KLHK Klaim Emisi Turun, NGO: Terlalu Dini untuk Dirayakan
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Polusi
Senin, 26 Februari 2024
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya mengklaim upaya pengurangan emisi gas rumah kaca (GKR) Indonesia sudah membuahkan hasil, salah satunya dengan terjadi pengurangan 875,7 juta ton CO2 ekuivalen (CO2e) berdasarkan inventarisasi pada 2022. Namun menurut pandangan peneliti, klaim penurunan GRK itu terlalu dini untuk dirayakan.
"Sebab masih banyak ancaman peningkatan emisi GRK melalui beberapa hal," kata Hilman Afif, Juru Kampanye Yayasan Auriga Nusantara, Jumat (23/2/2024).
Pertama, kata Hilman, dilihat dari dokumen FOLU Net Sink, pemerintah berencana untuk melakukan pengembangan kebun kayu di lahan tidak produktif atau rendah karbon. Faktanya, melalui trase.earth, dari 2,6 juta hektare area tertanam kebun kayu di konsesi HTI, 46% di antaranya berada di area gambut.
Jumlah area tertanam pada areal gambut mengalami peningkatan yang signifikan dari penanaman kebun kayu di lahan gambut mengalami peningkatan dari 669.000 hektare pada 2015 menjadi hampir 1,1 juta hektare pada 2022. Penanaman kebun kayu di area gambut menyebabkan pelepasan emisi akibat subsidensi yang tidak sedikit.
"Paling tidak setiap tahunnya, emisi akibat subsidensi gambut pada konsesi kebun kayu melepaskan emisi sebesar 65,8juta tCO2-eq," ujar Hilman.
Hilman melanjutkan, yang kedua, masih soal kebun kayu untuk kebutuhan pulp, hingga 2022 masih terdapat 2,9 hektare hutan alam pada konsesi kebun. Sisa hutan alam tersebut sangat berpotensi untuk terkonversi menjadi kebun kayu mengingat kondisinya yang berada di dalam konsesi, artinya legal untuk dikonversi.
"Jika tidak ada upaya untuk menyelamatkan sisa hutan alam dalam konsesi, maka saat seluruhnya terkonversi (ditebang), potensi pelepasan emisi akibat deforestasi di dalam konsesi diperkirakan mencapai 1,5 GtCO2-eq," tuturnya.
Ketiga, lanjut Hilman, kebakaran hutan dan lahan (karhutla) pada 2023 lalu tidak dapat dipungkiri bahwa luasannya cukup tinggi. Data pemerintah menyatakan bahwa di tahun tersebut terjadi karhutla mencapai 1,16 juta hektare. Angka ini kembali naik pasca-surut di 3 tahun ke belakang. Dari kebakaran yang terjadi, estimasi pelepasan emisi GRK mencapai akibat karhutla 2023 mencapai 182,7 juta tCO2-eq," ujar Hilman.
"Bagaimana mungkin pemerintah merayakan klaim penurunan pelepasan emisi di saat kebakaran tahun lalu meningkat tajam dan memberikan dampak yang sangat buruk tak hanya bagi keberlanjutan lingkungan juga kepada masyarakat lokal?" heran Hilman.
Sebelumnya, Menteri Siti Nurbaya menyebutkan, hasil perhitungan inventarisasi GRK nasional menunjukkan bahwa tingkat emisi aktual GRK 2022 sebesar 1,23 giga ton CO2. Menunjukkan adanya pengurangan emisi dari baseline NDC sebesar 875,7 juta ton CO2e atau mendekati 42 persen.
Jumlah itu, katanya, telah mendekati target Nationally Determined Contribution (NDC) yang sudah diperbarui yaitu penurunan emisi GRK 31,89 persen dengan kemampuan sendiri dan 43,2 persen dengan dukungan komunitas internasional pada 2030.
Siti merinci, di sektor energi turun 727,33 juta ton CO2e, sektor industri 59,19 juta ton COe, pertanian 90,64 juta ton CO2e, kehutanan dan kebakaran gambut 221,37 juta ton CO2 dan limbah 130,19 juta ton CO2e.
"Kalau ini posisinya dan kita bekerja seperti ini saja terus-terusan, kita jaga kebijakan, jaga operasionalnya. Karena pekerjaan FOLU itu pada dasarnya yang dirangkum dalam kerangka kerja operasional FOLU Net Sink itu adalah yang kita kerjakan sehari-hari sesungguhnya tapi kita sistematiskan," kata Siti, dalam Workshop Result Based Contribution Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 di Jakarta, Kamis (22/2/2024), dikutip dari Antara.
SHARE