CSO dan Asosiasi Pekebun Sawit Rekomendasi Perbaikan STD-B
Penulis : Redaksi Betahita
Sawit
Rabu, 16 Agustus 2017
Editor : Redaksi Betahita
Betahita.id – Organisasi masyarakat sipil dan asosiasi pekebun sawit memberi rekomendasi kepada pemerintah untuk perbaikan draft pedoman tata cara penerbitan Surat Tanda Daftar Budidaya atau STD-B. Dalam konsolidasi CSO dan asosiasi pekebun sawit yang digelar di Yogyakarta pada 2-3 Agustus 2017 lalu, kedua elemen tersebut menyerukan agar keseluruhan skema ditujukan untuk kesejahteraan petani sawit skala kecil.
Ada tiga rekomendasi utama terkait STD-B. Pertama, menekankan bahwa STD-B adalah daftar, bukan izin sesuai dengan Permentan 98/2013. Kedua, agar alur proses dibuat lebih sederhana dan menggunakan bahasa yang familiar dengan petani. Ketiga, bahwa STD-B tersebut bebas biaya, yang berarti pemerintah harus menjadi pihak pro-aktif dalam proses daftar dan pemetaan kebun rakyat. Selain itu, ini juga dilakukan untuk menghindari pungli dalam proses daftar, yang tentunya membebani petani sawit.
"Selain itu, saat ini STD-B masih memakai sistem single management dengan target mempercepat proses peremajaan. Hal ini yang kami anggap tidak cocok untuk dilaksanakan, sehingga perlu beberapa perbaikan," kata Syahrul Fitra, peneliti dari Auriga, Jumat (4/8) lalu.
Syahrul menjelaskan, sistem tersebut memungkinkan perusahaan sebagai avalis untuk mengambil alih perkebunan rakyat. Dalam program peremajaan tersebut, akan ada 2,4 juta hektar (ha) kebun sawit yang diikutkan, termasuk 1,4 juta ha kebun swadaya.
"Jika hal ini dibiarkan, 1,4 juta hektar kebun rakyat akan menjadi kebun korporasi," ujar Syahrul.
Darto dari Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) mengatakan alur proses STD-B masih memakai skema izin usaha perusahaan (IUP) yang memakan biaya. Dia menyarankan agar alur itu dibuat semudah mungkin agar berbiaya rendah.
"Selain itu, klasifikasi kebun rakyat juga penting terkait pemetaan nantinya," ujar Darto.
Direktur Tanaman Tahunan dan Penyegar Kementerian Pertanian Irmijati Rachmi Nurbahar mengatakan bahwa pemerintah memang membutuhkan masukan dari berbagai elemen untuk perbaikan pedoman tersebut.
"STD-B ini memang izin, bukan daftar. Selain itu, untuk beberapa perbaikan seperti pada otoritas yang mengeluarkan STD-B harus diperhatikan untuk menghindari kerancuan," kata Irmijati Kamis (3/8/2017).
Pedoman STD-B yang dituangkan dalam Permentan 98/2013 menyebutkan bahwa skema tersebut merupakan pendaftaran dan pemetaan kebun rakyat. Versi Kementerian Pertanian, saat ini terdapat 4,5 juta hektar sawit rakyat dari total 11,9 juta hektar di Indonesia.
Sayangnya, hingga saat ini belum ada pedoman tata cara penerbitan STD-B. Beberapa daerah yang telah melaksanakan skema STD-B, seperti di Bengkulu dan Kalimantan Tengah, masih menganggap STD-B sebagai izin. Sehingga, pedoman STD-B yang sedang dirancang setelah mendapat masukan dari masyarakat sipil dan asosiasi pekebun diharapkan dapat membantu petani kecil di lapangan.
STD-B ini juga nantinya diharapkan dapat membantu untuk memverifikasi luas sawit rakyat. Begitu juga dengan milik perusahaan kelapa sawit besar di Indonesia. Dengan demikian skema ini dilakukan untuk menghimpun data dan informasi lengkap tentang kepemilikan kebun sawit secara keseluruhan. Adapun rekomendasi perbaikan STD-B tersebut nantinya akan diserahkan oleh koalisi masyarakat sipil dan asosiasi petani sawit kepada pemerintah dalam bentuk tertulis.
Masyarakat sipil dan asosiasi yang hadir dalam konsolidasi tersebut antara lain Lingkar Borneo, Walhi Kalbar, KSPPM Parapat, Genesis Bengkulu, Yayasan Bentang Borneo, Walhi Kalteng, HAkA Aceh, Jikalahari (Riau), SPKS, Integritas (Sumbar), IRE (Yogyakarta), Apkasindo, Walhi (Sumsel), Haki Sumsel, Inobu, Hutan Kita Institute, Auriga, dan WRI.
SHARE