Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Pulau Pari: KKP
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Lingkungan
Kamis, 14 November 2024
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Puluhan warga berkumpul di Pantai Perawan, Desa Pulau Pari, di Kabupaten Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Mereka yang berasal dari Komite Keadilan Perkotaan (KKP), Komunitas Betawi, bersama dengan warga Pulau Pari, itu membentangkan beberapa banner raksasa di pantai itu. Salah satunya bertuliskan ‘Make Jakarta: Just, Sustainable, and Accessible for All’.
Aksi damai kreatif tersebut digelar demi menuntut keadilan sosial dan lingkungan, terutama untuk Pulau Pari. Mereka berharap permasalahan yang dialami Pulau Pari bisa menjadi perhatian para kepala daerah yang akan terpilih dalam pemilihan gubernur (Pilgub) mendatang.
Pulau Pari merupakan salah satu pulau yang terletak di gugusan Kepulauan Seribu dan hanya berjarak 35 km dari daratan Jakarta. Masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil kerap kali terpinggirkan dari hingar bingar bagaimana sebuah kota dikelola. Padahal mereka adalah kelompok masyarakat yang paling terdampak krisis iklim.
Berbicara mengenai penanggulangan dampak krisis iklim seharusnya tidak melupakan apa yang dialami oleh warga Pulau Pari yang saat ini saat ini tengah menanggung dampak lingkungan, sosial dan ekonomi yang diakibatkan pengembangan semena-mena pengelola Pulau Tengah dan Kudus Karang. Berbagai persoalan tersebut tidak lain akibat pengembangan pulau yang menggunakan pendekatan eksploitatif seperti reklamasi, pengerukan laut dangkal, serta perusakan mangrove.
“Konflik yang ada di Pulau Pari sudah terjadi bertahun-tahun lamanya. Kami ingin, kepala daerah di masa mendatang dapat menyelesaikan konflik di Pulau Pari dan pengelolaan pulau dan laut dapat dikelola langsung oleh warga Pulau Pari,” ucap Asmania, warga Pulau Pari, dalam pernyataan tertulis, Senin (11/11/2024).
Mereka berpandangan, dampak krisis iklim bukan hanya bicara dampaknya terhadap lingkungan, namun, juga dampaknya terhadap sektor ekonomi dan kesehatan. Sebagai contoh, nelayan ikan dan kerang berkurang jauh pendapatannya, pemukiman terus tergerus akibat banjir rob di wilayah utara Jakarta, serta gangguan kesehatan yang disebabkan buruknya kualitas udara.
Mereka beranggapan, pemimpin Jakarta yang akan datang perlu memikirkan strategi penanganan dampak krisis iklim dan kerusakan lingkungan secara komprehensif, terutama di tahun pertama menjabat karena Jakarta tak lagi menjadi ibukota. Kepala Daerah Khusus Jakarta akan mendapatkan sorotan publik terkait tentang bagaimana sebuah kota global dikelola, termasuk dalam penanganan krisis iklim dan kerusakan lingkungan yang terjadi di dalamnya.
Selain isu lingkungan, keamanan bermukim merupakan prasyarat penting untuk peningkatan kesejahteraan warga. Namun warga Pulau Pari dan banyak warga kampung kota lainnya di Jakarta belum memiliki keamanan bermukim yang memadai. Hal ini menyebabkan mereka lebih rentan dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam beradaptasi dengan dampak perubahan iklim dan kerusakan lingkungan.
Kekurangan infrastruktur dasar seperti saluran drainase, jalan setapak, akses air bersih, tempat perlindungan terhadap bencana, dan fasilitas penting lainnya, semakin memperburuk kondisi mereka. Padahal infrastruktur tersebut seharusnya menjadi hak yang melekat pada setiap warga kota. Pemenuhan hak keamanan atas bermukim sangat krusial untuk meningkatkan kualitas hidup serta mengurangi kerentanannya terhadap bencana dan perubahan iklim.
“Mengecam pembangunan semena-mena yang dilakukan di Pulau Pari. Pemimpin Jakarta di masa mendatang harus mampu melibatkan warga dalam proses pembangunan yang adil, berkelanjutan, serta tidak mengesampingkan prinsip pre prior informed concent atau hak masyarakat untuk menentukan masa depan (kotanya) secara bebas,” kata Roni, dari Rembuk Pulihkan Jakarta.
Untuk memenuhi rasa keadilan serta penyelesaian masalah-masalah kesejahteraan sosial lain yang lebih luas, ada delapan tuntutan warga yang didorong bersama-sama oleh Komite Keadilan Perkotaan. Tuntutan-tuntutan ini merupakan dorongan kepada pemimpin daerah selanjutnya agar mereka berkomitmen kuat pada langkah-langkah pemulihan lingkungan yang berkelanjutan, serta memastikan bahwa setiap warga Jakarta mendapatkan kesempatan yang sama dalam menentukan masa depan kota mereka.
Delapan tuntutan itu antara lain mempercepat pemulihan lingkungan dan ketahanan iklim, memastikan pelibatan bermakna warga terdampak, memastikan pencabutan dan/atau revisi kebijakan publik yang menyebabkan kerusakan lingkungan serta pelanggaran HAM, memastikan penyelesaian konflik ruang hidup dan menghukum perusak lingkungan, menjamin pengembalian identitas kota Jakarta melalui pendidikan dan pelestarian kebudayaan, menjamin pemenuhan hak politik warga dengan pengakuan dan pelibatan bermakna kelompok minoritas, dan terakhir menjamin keadilan dan kesetaraan akses terhadap pelayanan publik dan pemenuhan kebutuhan dasar.
SHARE