Gajah di Seblat Telah Kehilangan 25 Ribu Ha Hutan Alam
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Hutan
Selasa, 04 November 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Perambahan dan konversi lahan di sejumlah kawasan hutan produksi di bentang alam Seblat, Provinsi Bengkulu, telah mengakibatkan gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) kian terdesak di rumahnya sendiri. Mapbiomas Indonesia mencatat, dalam 35 tahun terakhir, setidaknya 25 ribu hektare hutan alam hilang di habitat terakhir gajah sumatera di Bengkulu tersebut.
Berdasarkan analisis menggunakan platform Mapbiomas Indonesia, pada 1990 luas hutan alam di habitat gajah di bentang alam Seblat tersebut luasnya mencapai 84.916 hektare, namun pada 2024 hutan tersebut luasnya menyusut menjadi sekitar 59.811 hektare saja.
Penyusutan tutupan hutan alam tersebut, sebagian besar dikarenakan konversi lahan, di antaranya menjadi perkebunan sawit yang luasnya mencapai 10.969 hektare, berubah menjadi tumbuhan non hutan seluas 7.781 hektare, dan menjadi tutupan pertanian lainnya seluas 6.419 hektare.
Konversi lahan tersebut sebagian di antaranya terindikasi terjadi di dalam kawasan hutan produksi, yang bahkan sudah dibebani perizinan berusaha pemanfaatan hutan (PBPH). Hal tersebut kemudian direspons oleh Kementerian Kehutanan dengan menerjunkan tim gabungan ke lokasi.
“Gakkum Kemenhut all out untuk giat operasi merah putih penertiban dan penyelamatan bentang Seblat. Baik melalui instrumen penegakan hukum administrasi, perdata maupun pidana,” ujar Dwi Januanto Nugroho, Direktur Jenderal (Dirjen) Penegakan Hukum (Gakkum) Kehutanan, Kementerian Kehutanan, Senin (3/11/2025).
“Terima kasih atas atensi dan dukungan publik yang memainkan peran penting dalam kontrol sosial upaya penyelamatan ekosistem SDA hutan dari gangguan tindak kejahatan kehutanan,” imbuhnya.
Sementara itu, Direktur Kehutanan Yayasan Auriga Nusantara, Supintri Yohar, menyebut hanya dalam kurun waktu kurang dari 2 tahun (Januari 2024-Oktober 2025), habitat terakhir gajah di Bengkulu itu telah mengalami kehilangan hutan alam seluas lebih dari 2 ribu hektare. Ia bilang, kehilangan hutan alam ini diduga kuat terjadi akibat perambahan hutan secara ilegal, yang sebagian besar untuk pembangunan perkebunan sawit.
Ia sebut perambahan ilegal karena lokasinya berada di dalam kawasan hutan produksi, yang haram hukumnya dilakukan pembabatan hutan dalam skala besar tanpa izin. Adapun izin usaha yang aktif di kawasan tersebut adalah PBPH-Hutan Alam—dulu disebut Hak Pengusahaan Hutan (HPH).
Perambahan tersebut secara masif terjadi di kawasan Hutan Produksi (HP) Air Rami dan kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Lebong Kandis seluas 1.585 hektare, yang masuk dalam konsesi PT Anugerah Pratama Inspirasi (API). Kemudian di dalam kawasan HPT Air Ipuh 1 dan kawasan HP Air Teramang hutan yang hilang luasnya lebih dari 500 hektare, berada dalam konsesi PT Bentara Arga Timber (BAT).
“Berdasarkan analisis citra satelit dan rekaman titik GPS collar yang dipasangkan pada gajah, kawasan hutan yang dirambah itu termasuk jalur jelajahnya gajah,” ujar Supintri, Senin (3/11/2025).
Kesepakatan jalur konektivitas gajah di bentang alam Seblat
Supintri menjelaskan, pada Desember 2022, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bengkulu, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu-Lampung, PT Anugerah Pratama Inspirasi dan PT Bentara Agra Timber, pernah menandatangani Peta Kesepakatan Jalur Konektivitas Habitat Gajah Sumatera Bentang Alam Seblat Seluas 80.987 Hektare.
Jalur konektivitas tersebut akan dibangun untuk menghubungkan kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Seblat dengan kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat sepanjang 60,82 Km, dengan luas area 2.221,29 hektare. Jalur konektivitas yang telah disepakati sepanjang 51,35 Km dan luasan 1.988,45 hektare dengan lebar 400 m.
Secara rinci, jalur yang disepakati tersebut terdiri dari kawasan hutan tidak dibebani izin sepanjang 12,30 Km seluas 483,46 hektare, PT Anugerah Pratama Inspirasi panjang 20,44 Km dengan luas 826,48 hektare, PT Bentara Agra Timber panjang jalur 15,90 Km seluas 591,48 hekatre, dan areal peruntukan lain (APL) sepanjang 2,78 Km seluas 85,66 hektare.
Sedangkan jalur yang belum mencapai kesepakatan panjangnya sekitar 9,40 Km dengan luasan 234,21 hektare yang berada di konsesi Hak Guna Usaha PT Alno Agri Utama dengan lebar yang beragam, terdiri dari wilayah high conservation values (HCV) 400 m, wilayah perkebunan aktiv 150 m, dan wilayah perkebunan replanting 100 m.
“Nah, seperti apa nasib pembangunan jalur gajah itu sekarang? Karena areal habitat utamanya telah dibuka dan mulai ditanami sawit,” kata Supin.
Terpisah, Kepala BKSDA Bengkulu Lampung, Himawan Sasongko, menuturkan, Kementerian Kehutanan saat ini sedang melakukan operasi gabungan untuk menguasai kembali areal yang telah dirambah dan melakukan rehabilitasi. Dengan kondisi aktual saat ini, pihaknya sedang mendorong para pihak untuk segera mengkaji ulang jalur-jalur yang lebih aman untuk gajah.
“Terutama pada areal yang masih berhutan dan bisa memperluas jalur jelajah gajah. Konsep sudah ada, tunggu persetujuan dari pusat,” kata Himawan, Senin (3/11/2025).
Beberapa hari sebelumnya, Forum Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Koridor Gajah Seblat Bengkulu memutuskan menyurati Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni agar segera bertindak dan mengambil langkah tegas untuk memastikan keselamatan rumah terakhir gajah sumatera di Bengkulu yang dirambah tersebut.
Dua tahun tanpa tindakan berarti
Forum KEE menganggap, dalam 2 tahun terakhir, tidak ada tindakan yang berarti yang dilakukan terhadap kasus perambahan dan perusakan habitat gajah ini, baik dari Pemerintah Provinsi Bengkulu selaku pemangku wilayah maupun dari BKSDA Bengkulu-Lampung yang bertugas memastikan keselamatan rumah gajah tersisa di Bengkulu ini selamat.
Selain itu, Forum KEE juga menyoroti program konservasi kehutanan yang saat ini berlangsung di bentang alam Seblat yang dikelola oleh Menteri Kehutanan melalui program Conserve (Catalyzing Optimum Management of Natural Heritage for Sustainability of Ecosystem, Resources and Viability of Endangered Wildlife Species), yang tujuan utamanya melestarikan habitat gajah sumatera di Bengkulu.
Forum KEE menganggap, mestinya keberadaan program tersebut dapat memberikan dampak nyata dalam perlindungan ekosistem bentang Seblat, terutama wilayah koridor gajah seluas 80.987 hektare yang sudah ditetapkan pada 2020. Tapi yang terjadi tidak demikian.
Ali Akbar, anggota Forum KEE mengatakan, bila bercermin dari situasi sekarang, yang mana laju kerusakan kawasan hutan dilakukan secara terang-terangan, kawanan gajah yang semakin jarang ditemui, maka program ini perlu dievaluasi secara menyeluruh, program ini agenda utamanya adalah menyelamatkan satwa kunci seperti harimau dan gajah.
“Kawanan gajah yang semakin sulit ditemui menunjukkan bahwa populasi ini terancam,” kata kata Ali dalam keterangan pers, Jumat (31/10/2025).
Peta kondisi tutupan lahan di habitat gajah sumatera di bentang alam Seblat, Bengkulu, pada 2024. Sumber: Mapbiomas Indonesia.
Forum KEE yang dibentuk pada 2017 telah berulang kali mendesak Menhut untuk mengevaluasi perizinan kedua perusahaan kehutanan di Bentang Seblat yaitu PT API dan PT BAT karena terbukti gagal menyelamatkan wilayah kerjanya dari aktivitas pembalakan hutan.
Bahkan Gubernur Bengkulu pada 2022 juga telah melayangkan surat kepada Menhut meminta hal yang sama agar mengevaluasi keberadaan kedua perusahaan ini, apalagi aktivitas keduanya di lokasi sudah tidak optimal.
“PT BAT dan PT API berulang kali gagal mengamankan wilayah kerjanya yang dibuktikan dengan perubahan tutupan hutan di wilayah itu, ribuan hektare sudah jadi kebun sawit,” ucap Ali.
“Pembukaan hutan menggunakan alat berat sudah tentu dilakukan oleh orang atau kelompok orang bermodal. Informasi yang kami dapat sampai dengan sekarang tindakan membuka lahan ini masih terus berlangsung,” imbuhnya.
SHARE

                
	
	
	
Share

