Reforma Agraria Solusi Krisis Pangan, Food Estate Bukan - Diskusi
Penulis : Kennial Laia
Agraria
Jumat, 03 Oktober 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Akademisi dan pengamat menilai proyek food estate dan makanan bergizi gratis (MBG) tidak menjawab persoalan krisis pangan di Indonesia. Dua program andalan Presiden Prabowo Subianto tersebut dinilai memperdalam ketidakadilan struktural, merugikan petani kecil, serta mengancam hak masyarakat rentan, perempuan, anak, kelompok marginal, dan masyarakat adat.
Guru Besar IPB University Dwi Andreas Santosa mengatakan, kedaulatan pangan hanya mungkin terwujud jika petani memiliki kendali atas tanah, benih, dan kebijakan yang berpihak dari pemerintah. Menurutnya saat ini proyek food estate telah melakukan pelanggaran dalam implementasinya.
“Seluruh proyek food estate melanggar empat pilar utama pembangunan pangan, mulai dari kelayakan tanah hingga aspek sosial-ekonomi. Jika dipaksakan, food estate hanya akan melahirkan krisis baru,” kata Dwi, dalam diskusi dua-mingguan Nexus Tiga Krisis Planet, yang digelar rutin menjelang KTT Iklim PBB COP30 di Brasil November mendatang.
Dwi mengatakan, proyek food estate juga dapat menimbulkan masalah baru, termasuk kriminalisasi petani benih serta turunnya jumlah rumah tangga petani yang menambah beban generasi muda yang enggan terjun ke sektor pertanian.
Sementara itu Koordinator Nasional FIAN Indonesia Marthin Hadiwinata menyebut food estate tidak hanya gagal secara teknis, tetapi juga telah melanggar hak asasi manusia atas pangan dan gizi.
“Sejak 2018, kasus kelaparan berulang di Papua menunjukkan kegagalan pemerintah memenuhi kewajiban dasarnya. Hingga kini, 17,7 juta orang mengalami kelaparan dan lebih dari 123 juta jiwa tidak mampu mengakses pangan bergizi. Ironisnya, konsumsi makanan ultra-proses seperti mie instan justru terus meningkat,” kata Marthin.
Marthin mengatakan, solusi masalah pangan di Indonesia adalah melalui reforma agraria. Dalam hal ini, petani kecil dan masyarakat adat harus dilibatkan dan menjadi produsen pangan utama. “Jalan keluarnya bukan mega-proyek pangan baru,” kata Marthin.
Sementara itu Ketua Komnas HAM Anis Hidayah menyebut pangan sebagai hak asasi manusia yang wajib dipenuhi negara kepada warga. Di sisi lain, Anis menilai proyek food estate dan MBG sering mengabaikan prinsip-prinsip hak asasi, serta membuka ruang pelanggaran baru, yang menjadikan kelompok rentan sebagai korban.
“Masyarakat adat, perempuan, anak, petani kecil, dan kelompok marginal adalah pihak yang paling rentan, tetapi justru paling sering dikorbankan. Pembangunan pangan tidak boleh melanggengkan penggusuran, pencemaran, atau kriminalisasi. Negara berkewajiban menghormati, melindungi, dan memenuhi hak atas pangan bagi semua warga,” kata Anis.
Diskusi dua-mingguan tersebut diselenggarakan Lapor Iklim, CELIOS, dan Justice Coalition for Our Planet (JustCOP).
SHARE