Ditawari Bisnis Karbon, Masyarakat Adat: Sahkan Saja RUU Adat

Penulis : Gilang Helindro

Hutan

Selasa, 14 November 2023

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Masyarakat Adat kembali menegaskan sikapnya menolak proyek perdagangan karbon. Feki Wilson Mobalen, Koordinator Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sorong Raya menyatakan, meski pemerintah telah menerbitkan peraturan tentang perdagangan karbon, pihaknya tetap menolak perdagangan karbon.

“Meskipun telah meluncurkan bursa karbon, beserta aturannya, kami tetap menolak,” ungkap Feki, Senin, 13 November 2023.

Sebelumnya, Agus Justianto, Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam konferensi pers pada Kamis pekan lalu menyatakan masyarakat adat berhak mendapatkan manfaat dari kegiatan perdagangan karbon. "Masyarakat adat, tentunya yang memiliki izin hutan adat, ini tentu juga mempunyai hak untuk mendapatkan manfaat dalam pengurangan emisi gas rumah kaca," kata Agus.

Emisi gas rumah kaca adalah penyebab perubahan iklim yang sedang mengancam bumi. Emisi tersebut salah satu sumbernya adalah deforestasi.

Aerial pegunungan Arfak, hutan hujan dataran tinggi habitat Cendrawasih yang kini dijadikan ekowisata minat khusus pengamatan burung yang dikelola mandiri oleh masyarakat. Foto: Yudi Nofiandi/Auriga Nusantara

Namun, menurut Feki, supaya krisis iklim terselesaikan, negara harus segera mengesahkan RUU masyarakat adat yang sudah 10 tahun diperjuangkan. “RUU ini sebagai upaya menjaga kelestarian wilayah adat dan hutan,” kata Feki.

KLHK diketahui telah menetapkan peta jalan perdagangan karbon sektor kehutanan melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK.1027/MENLHK/PHL/KUM.1/9/2023 tanggal 22 September 2023. Peta jalan itu, kata Agus, mencakup kriteria umum terkait disagregasi baseline emisi dan target pengurangan emisi serta kriteria khusus terkait rencana implementasi, sasaran, dan strategi pencapaian target.

Agus mengatakan bahwa masyarakat adat harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan untuk memperoleh manfaat dari perdagangan karbon.

Kriteria pelaksana perdagangan karbon sektor kehutanan menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2023 tentang Tata Cara Perdagangan Karbon Sektor Kehutanan meliputi pemegang perizinan berusaha pemanfaatan hutan, hak pengelolaan, dan pemilik hutan hak milik yang memiliki sertifikat pengelolaan hutan lestari, sertifikat legalitas hasil hutan, atau deklarasi hasil hutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Perdagangan karbon menurut ketentuan juga bisa dilaksanakan oleh pemegang persetujuan pengelolaan perhutanan sosial yang paling rendah memperoleh klasifikasi silver dalam penyelenggaraan perhutanan sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atau masyarakat hukum adat pemegang persetujuan pengelolaan perhutanan sosial.

Menurut peraturan, masyarakat pemilik hutan hak yang melakukan usaha dan/atau kegiatan Offset Emisi Gas Rumah Kaca harus mendapat pendampingan atau mitra yang memiliki pengalaman atau keahlian terkait pengukuran karbon, perencanaan, dan pelaksanaan proyek atau mengakses pasar karbon.

"Hutan adat masih dalam perhutanan sosial, jadi sepanjang mereka melakukan aksi mitigasi dan bisa dihitung, maka berhak mendapatkan manfaat dari perdagangan karbon. Bahkan dari result base payment atau pembayaran berbasis kinerja pun ada masyarakat adat yang sudah mendapatkan, yaitu di Provinsi Kalimantan Timur dan Jambi," kata Agus.

SHARE