Abaikan RUU Masyarakat Adat, AMAN: Jokowi Ingkar Janji

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Masyarakat Adat

Selasa, 20 Agustus 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menganggap Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah ingkar janji kepada masyarakat adat. Sebab mendekati 10 tahun kepemimpinannya, Jokowi tak kunjung mensahkan Undang-Undang Masyarakat Adat, sementara masa jabatannya akan berakhir pada Oktober 2024.

Abdon Nababan dari Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat menyatakan, komitmen Jokowi untuk mensahkan Undang-Undang Masyarakat Adat tidak pernah terwujud, sebagaimana yang pernah disampaikannya dalam Nawacita sepuluh tahun lalu saat memimpin negeri ini.

“Masyarakat Adat merasa tertipu dengan janji-janji yang pernah disampaikan Jokowi di awal pemerintahannya,” kata Abdon, dalam sebuah pernyataan resmi, Senin (19/8/2024).

Abdon yang pernah menjadi Sekjen AMAN periode 2007-2017 ini mengaku sangat kecewa dengan kepemimpinan Jokowi selama ini. Ia mencatat, tidak ada satu pun frasa masyarakat adat, dalam pidato Presiden Jokowi dalam Penyampaian Laporan Kinerja Lembaga-Lembaga Negara dan Pidato Kenegaraan dalam Rangka Hari Ulang Tahun (HUT) ke-79 Kemerdekaan RI.

Suku Awyu dan Moi sedan mengelar doa dan ritual adat depan Kantor Mahkama Agung Jakarta Pusat 27 mei 2024.Foto : Greenpeace Indonesia

Padahal, imbuh Abdon, perjumpaan AMAN dengan Presiden Jokowi pada 2014 menorehkan 6 janji Nawacita untuk masyarakat adat. Saat itu, AMAN dan jaringan pendukung bekerja secara sukarela menggalang suara untuk pemenangan Jokowi-Jusuf Kalla (JK).

“Paling sedikit 12 juta suara kami sumbangkan untuk kemenangan Jokowi-JK,” kata Abdon. Setelah kemenangan itu, imbuhnya, dirinya mewakili AMAN menerima obor relawan dari dalam satu upacara di Kemayoran.

Sayangnya hingga penghujung kepemimpinannya, kata Abdon, belum ada legacy baik yang ditinggalkan Presiden Jokowi untuk masyarakat adat.

“Padahal, 10 tahun lalu, demi meraup suara masyarakat adat, Joko Widodo berjanji akan mendukung Masyarakat Adat,” ujarnya.

Menurutnya, selama ini Presiden Jokowi hanya umbar janji kepada masyarakat adat. Selama 10 tahun berkuasa, tidak ada satu pun janjinya yang dipenuhi.

“Janji tinggal janji. Janji Nawacita hanya tipuan. 10 tahun berkuasa, tak satu pun janjinya dipenuhi,” tuturnya.

Abdon menambahkan Presiden Jokowi juga tidak pernah berterima kasih kepada masyarakat adat.

“Jangankan berterima kasih dan minta maaf, bahkan satu kata masyarakat adat pun tidak disebutkannya dalam Pidato Kenegaraan RI kemarin,” katanya.

AMAN kecewa dengan kepemimpinan Jokowi

Bukan hanya Abdon, Sekretaris Jenderal AMAN, Rukka Sombolinggi, juga menaruh kecewa dengan kepemimpinan Jokowi. Rukka menyebut, dalam sepuluh tahun terakhir, politik hukum masyarakat adat semakin memburuk.

Rukka mencontohkan, penetapan Perppu Cipta Kerja menjadi UU Cipta Kerja, KUHP, revisi UU IKN, UU KSDAHE, dan berbagai peraturan perundang-undangan di bidang agraria dan sumber daya alam mengandung unsur-unsur “penyangkalan” yang kuat terhadap eksistensi masyarakat adat beserta hak-hak tradisionalnya.

Political will pemerintahan sangat rendah,” ujar Rukka.

Negara, kata Rukka, masih terus menerus mengedepankan skenario hukum dengan latar kekuasaan yang berwatak merampas dan menindas. Semua itu tercermin dari skenario pengakuan hukum yang rumit, bertingkat-tingkat, sektoral, memisahkan proses pengakuan hak atas wilayah adat dari pengakuan masyarakat adat, bahkan mengecualikan wilayah-wilayah adat yang berkonflik dari pengakuan masyarakat adat.

Ironinya, pemerintah justru mengklaim telah berhasil membangun negeri ini. Seluruh klaim keberhasilan tersebut, sebagaimana dipaparkan Presiden Jokowi dalam Pidato Kenegaraan dalam Rangka HUT Kemerdekaan RI ke-79 kemarin, sebut Rukka, dibangun di atas perampasan dan penggusuran wilayah masyarakat adat.

Ketua Badan Pelaksana Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN), Syamsul Alam Agus, menyatakan berdasarkan data AMAN hingga Mei 2024, sepanjang rezim pemerintahan Jokowi berkuasa, telah terjadi perampasan wilayah adat seluas 11,07 juta hektare, 687 konflik masyarakat adat yang mengakibatkan 925 orang dikriminalisasi, serta puluhan di antaranya mengalami luka-luka dan satu orang meninggal dunia.

Kepala Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA), Kasmita Widodo menambahkan, pengakuan wilayah adat di Indonesia baru mencapai 16% dari 30,1 juta hektare peta wilayah adat yang teregistrasi di Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA). Sementara, pengakuan hutan adat baru mencapai 8% dari 3,4 juta hektare potensi hutan adat dari wilayah adat yang telah ditetapkan pengakuannya oleh pemerintah daerah.

“Masih minim pengakuan, padahal potensi hutan adat yang ada di wilayah adat kita cukup luas,” ucapnya.

SHARE