Proyek Indonesia Mantap Petakan Spesies Ikan Hias Laut
Penulis : Gilang Helindro
Biodiversitas
Kamis, 13 Juni 2024
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menggagas proyek riset Indonesia Marine Ornamental Fishes in New Paradigm (Indonesia Mantap). Proyek ini dipicu oleh perdebatan akan data spesies ikan hias laut dunia yang tak berkesudahan.
Peneliti Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi BRIN, Kunto Wibowo mengatakan, hingga saat ini belum ada angka pasti terkait jumlah spesies ikan hias laut (Marine Ornamental Fishes-MOF) yang diperdagangkan secara global. “Demi menjaga kelestarian dan memastikan data ikan hias laut di Indonesia, BRIN menggagas proywk riset Indonesia Mantap,” kata Kunto dikutip Selasa, 11 Juni 2024.
Berdasarkan kajian Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) dan UN Environment Programme World Conservation Monitoring Centre (UNEP-WCMC), terdapat sebanyak 1.764 spesies MOF yang diperdagangkan di dunia. The Ornamental Aquatic Trade Association (OATA) dan Ornamental Fish International (OFI) melaporkan 1.040 spesies. Kemudian International Union for Conservation of Nature (IUCN) melaporkan sebanyak 2.682 spesies diperdagangkan dunia. Sedangkan lembaga dan pakar lainnya menyebutkan sekitar 258-2667 spesies MOF dalam perdagangan global.
Pada saat ini ada beraneka ragam data jenis hingga volume perdagangan MOF, yang menyulitkan pemetaan, guna menetapkan prioritas konservasi dan manajemen ikan hias laut. “Hasilnya, bisa benar, bisa juga salah. Namun, harapannya bisa mendekati. Sementara itu, sampai saat ini data ikan hias laut sulit untuk diakses, termasuk Indonesia,” ungkap Kunto.
Yayasan LINI dan pihak asosiasi eksportir ikan hias seperti Asosiasi Koral, Kerang, Ikan Hias Indonesia (AKKII), serta Indonesia Ornamental Fish Exporters Association (INOFE) mencatat sebanyak 616 spesies MOF diperdagangkan Indonesia di pasar global. Namun, Berdasarkan kajian CITES dan UNEP WCMC, Indonesia tercatat telah memasarkan sebanyak 1.175 spesies. Jumlah tersebut sekitar 62 persen dari total spesies MOF yang diperdagangkan dunia.
Kunto bilang, hal terjadi terjadi karena kesalahan identifikasi. Sebab, selama ini pelaku perdagangan hias melakukan identifikasi menggunakan foto atau gambar, bukan melalui pengamatan dan pengukuran spesimen. “Sehingga, bisa saja dua spesies berbeda mereka hitung menjadi satu spesies yang sama, atau justru sebaliknya,” ungkap Kunto.
Kunto yang juga Ketua Tim Indonesia Mantap, menjelaskan tujuan dari proyek ini untuk memperbarui status biodiversitas, valuasi perdagangan, dan kondisi sosial ekonomi perdagangan MOF. Hal itu sebagai dasar pemetaan masalah dan merumuskan arah kebijakan pengelolaan, serta perdagangan MOF di Indonesia. Jadi, ujarnya, yang dikerjakan tidak hanya kajian biodiversitas, namun juga terdapat riset sosial ekonomi para pelaku perdagangan MOF.
“Kegiatannya mulai dari koleksi spesimen, preparasi spesimen, dokumentasi, koleksi DNA, identifikasi spesies berdasarkan morfologi maupun molekuler. Lalu, penyimpanan koleksi MOF di Museum Zoological Bogoriense, hingga publikasi untuk pengembangan ilmu pengetahuan ke depan,” ungkap Kunto.
Kunto menambahkan, untuk sosial ekonomi tim akan mengkaji berbagai permasalahan. Mulai dari mata pencaharian para pelaku usaha, pemetaan pengetahuan nelayan terhadap kondisi sumber daya, musim penangkapan, dan regulasi. Tim juga akan mengkaji nilai perdagangan MOF di Indonesia dalam program ini.
Kunto berharap seluruh stakeholder perdagangan MOF di Indonesia dapat bergerak bersama untuk mendukung inisiatif ini. Hal itu demi menjaga kelestarian dan keberlanjutan perdagangan MOF Indonesia di pasar global. "Melalui inisiatif Indonesia Mantap ini, semua bisa turut berpartisipasi dengan mengambil contoh yang terjadi di Jepang," ujarnya.
“Di Jepang, antusiasme warga terkait pengungkapan jenis ikan sangatlah tinggi, bahkan di tingkat nelayan sekalipun. Ketika mereka menemukan ikan yang tidak mereka kenal, mereka dengan penuh semangat akan segera membawanya ke museum untuk diidentifikasi,” kata Kunto.
SHARE