Auriga Nusantara: Setop Kriminalisasi Ketua Adat Tarsisius Fendy
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Hukum
Jumat, 12 Desember 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Auriga Nusantara mendesak Kepolisian Resort Ketapang untuk segera menghentikan kriminalisasi Ketua Adat Dusun Lelayang, Tarsisius Fendy Sesupi, yang menagih sanksi adat kepada PT Mayawana Persada. Auriga menilai, penetapan sebagai tersangka dan upaya penangkapan Fendy pada 9 Desember 2025 merupakan bentuk kriminalisasi terhadap masyarakat adat sekaligus pembela lingkungan hidup yang sedang memperjuangkan hak atas wilayah, hutan, dan ruang hidupnya dari ancaman ekspansi perusahaan.
Polisi menganggap Fendy melakukan perbuatan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 368 ayat 1 dan Pasal 335 ayat 1 KUHP, dan ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Ketapang melalui Surat Nomor: S.TAP.TSK/ 211 /VIII/RES.1.24./2025/Reskrim-I, pada 4 Agustus 2025. Penetapan Fendy sebagai tersangka itu bermula dari tuduhan pemerasan terhadap PT Mayawana Persada, perusahaan perkebunan kayu yang beroperasi di Dusun Lelayang, Desa Kualan Hilir, Kabupaten Ketapang.
Sementara itu, sejak perusahaan tersebut memperoleh izin, Fendy bersama masyarakat adat Dayak Kualan justru menjadi pihak yang terus mengalami tekanan, akibat aktivitas perusahaan yang melakukan perampasan tanah, penggusuran Tanah Colap Torun Pusaka, dan pembakaran pondok ladang masyarakat. Sebagai tokoh adat, Fendy selama ini memimpin protes damai, menghadiri mediasi, dan menyuarakan pelanggaran yang dialami komunitasnya.
Kriminalisasi terhadap Fendy ikut menambah daftar panjang ancaman terhadap pembela lingkungan hidup. Berdasarkan publikasi Auriga Nusantara sedikitnya 115 kasus kriminalisasi dan gugatan hukum terhadap pembela lingkungan sejak 2014 hingga 9 Desember 2025.
Padahal, perlindungan hukum bagi pembela lingkungan telah secara tegas dijamin dalam Pasal 66 UU 32/ 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan dikuatkan pula melalui Putusan MK No. 119/PUU-XXIII/2025 dan Putusan Mahkamah Agung dalam perkara No. 4398K/Pid-Sus-LH/2025.
“Kriminalisasi terhadap Tarsisius Fendy Sesupi adalah bukti nyata bagaimana instrumen hukum masih disalahgunakan untuk membungkam masyarakat adat yang mempertahankan wilayah kelola leluhur mereka,” ujar Fauziah, peneliti hukum Auriga Nusantara, dalam sebuah keterangan tertulis, Kamis (11/12/2025).
“Negara seharusnya melindungi pembela lingkungan, bukan justru menempatkan mereka sebagai tersangka ketika sedang memperjuangkan hak hidup dan keberlanjutan alam,” imbuhnya.
Melihat berbagai pelanggaran yang terjadi dan penyimpangan terhadap perlindungan hukum pembela lingkungan hidup, Auriga Nusantara mendesak Kepolisian Resort Ketapang untuk membebaskan Tarsisius Fendy Sesupi dari segala tuduhan yang dialamatkan kepadanya, dan membatalkan penetapan status tersangkanya.
Auriga juga mendesak Kementerian Lingkungan Hidup memberikan perlindungan hukum kepada Fendy sebagaimana mandat Peraturan Menteri LHK No. 10 Tahun 2024 tentang Pelindungan Hukum Terhadap Orang yang Memperjuangkan Hak atas Lingkungan Hidup yang Baik dan Sehat.
Selain itu, Auriga meminta Presiden Prabowo Subianto untuk memerintahkan Kapolri menghentikan praktik penangkapan sewenang-wenang terhadap masyarakat adat dan pembela lingkungan, dan memastikan institusi kepolisian menghormati hukum dan hak asasi warga negara.
“Perjuangan masyarakat adat mempertahankan wilayah leluhurnya adalah tindakan yang sah, dilindungi hukum, dan menjadi bagian dari upaya menjaga lingkungan hidup. Negara wajib memastikan tidak ada lagi pembela lingkungan yang dikriminalisasi atas keberaniannya membela hak-hak dasar komunitasnya,” kata Fauziah.
Inkar janji bayar sanksi adat
Sebelumnya, Fendy diikuti dan berusaha ditangkap paksa oleh pihak Polres Ketapang dan Polda Kalbar, usai memberikan testimoni di media briefing Pemaparan Hasil Pemantauan Deforestasi, Degradasi Hutan, Lahan dan Kawasan Gambut oleh PT Mayawana Persada sepanjang 2025, di Kota Pontianak. Upaya penangkapan Fendy ini terjadi di kantor Lingkaran Advokasi dan Riset (Link-AR) Borneo, Kalbar, pada Selasa (9/12/2025) sekitar pukul 15.00 WIB.
Namun upaya penangkapan terhadap Fendy tersebut akhirnya urung dilakukan, karena Link-AR Borneo membantu bernegosiasi dengan petugas kepolisian yang datang. Sebagai gantinya, Fendy diwajibkan mendatangi Polres Ketapang pada 15 Desember 2025, untuk dimintai keterangan.
Ketua Link-AR Borneo, Ahmad Syukri, mengatakan bahwa kasus yang menimpa Fendy ini dilatar-belakangi oleh timbulnya sengketa penguasaan tanah dan hutan antara masyarakat adat Dayak Kualan dengan PT Mayawana Persada, serta penetapan sanksi adat oleh masyarakat adat Dayak Kualan kepada PT Mayawana Persada yang telah melakukan beberapa pelanggaran hukum adat.
Pelanggaran hukum adat dimaksud di antaranya adalah pecah-belah dan adu domba di antara masyarakat, penggusuran lahan, penghancuran tanaman tumbuh, pembakaran pondok ladang, peralatan kerja ladang, dan puluhan ton padi hasil ladang. Atas tindakan yang merugikan tersebut, masyarakat meminta pertanggung-jawaban PT Mayawana Persada melalui beberapa kali perundingan, di mana hasil perundingan tersebut dituangkan dalam berita acara.
“Sebagaimana berita acara yang ditanda-tangani kedua belah pihak, PT Mayawana Persada bersedia memberikan ganti rugi dan membayar sanksi adat sebagaimana norma hukum adat yang berlaku,” kata Syukri, pada Selasa (9/12/2025).
Akan tetapi dalam perkembangannya, lanjut Syukri, PT Mayawana Persada tidak mematuhi dan menjalankan isi berita acara, sehingga mendorong masyarakat mendesak dilakukannya dialog lanjutan (perundingan) dan kemudian menjatuhkan sanksi adat kembali.
Dengan demikian, menurut pendapat Syukri, tindakan penjemputan paksa oleh pihak Kepolisian Resort Ketapang dan Kepolisian Daerah Kalimantan Barat kali ini adalah lanjutan serangan kriminalisasi kepada Fendy dengan maksud untuk menebarkan kecemasan dan ketakutan di kalangan masyarakat yang terus berjuang menuntut pertanggung-jawaban PT Mayawana Persada.
Syukri bilang, konflik yang berlarut antara masyarakat dengan PT Mayawana Persada, di mana Fendy merupakan salah satu tokoh adat yang paling gigih memperjuangkan pemulihan hak masyarakat yang dilanggar oleh PT Mayawana Persada adalah akar masalah yang melatarbelakangi tindakan kriminalisasi perusahaan PT Mayawana Persada dan negara.
SHARE

Share

