BMKG Peringatkan Perubahan Iklim Juga Ancam Perekonomian

Penulis : Aryo Bhawono

Perubahan Iklim

Selasa, 24 Oktober 2023

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  BMKG memperingatkan ancaman akibat perubahan iklim tak hanya berupa bencana hidrometeorologi tetapi juga perekonomian. Wilayah yang paling tidak berkembang akan mengalami penderitaan terparah akibat perubahan iklim.

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, menyebutkan kondisi bumi sedang tidak baik-baik saja. Perubahan iklim  mengancam keberlangsungan kehidupan seluruh makhluk hidup di bumi. Ia pun mendorong seluruh negara untuk berkolaborasi mengatasi permasalahan lingkungan.

"Perubahan iklim mengancam seluruh negara. Tidak peduli kondisi negaranya, baik negara maju, berkembang, dan negara kepulauan kecil semuanya mengalami bencana hidrometeorologi bahkan multi bencana hidrometeorologi," kata Dwikorita dalam Lokakarya bertajuk 'International Workshop on Climate Variability and Climate Services', di Bali.

Ia menyoroti pentingnya keterkaitan antara ilmu pengetahuan, kebijakan, dan layanan iklim. Sains dan IPCC tidak dapat bekerja secara optimal tanpa dukungan layanan iklim berdasar pengamatan sistematis dan berkelanjutan. 

Indonesia semakin sering mengalami bencana hidrometeorologi akibat perubahan iklim. Foto udara menunjukkan situasi usai banjir bandang melanda Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, pada September 2020. Dok Teguh Pratama/Tim Reaksi Cepat BNPB

Layanan ini dilakukan oleh institusi seperti BMKG yang saat ini berada dibawah naungan World Meteorological Organization (MWO). Setidaknya ada 193 negara dan negara bagian yang bekerja pada pengamatan sistematis, analisis, prediksi--dan saat ini bekerja pada layanan iklim.

Hasil  layanan ini dibutuhkan untuk melengkapi kajian yang dilakukan oleh IPCC, terutama untuk mengatasi masalah-masalah, isu-isu iklim dan keadilan iklim. Meski begitu informasi layanan di bawah WMO dan kajian sains dari IPCC memerlukan sebuah kebijakan agar dapat dieksekusi.

"Kita memang perlu memperkuat keterkaitan antara sains, kebijakan, layanan informasi, terutama dalam memahami dampak perubahan iklim dan variabilitas iklim serta dampaknya terhadap kehidupan manusia, yang juga berdampak pada keselamatan peradaban kita," ujarnya.

BMKG sendiri, aku Dwikorita, telah mengambil peranan penting mendorong layanan informasi iklim untuk mengantisipasi kondisi perubahan iklim yang semakin mengkhawatirkan.

Ia menyampaikan dampak perubahan iklim dirasakan oleh seluruh negara tanpa terkecuali, contohnya fenomena El Nino dan La Nina memicu terjadinya bencana hidrometeorologi. Tidak jarang, dalam satu negara bisa terjadi bencana banjir namun pada saat bersamaan juga mengalami kekeringan. Akibatnya kondisi ini membuat banyak orang menjadi hidup menderita.

Tak hanya itu, laporan World Meteorological Organization (WMO) menyebutkan laju perubahan iklim di dunia mengganggu seluruh sektor kehidupan, terutama perekonomian. Negara maju bisa terdampak hingga 60 persen dari jumlah kejadian bencana terkait cuaca. Namun bencana ini umumnya hanya mempengaruhi 0,1 persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB).

Kondisi parah justru terpotret di negara berkembang yang terdampak 7 persen dari bencana global namun menyebabkan kerugian 5-30 persen dari PDB. Sementara negara kepulauan kecil 20 persen dari bencana global menyebabkan kerugian hingga 5 persen dari PDB dan di beberapa kasus bisa melebihi 100 persen.

"Kami melihat bahwa cuaca ekstrem, iklim, dan peristiwa terkait air menyebabkan 11.778 kejadian bencana yang dilaporkan antara tahun 1970-2021," ujarnya.

Kondisi tersebut memicu ketidakadilan iklim atau tidak adanya kapasitas yang sama di antar negara. Ketidakadilan iklim, kata dia, dilihat dari posisi wilayah yang paling tidak berkembang akan menjadi wilayah yang paling menderita dari dampak perubahan iklim saat ini.

Ia pun mendorong satu upaya untuk menutup kesenjangan ketidakadilan iklim dengan memberikan layanan iklim yang lebih akurat, tepat waktu, dan bermakna. 

"Hal ini tidak hanya mencakup mengenali tantangan tetapi juga mengidentifikasi potensi keuntungan dalam menghadapi variabilitas iklim dan memanfaatkan jasa layanan iklim dengan sebaik-baiknya untuk kepentingan masyarakat dan lingkungan," kata Dwikorita.

Dwikorita berharap lokakarya ini dapat memberikan banyak manfaat, terutama meningkatkan pemahaman, pengetahuan dan wawasan ilmu dasar ENSO dan IOD, El Nino 2023, dan dampak kekeringan terhadap sektor dan layanan iklim sektoral.

Sementara itu, Plt Deputi Bidang Klimatologi, Ardhasena Sopaheluwakan, menyampaikan tujuan dari lokakarya internasional untuk menguatkan kapasitas layanan yang mendukung adaptasi perubahan iklim. Sehingga, dampak negatif dan kerugian dari perubahan iklim dapat dicegah atau dikurangi.

SHARE