Suku Rampi Pilih Jaga Tanah Leluhur dari Tambang Emas
Penulis : Kennial Laia
Tambang
Jumat, 22 Agustus 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Masyarakat adat Rampi di Sulawesi Selatan menyerukan penolakan tambang emas di tanah adatnya. Menurut salah seorang warga, Darto Dasinga, perusahaan tambang itu tidak pernah menanyakan persetujuan terhadap aktivitas tambang di tanah leluhurnya itu.
Masyarakat adat Rampi tinggal di wilayah pegunungan di Kecamatan Rampi, Luwu Utara, Sulawesi Selatan. Izin usaha pertambangan (IUP) operasi produksi yang diterbitkan pemerintah provinsi kepada PT Kalla Arebama mengancam lingkungan dan ruang penghidupan mereka.
Darto mengatakan, konsesi seluas 12.000 hektare itu mencakup lahan pertanian, peternakan, pemukiman, sekolah, kampung tua, rumah ibadah, dan situs sejarah yang penting bagi masyarakat adat Rampi.
“Keberadaan tambang akan merusak perkampungan, lahan pertanian dan peternakan yang merupakan sumber penghidupan masyarakat adat Rampi. Tambang akan mencemari sumber-sumber air, sungai dan merusak hutan yang selama ini dijaga dan dipelihara dengan baik secara turun temurun,” kata Darto.

Darto mengatakan, masyarakat telah menolak kehadiran PT Kalla Arebama sejak 2022, melalui berbagai aksi damai dan musyawarah adat. Pada 2024, perusahaan tersebut melaporkan puluhan warga ke Polres Luwu Utara dengan tuduhan pencemaran nama baik.
Upaya kriminalisasi itu terus berlangsung. Terbaru pada 7 Agustus 2025, warga dituduh sebagai “pelaku tambang ilegal” melalui grup percakapan di aplikasi WhatsApp, menurut keterangan Darto.
Ketua adat masyarakat Rampi, Tokei Tongko mendesak pemerintah mencabut IUP milik PT Kalla Arebama. “Tanah Rampi adalah warisan leluhur yang kami jaga ratusan tahun. Kami tidak pernah memberi izin tambang. PT Kalla Arebama merampas sawah, kebun, situs sakral, bahkan pemakaman,” katanya.
Tokei mengatakan pihaknya juga mendesak PT Kalla Arebama menghentikan seluruh aktivitas eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam di tanah adat Rampi, serta menghentikan kriminalisasi terhadap warga yang kritis mempertahankan dan melindungi tanahnya.
“Perlawanan Rampi bukan sekadar protes tambang, tapi perjuangan mempertahankan identitas, budaya, dan kehidupan yang diwariskan nenek moyang. Negara wajib mengutamakan hak masyarakat adat atas tanah ulayat daripada kepentingan korporasi,” kata Tokei.
SHARE