuk mengetahui dan memantau rencana pembangunan, serta memastikan setiap pembangunan tidak akan mencederai hak-hak masyarakat dan pembangunan yang sesuai dengan tata ruang,” katanya.
Sedangkan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah dokumen yang berisi kajian mengenai dampak penting suatu usaha/dan atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Melalui AMDAL, para pemrakarsa kegiatan akan lebih berhati-hati dengan cara melakukan kajian mendalam terkait aktivitas perusahaannya terutama dampak lingkungan hidup dan bagaimana menanggulangi dampaknya. Proses pembuatan AMDAL mewajibkan keterlibatan masyarakat termasuk persetujuannya. Maka, AMDAL dan IMB adalah satu rangkaian kegiatan yang tidak dapat dikesampingkan.
“Jika IMB dan AMDAL dihapuskan, maka kerusakan lingkungan hidup dipastikan akan segera terjadi dan meluas, mengingat tidak ada pencegahan, pengendalian, dan diabaikannya asas kehati-hatian (precautionary principle) dalam perencanaan pembangunan,” kata Yogi.
Terlebih kata Yogi, ketika penghapusan IMB ini hendak digantikan dengan RDTR yang tidak dapat disandingkan kedudukannya dengan IMB. Sebab dalam Undang-Undang Penataan Ruang, RDTR menekankan aspek pemanfaatan tata ruang di wilayah kabupaten/kota yang lebih terperinci dan dilengkapi dengan peraturan zonasi. “Hal ini berbeda dengan pengaturan IMB dalam Undang-undang tentang Bangunan Gedung lebih menekankan pada aspek bangunan, yang sifatnya lebih spesifik,” tambahnya.
Hentikan Wacana Penghapusan IMB dan AMDAL
Rencana penghapusan IMB dan AMDAL juga mendapat sorotan dari Koalisi yang terdiri dari YLBHI, ICEL, Jatam, FNKSDA, Auriga Nusantara, Kiara, dan Kruha. Koalisi menyatakan bahwa pertama, pemerintah harus berhenti mewacanakan penghapusan IMB dan AMDAL.
Kedua, menuntut pemerintah membatalkan peraturan-peraturan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip perlindungan lingkungan hidup.
Ketiga, menuntut pemerintah mengedepankan perlindungan lingkungan hidup dan keselamatan masyarakat dan ruang hidupnya di atas kepentingan ekonomi.
Keempat, menuntut pemerintah mengembangkan dan mempertegas kebijakan lingkungan hidup untuk menjamin terlaksananya perlindungan serta pemulihan lingkungan hidup yang berkelanjutan.
Kelima, Mengecam rencana Menteri ATR/BPN menghapuskan IMB dan AMDAL karena bertentangan dengan prinsip-prinsip perlindungan lingkungan hidup, prinsip partisipasi, transparansi, dan hak asasi manusia sebagaimana tercantum dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup beserta peraturan turunannya.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya juga angkat bicara soal wacana penghapusan kegiatan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) sebagai syarat pengurusan izin investasi.
Menurut Siti Nurbaya, kegiatan bisa mendapat pengecualian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) jika daerah telah memiliki Rencana Detil Tata Ruang (RDTR) Kota atau Kabupaten bersyarat dan memenuhi kriteria. “Permen yang dirujuk P24-nya Menteri LHK, kita menyebutnya pengecualian, bukan menghapus,” kata Siti di halaman Istana Negara, Jakarta seperti dikutip tempo.co pada Senin, 11 November 2019.
Pengecualian itu, kata Siti Nurbaya, juga dilakukan dengan syarat. “Syaratnya RDTR Kabupaten dan Kota tersebut juga harus mengintegrasikan konsep lingkungan.”
SHARE