Para Capres Dinilai Abai Atas Nasib Orang Pesisir dan Pulau Kecil
Penulis : Gilang Helindro
Kelautan
Minggu, 04 Februari 2024
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Indonesia menilai, permasalahan yang dihadapi masyarakat di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil kurang dibahas para calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) pada Pemilu 2024. Padahal, menurut Direktur Walhi Jakarta, Suci Fitriah Tanjung, dalam diskusi publik Mencari Capres-Cawapres yang Komitmen Pulihkan Desa dan Pulau Tenggelam, wilayah pesisir Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta jadi wilayah dengan sebaran kemiskinan tertinggi.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) lebih dari 25 persen kemiskinan di Jakarta terpusat pada wilayah-wilayah yang dekat dengan modal alam yang besar, seperti Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu. Sejak Maret 2020 hingga Maret 2022, angka kemiskinan di DKI Jakarta cenderung naik. Pada Maret 2020, angkanya 480,86 ribu orang atau 4,53 persen dari jumlah penduduk DKI, yakni 10,57 juta jiwa. “Ditambah dengan gempuran Proyek Strategis Nasional (PSN), kawasan pariwisata strategis nasional dan sebagainya. Tapi, ternyata kita masih punya konsentrasi angka kemiskinan justru 25 persen di Jakarta itu masih terpusat di wilayah-wilayah yang sangat dekat dengan natural capital yang sangat besar," ungkap Suci, Rabu, 31 Januari 2024.
Suci mengatakan pemimpin terpilih perlu memikirkan masyarakat pesisir yang terus berjuang bertahan hidup, baik dari kemiskinan hingga dari ancaman pulau yang tenggelam.
Sejumlah proyek pengelolaan pulau pesisir di Jakarta yang justru malah melanggengkan perusakan lingkungan. “Seperti proyek Giant Sea Wall, pariwisata seribu pulau, penangkapan ikan terukur,” ungkap Suci.
Deddy Febrianto Holo, Perwakilan Walhi Nusa Tenggara Timur (Walhi NTT), menyebut pertumbuhan ekonomi nasional didukung sektor kelautan dan perikanan, pertanian, juga peternakan. Dalam debat Cawapres lalu, kata Deddy, tidak menyentuh isu masyarakat pesisir dan yang menghuni pulau-pulau kecil.
Menurut Deddy, yang tinggal di wilayah pesisir, baik itu masyarakat adat, petani, dan nelayan tradisional bergantung pada sumberdaya di pesisir dan darat. “Gagasan dalam konsep pembangunan yang dibawa pemerintah ini hari tidak mendukung pembangunan berkelanjutan. Hal ini bisa diukur dari kebijakan pemerintah yang tidak pro terhadap kepentingan atau isu pesisir dan pulau kecil," kata Deddy, Rabu, 31 Januari 2024.
Deddy mengatakan, para elit pemerintahan masih berorientasi pada ekonomi kapital dalam konsep membangun negara ini. "Artinya, bagaimana menguasai sumber daya alam, bagaimana mengeksploitasi sumber daya alam untuk kepentingan modern," kata Deddy.
Deddy mencontohkan, khusus di wilayah NTT, pemerintah kerap tutup mata atas apa yang terjadi. Baik mengenai mitigasi, maupun adaptasi krisis iklim ekstrem. "Krisis iklim di wilayah timur Indonesia, merupakan hal yang mengancam keselamatan masyarakat adat, dan ancaman pula terkait krisis pangan," ungkap Deddy.
SHARE