Aktivis Merauke Ditangkap Paksa Polisi, LBH: Pembungkaman Suara
Penulis : Kennial Laia
Pejuang Lingkungan
Jumat, 19 Desember 2025
Editor : Yosep SUPRAYOGI
BETAHITA.ID - Stenliy Dambujai telah 57 kali melakukan orasi di depan halaman sejumlah gereja di Merauke, Papua Selatan. Aksi tersebut dia lakukan untuk memprotes proyek strategis nasional (PSN) lumbung pangan dan energi Merauke, yang banyak dikritisi akan merusak hutan alam dan merampas tanah ulayat masyarakat adat Papua.
Stenliy ditangkap pada Minggu, 7 Desember 2025. Saat itu dia sedang melakukan aksi damai di depan halaman Gereja Kerahiman Ilahi Mangga Dua, Kelapa Lima, Distrik Merauke.
Advokat LBH Papua Merauke Philipus Kraramuya mengatakan, penangkapan paksa tersebut diduga terkait dengan aksi protes Kaum Awam Katolik terhadap pernyataan Uskup Agung Merauke yang mendukung PSN.
Menurut Philipus, penangkapan Stenliy, yang berasal dari komunitas Suara Kaum Awam Katolik, tidak sesuai prosedur hukum dan prinsip hak asasi manusia.
“Saudara Stenliy Dambujai ditangkap paksa dan dibawa paksa ke Polres Merauke untuk dimintai keterangan terkait aksi yang dilakukan, setelah itu dipaksa untuk menandatangani surat pernyataan untuk tidak lagi melakukan aksi protes di depan gereja,” katanya, Rabu, 17 Desember 2025.
“Aksi itu sudah dia lakukan sebanyak 57 kali di beberapa gereja dan tidak dipersoalkan. Di kantor polisi Stenliy juga menyampaikan tidak akan memberikan keterangan sampai kuasa hukumnya datang, namun permintaan Stenliy tidak digubris dan dipaksa untuk menandatangani surat tersebut,” ujarnya.
Menurut Philipus, penangkapan paksa tersebut telah melanggar HAM karena dilakukan secara sewenang-wenang tanpa dasar hukum yang jelas. Dia menyebut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur bahwa penangkapan paksa jika dilakukan tanpa surat perintah, bukti permulaan yang cukup, dilakukan dengan kekerasan atau paksaan untuk mengaku, serta melanggar prinsip praduga tak bersalah dan hak untuk tidak disiksa.
Philipus menyebut, aksi Stenliy sudah sesuai dengan hukum di Indonesia, yang mengatur bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
“Jika kita melihat aksi yang dilakukan oleh Stenliy Dambujai jelas-jelas tidak bertentangan dengan aturan mana pun, karena tidak mengganggu aktivitas warga jemaat yang beribadah dan dilangsungkan di luar halaman gereja secara damai, aman, dan tertib,” katanya.
“Maka, penangkapan paksa ini merupakan tindakan sewenang-wenang aparat kepolisian dan diduga merupakan bagian dari upaya pembungkaman ruang demokrasi bagi suara Kaum Awam Katolik di Merauke,” katanya.
SHARE

Share
