PSN Jadi Ancaman Terbesar Nelayan dan Ekosistem Pesisir
Penulis : Aryo Bhawono
Kelautan
Jumat, 29 Desember 2023
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Proyek Strategis Nasional (PSN) menjadi salah satu dari 17 ancaman terhadap eksistensi dan masa depan masyarakat di pesisir dan pulau kecil. Proyek-proyek itu mengancam nelayan dengan penggusuran hingga perusakan ekosistem.
Daftar ancaman itu dibuat para nelayan tradisional, perempuan nelayan, serta pelestari ekosistem pesisir dan laut dari dua belas provinsi ketika berkumpul di Jakarta pada pertengahan 18-20 Desember lalu. Saat ini mereka tengah menghadapi permasalahan genting yang mengancam eksistensi dan masa depan di pesisir dan pulau kecil.
Dua belas provinsi asal nelayan tersebut diantaranya adalah empat dari Sumatera, tiga dari Jawa, dua dari Bali dan Nusa Tenggara, satu dari Sulawesi, dan satu dari Kepulauan Maluku (Maluku Utara).
Setidaknya terdapat 17 permasalahan genting yang mengancam mereka dan generasi penerus. Salah satunya ancaman itu adalah Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dikebut dari Sumatera sampai Papua.
Beberapa proyek itu di antaranya adalah pembangunan Rempang Eco-City yang menggusur masyarakat, PSN Mandalika NTB yang melanggengkan kemiskinan masyarakat pesisir, Proyek Pembangunan Tol Tanggul Laut Semarang-Demak di Jawa Tengah yang menghancurkan kawasan mangrove, dan pembangunan Makassar New Port yang menyebabkan kerusakan wilayah tangkapan nelayan di Perairan Spermonde Sulsel.
Selain itu terdapat proyek hilirisasi nikel yang digembar-gemborkan pemerintah sebagai bagian penting industri energi bersih kendaraan listrik. Faktanya pulau-pulau kecil di Pulau Obi Kabupaten Halmahera Selatan malah porak poranda karena pencemaran. Desa Kawasi di pulau itu terdampak pencemaran akibat aktivitas pertambangan sehingga potensi perikanan tangkap menurun secara drastis.
Masyarakat pesisir di desa itu pun dipaksa pindah karena berada dalam areal pertambangan nikel.
Hal yang sama juga 3 desa di Kabupaten Halmahera Tengah, yakni Desa Lelilef, Desa Gemaaf, dan Desa Sagea. Desa tersebut masuk dalam pengembangan infrastruktur industri pertambangan nikel PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP).
“Contoh-contoh tersebut menggambarkan betapa pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah terbukti mengancam kelangsungan masyarakat dan perempuan pesisir untuk mengelola sumber daya pesisir dan laut,” ucap Manajer Kampanye Pesisir Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Parid Ridwanuddin, dalam rilis pers pada Kamis (28/12/2023).
Sedangkan 16 ancaman lainnya meliputi absennya regulasi perlindungan wilayah tangkap nelayan, ancaman krisis iklim,perundangan yang memperlemah masyarakat pesisir, belum diakuinya identitas perempuan nelayan, kriminalisasi nelayan, dan lainnya.
Persoalan itu kontras dengan narasi pemerintah yang sarat wacana pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 7 persen. Kebijakan pemerintah pun, kata Parid, tidak berjalan di atas rel konstitusi. Pemerintah justru terus mendorong kebijakan yang bercorak ekstraktif di pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil.
Parid menyebutkan saat yang sama Indonesia akan menyelenggarakan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden periode 2024-2029. Seharusnya tiga pasang calon presiden dan calon wakil presiden memasukkan agenda perlindungan masyarakat dan perempuan pesisir sekaligus perlindungan ekosistem pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil dalam visi dan misi.
Sebanyak 30 perwakilan nelayan dan perempuan nelayan pesisir pun mendeklarasikan 10 tuntutan, di antaranya adalah pencabutan perundangan yang membahayakan ekosistem laut dan pesisir, mendesak evaluasi proyek yang merampas ruang hidup dan merusak eksosistem laut dan pesisir, perlindungan bagi para pejuang lingkungan.
SHARE